Satu

51 13 3
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Risya Pradipta dengan seperangkap alat sholat dibayar tunai. " ucapan lantang seorang pria menggema di salah satu ruangan serba putih itu. Bau obat meyengat menghiasi latar belakang pernikahan suci nan sakral ini. Jangan lupakan isak tangis dari beberapa keluarga yang hadir.

        Pernikahan yang bukan Risya inginkan, lelaki yang bukan Risya harapkan kini telah sah menjadi suaminya. Tak mengenal, yang ia tau hanyalah nama. Namun,  begitu lah jodoh yang telah ditulis takdir untuknya.  Sakit jantung yang di derita sang ayah mengantar ia bertemu dengan seorang pemuda tampan dan sholeh.

        Suara Sah yang menggema dalam ruangan menarik akal waras yang Risya punya. Sekarang ia sudah sah menjadi seorang istri dari seorang pemuda yang hanya tau namanya. Lucu bukan takdirnya. Ingin memaki,  namun akal warasnya cukup berproses cepat mengingat sakit jantung yang ayahnya derita.

       Genggaman tangan sang Ayah seketika melemah. Terlihat air mata haru menetes dari ujung matanya.
"Akhirnya, Papa bisa menjadi wali nikah kamu sebelum papa tiada." Ucapan sang Ayah mendapat gelengan keras dari Risya,  Air matanya terus saja keluar tanpa diminta.

"Enggak, Papa jangan bilang begitu. Risya sudah menepati permintaan Papa, sekarang papa harus sembuh untuk menepati permintaan Risya."

"Nak, pernikahan itu suci dan murni. Jaga semua etika setelah kamu menjadi seorang istri. Sekarang kamu bukan tanggung jawab papa lagi. Bahagialah bersama Bayu, dia orang yang Papa percayai mampu menjaga serta membimbing kamu menuju surganya allah. Uhuukkk."

       Nafas sang Ayah melemah begitu pula dengan suara monitor yang berada didalam ruangan. Semuanya panik, genggaman yang semula kencang kini mulai menggendur.

"Nak, janji sama Papa,  jadilah istri yang baik. " itulah ucapan terakhir yang keluar dari Almarhum Deni kepada Risya,  Anak perempuan semata wayangnya. Semuanya begitu terpukul, Setelah enam tahun peristiwa kehilangan Sang ibu,  Sekarang Risya harus juga mengalami kehilangan seorang Ayah.

        Tangisannya tak kunjung mereda, satu gundukan tanah basah terlihat bersisian dengan  tanah yang sudah mengering lama. Bunga dan doa di panjatkan bagi keduanya. Lagi Risya seakan membawa akal kesadarannya menyadari bahwa sekarang,  hanya tinggal dirinya sendiri didunia ini.

"Ayo Risya,  kita pulang. " ajak Bayu. Hatinya begitu sakit melihat pandangan Risya kosong memandang sendu kedua makam orang tuanya.

"Kemana? Risya udah gak punya keluarga lagi." jawabnya serak.

"Aku,  sekarang Aku suamimu,  kamu keluargaku, ayah ibu Mereka sudah menjadi orang tuamu."

Mendengar perkataan Bayu, Risya mengadahkan wajahnya. Memandangi sosok pria yang dengan. Lantang menyebutnya sebagai suami. Yang dengan gagah menjabat tangan ayahnya saat mengucapkan ijab kabul.

Risya menangis tak dapat menahan rasa sesak yang bergumul didadanya. Apakah setelah kehilangan ayahnya dia akan baik - baik saja. Menjadi seorang istri,  menjalankan bahtera rumah tangga dengan pria yang ia tak kenal. Umurnya pun baru menginjak sembilan belas tahun. Apakah dia bisa menjadi isti yang baik sesuai keinginan Ayahnya?

"Aku akan selalu disampingmu. " janji Bayu sembari mendekap sang istri kedalam pelukannya. Tangisnya malah semakin keras, ia tahu memang kehilangan dan menjadi status istri tanpa perencanaan adalah kejutan terbesar bagi Risya. Namun dari masalah ini bolehkah ia bersyukur. Karena dengan ini,  Risya menjadi istrinya. Perempuan yang ia idam - idamkan yang diam - diam slalu dia doakan disepertiga malam kini menjadi nyata sah dalam pelukan.

"Aku janji, tak akan pernah ada lagi air mata setelah ini. " lirih Bayu begitu pelan namun tekadnya sangatlah kuat.

Mungkin,untuk pertama semuanya akan sulit,  namun seiring berjalannya waktu kesulitan itu akan menjadi kemudahan yang menjadikan kebahagiaan.

.
.
.
Publish-9 mei 2020

My MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang