Part 2

221 35 1
                                    

Double Update because this feels like the first time! Hope you guys like it.


________________________________________________________________________


Apa kau ingat namaku, hyung?

Renjun menatap Jeno yang hanya menulis namanya lalu meletakkan gelas pesanannya di atas meja yang berisi semua gelas antrian para pelanggan. Jujur, Renjun kecewa. Namun siapa Renjun berani berharap pada orang yang sudah bertahun-tahun tak bertemu dengannya. Sebagai anak kecil, Renjun yakin memorinya terbatas. Anak kecil tidak bisa mengingat banyak hal saat dewasa dan mungkin hal itu yang terjadi dengan laki-laki di hadapannya ini. Renjun ingin tahu. Renjun ingin bertemu dengannya lagi.

"Jeno-ssi." Panggil Renjun perlahan saat Jeno selesai dengan pembayarannya. Renjun tak ingin dua orang berjas yang selalu mengikutinya kemanapun mendengar apa yang ia lakukan. Ia tersenyum saat Jeno menoleh.

"Mr.Huang, apa yang akan anda lakukan?"

Sial, pikir Renjun.

"Ada yang harus aku bicarakan. Bisakah kalian tunggu diluar? Aku tak akan lari dari kalian, aku berjanji." Ucap Renjun.

Renjun bisa melihat keraguan dari wajah laki-laki itu. Tentu saja mereka ragu dengan Renjun, apalagi Renjun pernah kabur dari penglihatan dua orang ini dan tertangkap setelah kabur dalam hitungan jam saja. Renjun tidak tahu apakah laki-laki ini punya pelacak atau sesuatu sehingga Renjun benar-benar tidak bisa menikmati hidup. Renjun hanya ingin satu kali ini saja, setidaknya nomor telepon akan lebih baik.

"Ada apa, Renjun-ssi? Ada yang bisa kubantu lagi?" Tanya Jeno. Renjun tersenyum kecil.

"Bolehkah kau memberikanku nomor teleponmu?" Tanya Renjun malu-malu. Hati Renjun terasa lega ketika sang empunya wajah dihadapannya menyunggingkan senyuman.

_

"Bolehkah kau memberikanku nomor teleponmu?"

Jeno tersenyum. Apakah setelah selama ini Jeno benar-benar mendapatkan hal yang ia inginkan? Apakah laki-laki ini jawaban atas doa Jeno selama ini?

Jeno mengambil sebuah pena yang ia letakkan dibawah layar kasir dihadapannya. Sebelum Jeno memberikan kartu serta struknya pada laki-laki dihadapannya ini, ia menuliskan beberapa angka di kertas lalu memberikannya sambil tersenyum.

"Terima kasih, Renjun-ssi. Semoga harimu menyenangkan." Ucap Jeno.

Sebelum laki-laki itu benar-benar pergi, Jeno yakin dirinya melihat senyuman pada laki-laki bernama Huang Renjun itu. Ia tak tahu apakah jatuh cinta pada seorang pelanggan itu diperbolehkan. Tetapi jika hal itu diperbolehkan, maka Jeno berani mengatakan bahwa laki-laki berambut silver itu telah mengambil hatinya dalam pandangan pertama. Jika memang laki-laki itu tercipta untuk Jeno, berarti perasaan ini tak salah.

Dan Jeno tak pernah menyalahkan hatinya.

Jeno melihat laki-laki itu pergi meninggalkan kasir untuk pergi mengambil pesanannya yang ada diujung meja kasir. Tak pernah sekalipun Jeno melepaskan pandangannya dari sosok kecil berambut silver itu. Senyumnya yang unik – tentu saja karena laki-laki itu punya senyuman manis yang membuat Jeno akan selalu mengingatnya – dan wajahnya yang imut itu, tentu saja semuanya akan tergambar jelas di ingatan Jeno, walaupun akhir dari lorong yang mempertemukan mereka tidak jelas akan berakhir dimana. Jeno ingin mengenalnya ... namun ia takut. Jeno bukan sekedar takut dengan posisi dirinya saat ini, tapi Jeno takut tentang apa yang harus mereka berdua hadapi. Jujur, dengannya ... Jeno tak ingin gagal.

Jeno tak sempat melihat laki-laki itu saat dirinya meninggalkan kafe tempat Jeno bekerja. Jeno memang kecewa, tapi kekecewaannya berganti dengan fakta bahwa laki-laki itu meminta nomor teleponnya. Apakah Renjun akan menelponnya? Atau mungkin sekedar mengirimkan pesan singkat? Jeno mungkin terkesan seperti orang gila karena tersenyum sendiri tanpa alasan. Beruntung, keadaan kafe sudah mulai sepi karena sudah waktunya jam masuk kerja.

"Jeno-hyung, kau baik-baik saja?"

Jeno menoleh dan melihat Jisung sedang berdiri di sampingnya. Jeno tersenyum lebar sembari berjalan mendekati Jisung.

"Jisung-ah, jika hatimu berdebar-debar ketika melihat seseorang dan kau merasakan jutaan kupu-kupu menggelitik di perutmu, apakah itu yang dinamakan tanda-tanda jatuh cinta?" tanya Jeno polos. Jisung hanya tersenyum pada hyungnya yang polos itu.

"Kau bukan hanya sedang jatuh cinta, hyung. Tapi kau sudah gila juga, mungkin. Siapa? Siapa orang yang beruntung mendapatkan perhatianmu? Kau tahu faktanya bahwa kau primadona kafe ini dan semua perempuan ingin mendapatkan nomor teleponmu." Ucap Jisung sambil tersenyum ingin menggoda Jeno.

Fakta yang dikatakan Jisung memang benar. Semenjak Jeno bekerja di kafe ini, semakin banyak perempuan datang ke kafe ini demi melihat Jeno. Walaupun cukup sulit dibuktikan, tetapi dengan adanya beberapa orang yang menanyakan nomor telepon Jeno menjadi bukti kepopulerannya. Bagaimana tidak? Jeno mempunyai badan yang cukup kekar di umurnya yang masih sangat muda, dua puluh satu tahun. Ditambah dengan fitur wajahnya yang tampan, semua pelanggan wanita mungkin saja sudah dibuatnya tergila-gila.

"Laki-laki yang berambut silver itu-"

"Hyung, you're into guys?" tanya Jisung. Jisung tak pernah menyangka bahwa Jeno benar-benar tidak tertarik dengan wanita.

"Sepertinya begitu. Kau lihat laki-laki berambut silver tadi? Yang bersamanya ada dua orang berpakaian rapi dengan setelan jas yang mungkin cukup mahal." Ucap Jeno. Tentu saja dirinya ingat segala detail tentang fairynya itu.

"Jangan bilang kau jatuh cinta dengan Huang Renjun. Hyung, kau gila?!"

Jeno tak mengerti mengapa Jisung memanggilnya dengan sebutan gila. Memangnya salah mencintai seorang Huang Renjun? Jeno manusia dan Renjun juga manusia. Jeno merasa fakta itu tidak membuatnya merasa bersalah dengan mencintai manusia lain. Bagi Jeno, cinta tak memandang apapun dan itulah yang Jeno lakukan.

"Memangnya kenapa? Ada yang salah?" Tanya Jeno.

"Hyung, kau sekarang sedang jatuh cinta dengan seorang pewaris tahta orang terkaya di Korea Selatan! Pasti kau bercanda padaku. Katakan! Kau bercanda kan hyung?" ucap Jisung lagi. Jeno menggeleng.

"Aku mencintainya pada pandangan pertama, Park Jisung. Dan aku percaya pada perasaanku ini."

All In | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang