#42

44 4 2
                                    

Wajahnya sendu, ditatapnya hamparan lahan dan pegunungan dengan kosong. Sesekali dia menyeruput secangkir teh yang digenggamnya. Suasana pagi hari selalu mampu membuatnya tenang, dan udara sejuk membuatnya mampu melepaskan segala sesak yang ada di dada, yang selama ini hanya bisa ditahannya. Sudah lebih dari seminggu dia tinggal di tempat bibinya, dia tak punya alasan, selain ingin lari dari kenyataan yang telak menghantamnya. Saat itu pula bayangan kenangan juga mengusiknya. Dia terdiam cukup lama, berdiskusi dan berdebat dengan pikirannya sendiri.


"Ada apa, Kang? Kok melamun?"  Dia tahu, sepupunya itu berbicara kepadanya, namun dia masih enggan untuk bicara.


Kepalanya menoleh, melirik sepupunya yang tengah duduk di beranda rumah sembari menatapnya. Sekalipun dia tak pernah memaksanya untuk bercerita, dengan sabar menunggu walau harus lewat satu minggu sampai dia mau membuka suara.


"Ada dua kemungkinan ketika kau jatuh cinta."  Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur begitu saja dari mulutnya, setelah bergulat begitu lama dengan pikirannya.


"Apa itu, Kang?"


"Kalau tidak bahagia, kau akan terluka." Dia terdiam cukup lama, menikmati segala kenangan yang berkelebat di pikirannya.


"Kalau begitu kenapa akang mau jatuh cinta? Jika akang sendiri tidak tahu akan bahagia atau malah terluka." Persis seperti itulah pertanyaan yang selama ini mengganggunya, yang membuatnya selalu merenung sejak dia tiba disini. Masa depan memang tidak ada yang tahu, bahkan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri dia juga tidak tahu.


"Itulah kenapa ada istilah -yang memilih jatuh, juga harus siap patah-."


"Tapi cinta sejati tak pernah seperti itu, cinta yang tulus adalah cinta yang tak mengharap apa-apa pada orang yang dicintainya. Tak ada imbalan apapun yang kau harapkan, termasuk agar dia membalas cintamu. Kau mencintainya karena memang mencintainya, bukan mencintainya karena mencintai dirimu sendiri. Itulah cinta yang paripurna."


Barangkali itulah jawaban yang selama ini dia butuhkan. Ketika cintamu telah paripurna, tak ada alasan untuk bersedih ketika pada akhirnya dia tak bersamamu. 

Bahkan meski saat itu kau bukan alasannya, kau  akan tetap bahagia cukup dengan melihatnya tertawa.

Sepatu KiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang