~ ●_● ~

1.4K 174 4
                                    

Happy Reading !!

Untuk pertama kalinya, Hinata benar-benar merasa buruk sebagai seorang perempuan.
Wajah tertekuk nampak masam, membuat Naruto semakin semangat mengejeknya seharian ini.
Bagaimana bisa Hinata mencintai seorang lelaki yang telah memiliki pacar, terlebih dirinya sudah menyatakan perasaan pada lelaki tersebut.
Sialann ... seharusnya Hinata lebih bisa menahan mulutnya agar tidak bertanya mengenai hal sembarangan.
Uchiha Sasuke tertawa ringan melihat Hinata yang uring-uringan setelah menyaksikan adegan dimana Yamananaka Ino pingsan dalam dekapan Shikamaru Nara, sebenarnya tidak seperti itu juga aslinya.

"Sudahlah, Hinata-chan. Menyerahlah, menyerah."

Suara Naruto yang membuat kupingnya panas, lebih panas dari air mendidih untuk merebus indomie.
Melempar lirikan tajam tanda bahaya, tangan yang terangkat ringan untuk memukul kepala Naruto, bonus pukulan tambahan dari Sasuke dengan wajah puas.

"Kalian benar-benar membuatku bodoh." Sahutnya dengan ketus, memulai balas dendamnya pada Sasuke.

Hinata benar-benar menjadi abege labil sekarang, hanya karena masalah sesederhana itu saja sudah bisa membuat moodnya berantakan.
Seharusnya bukan masalah, tapi Hinata memang kadang bersikap berlebihan.
Rasanya sangat mengerikan, disaat kau sudah mengatakan sesuatu tapi diabaikan dan sekarang digantung tanpa kepastian.
Hinata bisa saja melabrak Shikamaru, tapi ia sedang tidak ingin masuk dalam situasi dramatis yang membuat namanya semakin viral dan terkenal.

Pintu ruang atap yang berdecit karena dibuka dari arah luar, membuat Sasuke dan Naruto menghentikan pertengkarannya yang seperti bocah.
Dua lelaki itu menoleh bersamaan, mendapati Shikamaru Nara yang datang seorang diri.
Sasuke memberi kode dengan menepuk bahu Naruto, menyeretnya menjauh darisana agar tidak mengganggu acara Hinata dan mediasinya.

"Hyaa ... kalian mau kemana ?"

Hanya Hinata yang belum nggehh dengan keberadaan Shikamaru, berteriak memanggil kedua bocah yang sudah pergi menjauh dari tempatnya.
Saat akhirnya Hinata tau jika ada Shikamaru disana, wajah masam tertekuk itulah yang menjadi ekspresinya.
Berdehem, mengalihkan pandangan dan menolak berkontak kata dengan Shikamaru yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Kenapa kesini ?" Tanyanya, dalam suara ketus. Siapapun bisa langsung emosi saat mendengarnya.

"Mengikutimu. Mungkin ?" Sahutnya dengan asal, Shikamaru jelas melihat hawa membunuh dari Hinata, tapi masih sempat membuat candaannya yang garing.

"Ckk .. bajingan." Gumaman yang dilontarkan dalam suara rendah.

Meski Hinata tidak berniat untuk membuat shikamaru mendengarnya, suaranya itu sampai di telinga Shikamaru yang sedikit sensitif.
Mengernyit dengan wajah heran, sepertinya lelaki itu belum paham dengan duduk masalah yang membuat Hinata menjadi bad mood seperti ini, Shikamaru tidak tau.

"Apa itu ? Kenapa aku harus bajingan ?" Entah bodoh atau apa, Shikamaru memilih menanyakannya.

Jika Sasuke tidak menyingkirkan balok kayu bekas kaki kursi yang lepas, yang biasanya ada disana untuk bermain perang-perangan dengan Naruto, sudah bisa dipastikan jika Hinata akan mengambilnya dan menghantamkannya ke kepala Shikamaru yang terlihat seperti nanas itu.
Melirik dengan jengah, helaan napas panjang dan wajah tidak ramah.
Entah bagaimana Hinata bisa bersikap seburuk ini hanya karena sebuah adegan murahan yang mengotori penglihatannya.

"Pergilah. Aku tidak mau bicara denganmu." Katanya.

"Kenapa tidak ?" Dan Shikamaru tetap mengejar jawaban.

"Kenapa kau disini, sedangkan pacarmu sedang pingsan ? Pergi sana !!"

Akhirnya Hinata mengatakannya, dengan sebuah teriakan bernada tajam yang terdengar sinis.
Membuat Shikamaru cengoh sebentar, sebelum tertawa ringan dengan wajah paham.
Sekarang ia mengerti, kenapa Hinata bersikap seperti itu padanya.
Gadis itu cemburu dan salah paham.
Seharusnya Shikamaru sedikit lebih pintar untuk bisa menyadari kesalahan kecil yang dilakukannya hari ini.
Hinata hanya akan merasa gerah pikir jika terus berada disana, perasaan obsesif yang sama sekali tidak membuatnya nyaman.
Hanya saja, sebelum Hinata memilih pergi darisana, Shikamaru sudah lebih dulu meraih tubuhnya, merengkuhnya begitu erat sambil mencium puncak kepala Hinata.

"Lepaskan aku." Menggeram, Hinata tidak mau merada senang, tapi nyatanya ia merasa nyaman dan berdebar.

"Tidak akan." Dan Shikamaru memilih menjadi bajingan keras kepala yang tidak mau mengalah pada Hinata hari ini.

"Kau salah paham, Hinata." Bisiknya, suara lembut yang membuat Hinata berhenti memberontak untuk melepaskan diri dari pelukan Shikamaru yang mengukungnya rapat.

"Omong kosong." Ketusnya.

Sebelumnya, Neji sudah memperingatkan tentang sikap Hinata yang satu ini.
Saat Hinata sedang merajuk, bukan hal mudah untuk meluluhkannya.
Hinata sering bersikap kekanak-kanakan, tidak mau mendengarkan orang lain dan keras kepala dengan keyakinannya.
Jika kau ingin meluluhkannya dengan cepat dan membuatnya percaya padamu, langsung tunjukkan bukti bahwa kau tidak seperti apa yang dituduhkannya.
Karena itulah, Shikamaru mengambil tindakan ekstrem dan melepas batasannya.
Dengan cepat, bibirnya meraih bibir Hinata, menciumnya dengan lembut dan hati-hati.
Tangannya menyentuh lembut pada ujung helaian rambut Hinata, mengusap pinggangnya.
Untuk kali pertama, Hinata terkejut dengan apa yang dilakukan Shikamaru dan apa yang dirasakannya.
Kali kedua, Hinata mengerti dengan semua itu, memilih diam dan membiarkan Shikamaru melakukannya.
Matanya terpejam, wajah memerah yang membuat Shikamaru nampak puas dan tidak mau mengalihkan pandangan darinya.
Hinata benar-benar cantik, bagaimana bisa ia terus bertahan dengan batasan yang dibuatnya untuk tidak berkontak fisik dengan Hinata sebelum waktunya.

"Kau salah paham, Hinata." Katanya dengan wajah penuh pengertian.

Membuat jarak dari Hinata yang kini menunduk malu dan tidak berani mengangkat wajahnya.
Shikamaru bisa menebak jika itu adalah ciuman pertama bagi Hinata, jujur saja rasanya sangat membanggakan.

"Ino bukan siapa-siapa. Dia hanya teman." Penjelasan singkat yang membuat Hinata mendongak untuk melihat apakah ada kebohongan dalam sorot mata yang hangat dan teduh itu.

"Benarkah ?" Bahkan sekarang ia masih merasa sanksi dengan pernyataan Shikamaru.

Siapa yang tidak mengenal Yamanaka Ino, salah satu senpai terseksi yang juga populer.
Ino tidak hanya cantik, tapi juga menarik dan supel, itu yang diketahui Hinata secara singkat.
Jadi, saat Shikamaru mengatakan jika mereka bukan siapa-siapa, Hinata tidak bisa mempercayainya begitu saja.

"Kami hanya teman. Sama seperti bagaimana kau yang begitu dekat dengan dua bocah sialan itu." Sekarang, Shikamaru terdengar seperti seorang lelaki yang cemburu pada pacarnya.

Hinata tertawa ringan, tidak mungkin salah saat membuat diagnosa mengenai apa yang barusaja didengarnya.

"Apa kau cemburu pada Sasuke dan Naruto ?" Tanyanya dengan wajah menggoda yang membuat Shikamaru berdecak.

"Tentu saja." Jawaban yang dikatakan secara langsung dan tanpa pikir panjang.

Hinata merasa senang, egonya terasa dimenangkan.
Memainkan ujung jarinya, rasanya melegakan saat mengetahui bahwa mereka memiliki sesuatu yang sama.
Shikamaru tidak banyak bicara, hanya genggaman tangannya yang hangat dan kuat tanpa harus menyakiti Hinata.
Bersandar di bahu lebar yang sudah sejak lama membuatnya penasaran, Hinata langsung merasa nyaman dengan posisinya, terlebih ketika lengan Shikamaru yang beralih merengkuh pinggangnya.

"Jadi, apa kita sekarang ?" Hinata masih butuh penjelasan yang lebih gamblang dari lelaki yang barusaja menciumnya.

"Pacar ? Atau calon tunangan ?"

Dan Hinata hanya terkekeh dengan wajah memerah yang menawan, tidak peduli yang mana yang menjadi status mereka sekarang.
Yang jelas, Hinata menyukainya.
Tidak ada yang lebih baik dari ini, meski mereka harus sama-sama merasakan cemburu buta tak beralasan yang sedikit mengganggu.
Tapi bukan masalah besar, akhir seperti ini setimpal dengan apa yang mereka rasakan.
.
.
.
.
Vote pleasee ❤❤

FEELINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang