01. Ajakan Ekstrim

314 34 3
                                    

Waktu baru menunjukkan pukul setengah enam pagi, namun pemilik kamar seluas 3 x 5 meter itu sudah memulai aktivitasnya. Zara, sang empu kamar, sepagi ini sudah membereskan seisi kamar dan bahkan termasuk mengganti spreinya. Menurut Zara, kesuksesan dan kekayaan itu tidak datang tiba-tiba. Dengan bangun siang atau berleha-leha sepanjang hari tidak akan membuat keajaiban datang begitu saja pada hidup seseorang. Itulah sebabnya Zara selalu membiasakan diri untuk bangun pagi dan produktif di setiap harinya. Meskipun sebenarnya dia memiliki banyak alasan untuk bersantai, karena ini adalah hari Minggu dan ia baru saja menyelesaikan Ujian Akhir Semesternya di kelas sebelas.

Kalau dipikir-pikir, mungkin salah satu keajaiban yang terjadi pada hidupnya adalah bisa berteman dengan Ara. Mereka pertama kali bertemu saat sekolah dasar. Kata orang, anak introvert itu akan selalu diadopsi oleh anak extrovert. Sepertinya kalimat itu benar adanya. Buktinya, Zara yang pemalu, cenderung menutup diri, dan merupakan pendengar yang baik ini juga 'diadopsi' oleh anak extrovert seperti Ara yang heboh, kpopers garis keras, dan suka mencoba hal-hal baru yang menantang. Namun perbedaan sifat itu tak begitu berarti karena nyatanya mereka bisa menjadi sahabat yang langgeng dari sekolah dasar hingga sekolah menengah ke atas.

"Selamat pagi, dunia!" Sapa Zara dengan bertopang dagu setelah membuka jendela kamarnya. Sepagi ini, kabut masih menyelimuti kota dan jalanan masih sangat sepi. Tentu saja, orang-orang pasti lebih memilih untuk bergelung dalam selimut mereka masing-masing dibanding memulai aktivitas di luar rumah.

Kriingg... Kriingg..

Ponsel Zara yang berdering sukses membuyarkan lamunannya. Diraihnya ponsel yang terletak di atas meja sembari membaca nama si penelepon. Begitu mengetahui bahwa sahabat karibnya-lah yang menelepon, Zara buru-buru mengangkatnya dengan ceria.

"Assalamu'alaikum, Zaraa!!!!!"

"Wa'alaikumussalam. Tumben sekali Ra, kamu pagi-pagi menelepon. Dan ada apa dengan suara bersemangatmu itu?"

Gadis di seberang sana terdengar tertawa pelan. "Iya ya, soalnya aku ada kabar baik, nih!"

"Kabar baik apa?"

"Kamu ingat tidak, aku pernah memberitahumu tentang BTS yang akan mengadakan konser dua minggu lagi? Sepertinya aku pernah mengatakannya padamu, deh."

Zara memutar bola matanya. Jangan bilang setelah ini Ara akan bercerita tentang BTS berjam-jam. "Iya, aku ingat. Kenapa memangnya?"

"Aku... aku memiliki tiket konsernya, loh! Kata ayahku, ini sebagai bentuk hadiah karena aku sudah menyelesaikan ujianku dengan baik."

Ah iya, satu fakta lagi tentang Ara, keluarga gadis itu sangat berkecukupan. Zara lebih suka menyebutnya dengan sebutan kaya. Yup, seingat Zara, orangtua Ara ini bekerja di bidang advertisement, dan sering bolak-balik luar negeri untuk mengurus proyek-proyeknya. Pokoknya Ara itu kaya sekali. Mungkin berkali-kali lipat dibanding Zara, padahal Zara sendiri sebenarnya berada di tingkat menengah.

Oleh karena itu, Zara tidak terlalu terkejut ketika tahu bahwa Ara memiliki tiket konser itu. "Wah, keren sekali! Apa kamu akan ke sana sendiri?"

"Nah, ini yang ingin kukatakan padamu. Ayahku membelikan dua tiket, dan beliau bilang aku harus mencari seorang teman untuk menemaniku menonton konser. Aku berniat untuk mengajakmu. Apa kamu mau?" Ara menjawab dengan ragu.

Tunggu. Zara ingat Ara pernah bilang kalau konser ini akan diadakan di Korea Selatan. Apakah Ara berniat mengajaknya ke luar negeri? Zara hampir memekik, namun Ara kembali berbicara di seberang sana. "Ah, aku ralat perkataanku. Aku tidak mengajakmu, tapi aku memaksamu untuk ikut. Siapa lagi yang akan menemaniku selain kamu, kan?"

We Are Different ||BTS Fanfiction||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang