Sisi Lain Adam

19 4 0
                                    

"Bisa saja. Kau kan wanita murahan, bahkan tubuhmu saja telah di jamah oleh banyak pria."  Sahut Fedrick kasar. Pria itu begitu benci menerima kenyataan bahwa wanita yang terlihat seperti bukan wanita baik-baik ini malah menendang aset berharganya ketika ia mengajak Alison tidur bersama.

Alison terdiam, ia tak terpengaruh karena itu. Gadis itu cukup sering mendengar ucapan bodoh mantan kekasihnya. Ia tak peduli sudut pandang orang lain, yang terpenting Tuhannya tahu bahwa Alison tak pernah sedikit pun memberikan aset berharganya kepada orang lain.

Kecuekan Alison membuat Adam yang mendengar ejekan Fedrick, meradang. Lelaki itu telah menahan amarahnya. Dengan gesit ia mencekal kerah seragam Fedrick dan memukulinya sampai terluka parah.

Tak ada yang menyangka sisi lain dari Adam. Begitu pun Alison, ia diam tak percaya melihat Adam melumpuhkan Fedrick dalam hitungan menit. Bukan, hitungan detik mungkin.

"Adam, stop!" Lerai Alison. Jika saja Alison tak melerai perkelahian mereka, sudah bisa di pastikan Fedrick akan tumbang dan berakhir di liang lahat.

"Apa yang kau fikirkan hingg memukulinya!" Marah Alison. "Apa semua masalah harus di selesaikan dengan cara seperti ini, Adam?"

"Lalu, apa yang kau lakukan selama ini Alison. Bukan kah kau juga melakukan hal yang sama?" Skaknya membuat bibir wanita cantik itu terdiam tanpa suara. Alison pergi tanpa sepatah kata pun dan ia benar-benar malu pada Adam, mengingat perilakunya yang lebih brutal di banding Adam saat itu.

Ruang kelas masih terasa gaduh ketika mulut-mulut nyinyir para gadis-gadis berkelompok tak henti-hentinya bercerita, di tambah hentakan tangan yang mengetuk-ngetuk meja laksana drum semakin membuat bising saat itu. Alison yang kesal karena keramaian itu mulai geram. Dengan cepat kaki gadis itu berdiri dan menendang meja di sampingnya.

"Berisik banget! Jangan bacot dong, doyan banget ngerumpiin orang." Bengisnya.

"Kau!" Dengan menunjuk Ryan yang sedari tadi mengetuk-ngetuk meja. "Apa kau kurang kerjaan? Atau bodoh? Apa kau tak tahu jika di sekolah ada studio? Tolol!"

Sedetik kemudian Alison terduduk, merebahkan kepalanya di atas bangku seakan-akan tak ada yang terjadi sebelumnya. Teman-teman di kelasnya menatap Alison sinis, tanda tak suka tetapi mereka tetap tak berani membantah kepadanya.

***

Pelajaran berjalan dengan semestinya, semua murid pun merasakan hal yang semestinya juga. Ngantuk, malas, dan ingin pulang. Tak terkecuali Alison yang menyandarkan kepalanya malas di atas meja.

Kepala gadis itu menempel sampai sebuah lemparan penghapus papan tulis mendarat tepat di ujung kepalanya dan membuat pekikan pelan dari mulut Alison saking sakitnya.

"Nona Adamson, kau ingin tidur atau bersekolah?" Sensi Achilles yang tak lain adalah guru dari Alison.

Alison menatapnya tak suka, memutar bola matanya dan tak peduli terhadap Achilles. Lagi, ia mendaratkan kepalanya ke meja. Membuat Achilles semakin geram di buatnya. Jika saja Ayahnya bukan penyumbang terbesar di yayasan sekolah itu, ia pasti telah meminta guru-guru lainnya mendepak Alison keluar dari sekolah ini.

"Alison! Tuan Adamson tak menyekolahkanmu untuk tidur!" Marahnya kembali.

"Peduli apa? Bahkan kau tak membayar sekolahku." Jawabnya dengan posisi yang sama.

Merasa tak di hargai guru itu menarik lengan Alison yang bertumpuh menjadi bantal di atas mejanya, membuat kepalanya sedikit terbentur.

"Apa begini caramu bersikap? Bagaimana orang tuamu mengajarimu tentang sopan santun." Marah Achilles.

Tak peduli. Alison tetap terdiam. Ia bahkan benar-benar tak mendengarkan ucapan gurunya. Gadis tuan Adamson itu pergi, melangkahkan kakinya tak peduli dan melewati gurunya yang berdiri tegak di hadapannya begitu saja.

Achilles berteriak menatap punggung Alison yang mulai menjauh "Kau tak boleh mengikuti pelajaranku selama satu semester!" Lalu membuang nafasnya kesal.

Sedangkan Alison, gadis itu membalikkan tubuhnya, menatap Achilles dengan senyuman mengejek lalu mengangkat jempol tangannya bak setuju. Tak sampi di sana, ia meninggalkan Achilles yang terpaku melihat kelakuannya begitu saja.

Dua jam telah berlalu, Achilles pergi meninggalkan kelas yang masih saja ramai dengan murid-murid bersiap untuk pulang. Lorong sekolah juga di penuhi dengan beberapa murid yang lebih dulu berlarian menuju area penjemputan.

"Apa kau lihat Alison tadi? Sungguh dia wanita tak tahu sopan santun yang pernah ku kenal." Decak Nelca kesal kepada Adam.

"Kau tak seharusnya berbicara seperti itu. Pasti ada alasan lain yang membuat Alison menjadi seperti ini." Bela Adam.

"Apa yang salah denganmu Adam? Kenapa kau selalu membela Alison?"

Adam terdiam. Ia tak tahu apa yang terjadi dengannya. Yang ia yakini bahwa Alison bukan wanita seperti yang lainnya fikirkan. Ada hal lain yang Adam lihat dari Alison. Kesepian, itu lah mata Alison yang terbaca oleh Adam.

Kini Adam dan Nelca telah berjalan menyusuri lorong mall. Lelaki itu tak mungkin sampai sini jika bukan Nelca lah yang mengemis, memohon-mohon agar Adam menemaninya mencari buku, tempat yang menjadi alasan Nelca saat itu.

"Adam, kita cari makan dulu ya. Laper."

Adam hanya mengangguk, mengiyakan ajakan Nelca dan membuntut di belakangnya.

"Ke sini ih! Ngapain di belakangku?" Tarik Nelca saat itu.

Kini dua orang yang terpaut wajah begitu jauh berjalan berdampingan. Melewati tempat-tempat makan untuk mencari makanan khas Tiongkok kesukaan Nelca.

"Ini sakit?" Usap lembut Nelca pada ujung bibir Adam yang membiru akibat perkelahiannya dengan Fedrick.

"Enggak." Sanggah Adam pelan dengan menjauh dari lengan gadis yang duduk tepat di depannya.

"Adam." Seriusnya

Adam mendongak tak menjawab, menatap lekat-lekat mata Nelca yang begitu membulat.

"Aku seperti pernah melihatmu. Apa kau anak Basket yang sering berlatih di lapangan rockets?"

Adam terdiam, matanya membulat, jantungnya berdetak tak karuan. Ia begitu takut jika seseorang mengenalinya. Mengenali semua yang telah ia sembunyikan rapat-rapat selama ini.

"Benar, kau—"

"Kau kapten basket yang selalu membuat gadis-gadis histeris bukan?"

Adam mengatur nafasnya yang mulai memburu. Detakan demi detakan tak karuan membuatnya memejamkan matanya perlahan. Ia tak mau semuanya menjadi gagal dan terbongkar.

"What are you talking about?" Pura Adam. Lelaki itu berdiri dan ingin meninggalkan Nelca ke kamar mandi. Setidaknya, ia mempunyai waktunya sendiri untuk lebih tenang.

"Adam. Mamaku psikologi dan aku banyak belajar dari dia. Yap! Kamu bohong, Drea."

Membuat lelaki yang sedari tadi berdiri membelakangi Nelca tertahan seketika. Lelaki itu membalikan tubuhnya menatap Nelca tak percaya. Gadis itu, membongkar apa yang telah ia sembunyikannya selama ini.

"Jadi ini alasan kamu deketin aku?" Sensi Adam.

"Kenapa kamu sembunyikan semuanya Adam? Bukankah lebih baik jika kau seperti Drea, ah— maksudku Adam yang orang lain kenal."

Adam terdiam, mulutnya terkunci.

"Aku akan meninggalkanmu disini Nelca. Sebaiknya kau menjauh dariku. Jangan pernah kau membuka mulut akan apa yang tak seharusnya kau lakukan." Singkat Adam meningggalkan Nelca yang berdiri mematung.

Wanita itu terkaget melihat Adam yang berbeda dari biasanya. Tetapi ia tak akan pantang menyerah. Ia tak mau Adam jatuh hati pada Alison. Siapa wanita itu, hanya perempuan berandal, pembully, bahkan wanita yang selalu menyaikiti Adam, tetapi bisa mendapatkan Adam secara cuma-cuma, pikirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love When You Look At Me BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang