Ada setitik rasa
Dimana ketika ditanya ia diam saja
Tak terjemah, namun sukses membelenggu jiwa
Berbisik, menyampaikan sepersekian teka-teki rumit◇◇☆◇◇
"Kepada seluruh lulusan tingkat Tilawati, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Amstilati diharap segera berkumpul di lapangan pesantren. Karena sebentar lagi latihan wisuda segera dimulai."
Lantang, suara pelatih wisuda menggema di seluruh pelosok pesantren. Mendengar aba-aba tersebut baik putra maupun putri segera berkumpul.
Berbeda halnya dengan santri putra, rombongan santri putri tidak langsung menuju lapangan. Mereka berkumpul di sebelah selatan kantor tunggu. Ketika dipanggil mereka segera bergegas. Hal itu demi mencegah hal buruk yang mungkin terjadi antara santri putri dan santri putra.
"Nggak nyangka ya kita udah mau wisuda aja." Celetuk salah satu lulusan kelas tiga Tsanawiyah.
"Iya. Palingan juga bentar lagi kamu diangkat jadi pengurus." Sahut temannya.
"Kagak. Eh maksudnya semoga aja nggak. Akhlak masih belom bener gimana mau ngabdi buat santri satu pondok. Bisa-bisa mereka ikutan sesat."
"Hus! Nggak boleh ngomong gitu. Siapa tau entar pas jadi pengurus kamu jadi santri solihah. Tobat dari bandel dan nggak sering melanggar."
"Sepertinya itu hal sulit...."
"Aminin aja. Siapa tau di ijabah oleh Allah." Potong temannya yang lain.
Dalam hati Afra ikut mengamini apa yang mereka doakan. Dia tau, Allah adalah dzat penuh misteri. Tidak ada yang pernah tau kapan dan dimana hidayah akan datang. Selama hati kita bersih dan tulus, insya Allah dalam keadaan apapun Allah akan menurunkan hidayahnya kepada seorang hamba. Maka, tidak menutup kemungkinan jika santri tersebut benar-benar ditakdirkan menjadi salah satu pengurus generasi salanjutnya Allah akan menitipkan hidayah dalam jiwanya.
"Afra Aminah El-Amir." Intruksi pelatih melalui mikrofon.
Mendengar namanya di panggil gadis itu segera maju. Menaiki panggung dan berdiri nomor lima dari kanan. Kemudian satu persatu peserta wisuda kelas 6 gelombang pertama di panggil. Membuat formasi sesuai tinggi badan. Jika mengikuti urutan nama maka formasi mereka akan amburadul.
"Selanjutnya siap-siap kelas tiga putri." Ujar pelatih sesaat sebelum kelas 6 putri gelombang kedua turun dari panggung.
"Afra. Duduk disini." Seru Amal yang sudah duduk di salah satu kursi.
"Iya bentar."
Belum sempat mendudukkan diri, salah seorang santri memanggilnya dari sebelah barat. Tak jauh dari pintu masuk ke halaman.
"Mbak manggil saya?" Tanyanya memastikan.
"Iya. Barusan kamu di suruh ke Dhalem utara. Katanya Lora Fahad sudah datang." Jelasnya.
Wajah gadis itu tampak gembira kala mendengar Lora kecil yang dia panggil Lora Ganteng kembali datang ke pesantren. Dia sudah tak sabar ingin segera melepas rindu. Tak sabar menggendongnya. Tak sabar mencium tangan mungilnya.
Langkahnya dipercepat. Tak peduli dengan tatapan beberapa santri putra yang sedang mengobrol di depan masjid. Yang dia pikirkan hanya segera berjumpa dengan Lora Fahad.
Setibanya di Dhalem dia langsung mengucap salam dan disambut hangat oleh Neng Adiba. Ternyata hari itu beliau tak hanya bersama suaminya. Tetapi juga dengan Neng Nafia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Di Bangkalan [REVISI]
Spiritual#1 In SpesialRamadhan 040941H #1 In Afra 16091441H #1 In Raih Jum'at,16081444H-10032023M #RomanceReligi