Matahari tepat berada diatas kepala, bersinar terik di awal musim panas. Serat tipis awan tidak cukup tangguh untuk menghalau pancaran sinar yang membuat tanah merekah.
Pelabuhan kota sangat sepi, atau lebih tepatnya disebut dermaga karena kesibukan yang biasanya terjadi ridak terlihat. Tidak kapal yang tertambat, tidak ada penurunan kargo, atau bahkan kapal kecil nelayan setempat. Tempat itu benar benar kosong.
Britanny berkacak pinggang di ujung dermaga. Matanya menyipit di balik kacamata bundarnya yang bertengger manis di pangkal hidung, menatap ke arah samudra luas. Hamparan perairan biru yang disertai kerlap kerlip pembiasan matahari. Bau asin air laut menguar di udara, menebar aroma menyegarkan yang epik.
Sensasi ini membuatnya mengingat masa masa pelayaran pertamanya. Bagaimana angin bertiup kuat menerjang layar kapal, menjalankan kendaraan air menakjubkan itu. Sampai sekarang Brie masih ingat rasanya. Emosi menyenangkan yang membuatnya terus ingin berlayar.
"Jadi, tidak ada kapal, huh?" Aloise berseru, membuyarkan lamunan Brie. Bersandar pada tepian dermaga. Melipat tangan di dada.
"Aku sudah cek gudang pelabuhan. Tapi tidak ada apa apa disana." Gadis itu melangkah mendekati Britanny. Ikut berdampingan menatapi pemandangan laut.
Terjadi keheningan sesaat disana.
"Bukankah kata warga setempat malam ini para perompak akan datang. Malam ini tepat tengah bulan, dan seperti bulan bulan sebelumnya, mereka akan datang." Britanny buka suara. Matanya masih terpaku kedepan.
Lois mengangguk, "Iya, katanya begitu. Kau ada ide?" Menoleh, berbalik memberikan atensinya pada Brie.
"Kuharap mereka meninggalkan satu kapal, meski itu permohonan yang membutuhkan keajaiban" Britanny berbalik. Berjalan meninggalkan dermaga.
"Oh, jadi kita bergantung peruntungan sekarang? Hebat" Aloise mendengus, mengikuti langkah kawannya meninggalkan pelabuhan yang makin terasa panas seiring beranjaknya matahari.
Burung camar berterbangan di angkasa. Berputar putar, menukik ke arah permukaan air, menenggelamkan separuh paruh lancipnya, kemudian terbang melambung dengan ikan menggelepar diantara kedua bilah tajamnya. Tak pelak setelahnya, burung yang lain malah berebutan ikan yang sudah diburu kawannya. Saking malasnya menunggu rombongan ikan berikutnya yang lewat.
Aloise melempar kerikil ke arah sekumpulan burung camar yang langsung terbang ke segala arah. Kaget. Gadis itu mendapat sikutan di pinggang oleh Britanny karena kejahilannya.
Langkah keduanya terhenti ketika mendengar seruan nyaring dari balik peti peti kosong dermaga. Lantas sontak menoleh.
"Hei! Apa yang kau lakukan? Kau membuat mereka terbang!" Seorang gadis dengan rambut pirang sebahu, mengenakan topi continental line dan baju cokelat garis garis. Ia membawa buku gambar dan pensil sketsa di tangan kanannya, juga sekantung plastik remah roti. Alisnya menukik marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abqarium-A Never Ending Journey-
FanfictionFanfictions fantasy romance . . . . . Berat jika kau lakukan sendiri, ringan jika kau lakukan bersama. Bahkan sebuah kapal akan berlayar meski tanpa anggota pria di dalamnya, tidak gentar berhadapan dengan kelompok penguasa samudra sekalipun. Merek...