Part 1

298 40 0
                                    

Jeno tahu dirinya bukan seseorang yang kaya raya. Jangankan untuk bersenang-senang, bisa mendapatkan uang untuk makan sehari-hari saja sudah merupakan pencapaian terbesar. Jeno merupakan seseorang yang hidup sederhana tanpa meminta berbagai macam syarat dalam hidupnya. Ia merasa beruntung karena sewaktu itu bisa masuk sekolah menengah walaupun rasa senang itu hanya bertahan untuk kurang lebih satu tahun saja sebelum semua miliknya direnggut orang lain. Jika orang-orang merasa semua drama televisi itu takkan pernah terjadi, mereka pasti bercanda. Semua hal itu benar-benar terjadi pada Jeno. Dimulai dari kebangkrutan orangtuanya yang berujung pada hutang yang tak dibayar. Diakhiri dengan ibunya yang sakit parah dan ayahnya yang bunuh diri, Jeno benar-benar seperti upik abu yang hidup di jalanan kota Seoul. Jeno sama sekali bukan mahasiswa berprestasi walaupun ia pernah membawa pulang medali emas untuk perlombaan renang antar sekolah dasar dan turnamen Taekwondo se-provinsi. Jeno ingat saat itu ia melihat ayahnya dan ibunya datang untuk melihat kemenangannya. Ia ingat hari itu ia benar-benar tersenyum bahagia.

Sekarang semua sudah berubah. Jeno benar-benar harus bertahan hidup walau hanya menggunakan tenaganya. Tiga pekerjaan paruh waktu pun Jeno jalani demi mendapatkan uang sehari-hari. Detik ini, Jeno benar-benar hidup dengan segala hal yang tersisa dari kedua orangtuanya. Apakah Jeno menyesal dalam hidupnya? Sebaliknya, Jeno benar-benar merasa berterima kasih walaupun pada akhirnya Jeno harus hidup seperti ini.

Jeno sedang seperti biasa menjalankan pekerjaan paruh waktunya di kafe dekat daerah Hongdae. Sungguh, Jeno merasa beruntung ia bisa bekerja di kafe yang menurutnya sangat mahal dari segi harga dan aristekturnya. Jeno sedang melayani pelanggan-pelanggan yang datang. Pada jam makan siang seperti ini, sangat sulit untuk menemukan waktu bernafas. Pada kasir tempat Jeno berjaga, tampak 7 orang masih mengantri didepan kasir.

"Terima kasih. Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jeno begitu menyapa pelanggan berikutnya dengan senyuman termanisnya. Walaupun hanya paruh waktu, Jeno tetap harus melakukan yang terbaik kan?

Jeno tetap bekerja dan menuliskan pesanan pelanggan-pelanggan pada gelas-gelas plastik dan siap meletakkannya di antrian disamping kasir. Saat Jeno menoleh, dihadapannya telah berdiri seorang laki-laki dengan rambut silver-nya yang menarik perhatian. Walaupun rambut silver itu menarik banyak perhatian orang-orang, sepertinya orang-orang lebih tertarik pada dua orang berpakaian jas lengkap dengan tambahan asesori pada bagian telinga – seperti wireless communicator. Jeno hanya berpikir seaneh apapun pelanggan yang ia hadapi, ia harus hadapi dengan senyuman. Tapi ia hanya tahu ketika pelanggannya bukan hanya sekedar pelanggan aneh. Pelanggan ini sangat lucu.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Ucap Jeno sembari menatap laki-laki dengan rambut silver itu. Dalam hatinya, Jeno merasa harus mengenalnya lebih jauh, siapapun dirinya.

"Satu Iced Americano dibawa pulang. Berapa harganya?" tanya laki-laki itu.

Jeno melihat laki-laki itu lagi. Jika dibandingkan dengan Jeno, laki-laki ini sangat kecil, sangat imut. Bahkan laki-laki ini benar-benar pas dengan kriteria ideal Jeno selama ini. Tapi setelah dipikir lagi, siapa Jeno berani menyimpan perasaan kepada pelanggannya?

"Pakai sirup atau tidak?" Tanya Jeno lagi. Mata laki-laki itu menatap Jeno sebentar sebelum memberikan jawabannya.

"Tidak. Berapa?" tanya laki-laki itu sambil masih menahan tatapan matanya.

"Empat ribu won. Atas nama siapa?"

"Renjun. Huang Renjun"


_


Namanya Huang Renjun, dua puluh tahun dan dikenal sebagai calon pewaris tahta Huang Corporation. Bahkan tanpa ditanya pun, rambut silvernya sudah terkenal di seluruh bagian China, dan kini mulai melebarkan bisnisnya ke Korea Selatan. Wajahnya sudah mulai muncul di publik semenjak umurnya masih sembilan belas tahun. Bahkan berkat dirinya, banyak remaja laki-laki di Korea yang mewarnai rambutnya dengan warna silver. Dalam umurnya yang bisa dibilang terlalu muda, Renjun harus menanggung banyak beban di pundaknya, terutama beban dari kedua orangtuanya.

Renjun merupakan salah satu murid yang berprestasi di sekolahnya, apalagi dalam hal musik. Renjun sedari dulu sudah memproduksi banyak lagu-lagu dan berhasil membawa nama penanya menjadi terkenal. Namun apa daya Renjun, ayah dan ibunya melarangnya melakukan musik – melarang Renjun untuk melakukan hal yang ia suka. Melarang Renjun untuk menjadi sesuatu yang ia inginkan dan memaksanya untuk menjadi Ketua Huang yang selanjutnya. Ia punya kakak, tapi ayahnya terpaksa memilih dirinya.

Renjun mencintai kopi, terutama Americano. Baginya, Americano bisa membuatnya lebih tenang dan rileks walaupun terkesan aneh bagi orang awam. Americano merupakan jati diri Renjun. Dengan beberapa mililiter Americano untuk memulai harinya, Renjun bisa menjadi dirinya sendiri di depan banyak orang. Setidaknya satu gelas Iced Americano dapat 'membeli' satu senyuman Renjun untuk sehari.

Hari ini terkesan berbeda bagi Renjun. Ia tahu ia harus pergi ke suatu kafe di Hongdae. Ia belum pernah pergi kesana namun karena satu dan dua alasan, Renjun tahu dirinya harus pergi ke kafe itu apapun taruhannya. Walaupun bodyguardnya selalu mengikutinya kemanapun dan kapanpun, tak ada yang bisa menghalanginya untuk sekedar menikmati hidup dan pergi ke sebuah kafe. Lagipula, apakah salah seseorang seperti Renjun membeli segelas Iced Americano di Hongdae?

Tentu saja kehadiran Renjun membuat banyak orang menoleh terhadapnya. Seorang Huang Renjun sedang berjalan-jalan dan menikmati hidup ditemani dengan dua orang bodyguard di samping kiri dan kanannya. Bagi Renjun sendiri pun, dua orang yang berdiri di sampingnya ini seharusnya tidak mengikutinya. Sampai mengantri pun, dua orang laki-laki lengkap dengan jas hitam itu masih harus berdiri di sampingnya. Hanya saat Renjun pergi ke toilet, Renjun bisa lepas dari kedua laki-laki itu.

Dari kejauhan, Renjun melihat seseorang dengan seragam kafe sedang berjaga di depan kasir. Saat itu juga Renjun berani berharap bila Renjun datang dan menyebutkan namanya, pria itu akan punya ide atas alasan Renjun dari Gangnam pergi ke Hongdae hanya untuk membeli satu gelas Iced Americano.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Ucap laki-laki itu. Renjun seketika melihat name tag pegawai itu. Lee Jeno.

"Satu Iced Americano dibawa pulang. Berapa harganya?" tanya Renjun. Renjun yakin ia berada di tempat yang benar. Ia hanya bisa berharap hanya ada satu nama itu di Hongdae. Dan nama itu adalah milik laki-laki yang berdiri di hadapannya.

Bisakah aku berharap dirinya akan ingat?

"Pakai sirup atau tidak?" Tanya pegawai itu lagi. Mata Renjun menatap mata cokelat laki-laki itu. Walaupun bertahun-tahun telah terlewati, rasa yang muncul saat menatap mata itu masih saja sama.

"Tidak. Berapa?" Ucap Renjun sambil menahan tatapan matanya. Ya, Renjun hanya punya satu pekerjaan detik ini. Menatap mata laki-laki ini setidaknya membiarkan dirinya ingat.

"Empat ribu won. Atas nama siapa?"

"Renjun. Huang Renjun"

Apa kau ingat namaku, hyung?

All In | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang