Kegelapan mengambil alih ketika matahari nenuruni takhtanya. Tergelincir di kaki langit, menerima panggilan untuk berganti tugas dengan benda langit keperakan yang bersinar lembut. Langit gelap dengan gumpalan awan kelabu menutupi gugusan bintang. Padahal malam itu rasi bintang orion nampak jelas, berpendar cantik, menandakan datangnya musim panas untuk belahan bumi selatan.
Angin malam berembus kencang, menggoyangkan pepohonan yang berjejer di tepi jalan. kepakan sayap kelelawar sesekali terdengar, bersamaan dengan derik nyaring serangga malam yang mulai aktif.
Sebuah kereta kuda tua, dengan kabin tanpa atap, membawa banyak buntalan karung cokelat yang nyaris sebesar bantal, dan tampak berat. Dua pria duduk di kursi kemudi, bersebelahan. Salah satunya memegang kekang kuda yang terlihat ringkih seakan dipaksa berjalan berkilo kilo meter tanpa henti. Bercengkrama ria dengan pria disampingnya yang sibuk menghisap cerutu.
"Kita menang banyak hari ini." Kata si pria kekang tertawa lebar. Bersandar pada papan kayu di kursi kemudi. Memainkan kumis lebat panjangnya.
"Ya ya, yang jelas kita berhasil mengelabui mereka agar membayar pajak lebih. Lagipula itu salah mereka, siapa suruh terlambat bayar?" Si cerutu meniupkan napasnya. Membuat kepulan asap kimia terhempas keudara, berputar putar. Lalu, si kekang mengibaskan tangannya mengusir asap tersebut, jengkel.
"Jangan di tiup kearahku ,bodoh!"
"Bukankah baunya enak?"
"Itu mematikan sialan"
"Tapi memabukkan juga,"
"Dasar gila, terserah kau, mungkin akan lebih baik kalau kau mati saja karena cerutumu itu. Aku akan dapat lebih banyak uang untuk dipakai" si pria kekang menyeringai, melirik kearah karung karung di kabin tanpa atap yang ditarik kuda.
"Tidak akan. Aku tidak mati semudah itu" balas si cerutu sengit. Kembali menghisap benda laknat tersebut di selipan jemarinya.
Si kekang mendengus, kembali mengalihkan perhatiannya pada jalanan lengang.
Malam itu amat sunyi. Rumah rumah di sepanjang jalan tidak menunjukkan kehidupan. Lentera minyak yang biasa tergantung di pintu depan padam. Jendela dan akses keluar masuk rumah di tutup rapat. Di jalan itu benar benar hanya ada mereka berdua.
Kota ini memang amat sepi. Selain warganya yang sebagian besar orang tua, daerah ini menjadi salah satu daerah pesisir pantai yang paling dihindari. Pasalnya setiap malam tengah bulan, perompak pasti datang kemari untuk menggeledah semua rumah satu persatu. Tidak ada yang diambil, tapi selalu begitu setiap bulan. Entah apa yang mereka cari. Maka dari itu, satu persatu penduduk pindah ke kota sebelah. Menyisakan orang orang yang memang sudah lama menetap disana, atau keluarga yang tidak bisa pindah karena pajak hidup yang lebih tinggi di tempat lain. Sehingga memutuskan untuk menetap.
Dan dua hari lagi adalah tengah bulan.
Perompak akan datang tepat pukul enam sore.
Maka dari itu banyak yang menyelesaikan segala macam bentuk pekerjaan berhari hari sebelumnya.
Si cerutu, kembali meniupkan asapnya. Kali ini mendongak, membuatnya nampak seperti kabut pekat. Si kekang mendecak sebal.
"Kubilang hentikan,"
Si cerutu hanya mengedikkan bahu, sampai tiba tiba matanya tepaku pada satu titik tepat di belakang si kekang. Ia menurunkan cerutu dari belah bibirnya. Membuat si kekang bingung. Penasaran dengan apa yang menarik perhatian si kecanduan bahan kimia sampai menurunkan barang favoritnya, si kekang mengikuti arah oandang kawan seper-penarikan pajak-nya itu.
Dan ia sama terkejutnya. Matanya menangkap sesuatu yang menakjubkan bertengger di penyangga kabin, menatap tajam kedua pria disana
KAMU SEDANG MEMBACA
Abqarium-A Never Ending Journey-
FanfictionFanfictions fantasy romance . . . . . Berat jika kau lakukan sendiri, ringan jika kau lakukan bersama. Bahkan sebuah kapal akan berlayar meski tanpa anggota pria di dalamnya, tidak gentar berhadapan dengan kelompok penguasa samudra sekalipun. Merek...