PROLOG

1.5K 112 12
                                    

Saat ia masih kecil, pernah beberapa kali Park Chanyeol mendengarkan sebuah dongeng yang diceritakan oleh Kim Heeae, Ibunya. Hanya sebuah dongeng singkat dengan alur yang itu-itu saja dan akhir yang sama pula. Mungkin karena itulah ia tidak begitu suka dongeng, tetapi Ibunya tetap saja menceritakan dongeng-dongeng itu setiap ia akan tertidur di kamarnya. Sesuatu yang tidak ia suka, namun lama-lama itu malah menjadi sebuah kebiasaan yang tidak bisa ia hindari. Ia ingat Ibunya pernah mengatakan sesuatu saat ia bertanya, mengapa semua dongeng memiliki akhir yang sama? Membosankan!

"Mereka tidak sama, hanya saja memiliki caranya sendiri untuk bahagia," Heeae mengusap lembut puncak kepala Chanyeol yang saat itu masih berusia 10 tahun. "Kau bilang itu membosankan karena kau belum tahu kejamnya hidup ini, Nak. Dongeng memberikan kisah bahagia kepada pembacanya agar bisa terhibur dan melupakan sejenak pahitnya kehidupan. Saat kau dewasa nanti, pasti kau merindukan dongeng yang Eomma ceritakan kepadamu."

Ada begitu banyak pertanyaan di kepala Chanyeol saat mendengar jawaban Ibunya malam itu, tetapi ia pendam sendiri karena merasa tidak ingin terlalu banyak bertanya. Hanya saja, ia ingat sekali Ibunya menjawab pertanyaannya itu dengan wajah yang muram. Ia pikir seharusnya dongeng yang beliau ceritakan bisa menghibur wanita itu, apa ceritanya kurang bahagia? Pemikiran tersebut membuat Chanyeol mengumpulkan uang jajannya dan membeli sebuah buku dongeng di toko buku untuk ia hadiahkan kepada Ibunya. Beliau hanya tersenyum sebelum menangis terharu, Chanyeol dipeluk begitu erat tanpa mengerti alasan Ibunya menangis seperti itu.

Namun, tak lama setelah itu, barulah Chanyeol memahami semuanya. Saat ia berusia 14 tahun, tak jarang Chanyeol mendengar kedua orang tuanya bertengkar hebat. Urusan orang dewasa, tapi pernah sekali ia memergoki Ibunya menangis di kamar setelah selesai bertengkar dengan Park Haejoon, Ayahnya. Ia mungkin masih dianggap anak-anak waktu itu, akan tetapi ia tahu dengan jelas bahwa ada masalah yang sangat serius di rumah tangga orang tuanya. Hingga tak lama kemudian, Ibunya mulai sakit-sakitan dan Ayahnya semakin jarang pulang ke rumah. Ibunya bilang Ayah sibuk dengan urusan bisnis di luar kota. Awalnya Chanyeol percaya saja, setidaknya sampai ia berusia 15 tahun dan ia menemukan jasad Ibunya terkapar di kamar mandi. Ia menemukan pergelangan tangan Ibunya berdarah dan Chanyeol bingung harus berbuat apa.

Dengan penuh rasa panik, ia menghubungi Ayahnya melalui ponselnya. Berkali-kali pria itu tidak mengangkatnya sehingga Chanyeol memutuskan untuk menghubungi beliau melalui ponsel Ibunya, di saat itulah Chanyeol tahu alasan utama yang membuat mendiang Ibunya bunuh diri. Di ponsel wanita itu, Chanyeol menemukan foto seorang wanita yang sedang menggendong seorang anak perempuan. Bukan itu saja, ada sosok Ayahnya yang tengah merangkul mesra wanita itu. Jelas sekali itu mereka bukan sekadar teman biasa, apalagi wanita itu tampak terlalu muda untuk menjadi teman Ayahnya. Tapi, itu bukan menjadi masalah utama, Chanyeol harus menangani Ibunya lebih dulu. Ia mencoba menghubungi Ayahnya melalui ponsel Ibunya, tetap saja tidak diangkat. Langkah terakhir, akhirnya Chanyeol menghubungi Pamannya untuk meminta bantuan.

Ia sangat ingat betapa cemas dirinya menunggu di luar ruang pemeriksaan setelah Pamannya berhasil membawa Ibunya ke rumah sakit. Sepertinya baru kali itu Chanyeol merasa amat takut seumur hidupnya dan mimpi buruknya terwujud saat dokter menyatakan kalau Ibunya tidak bisa diselamatkan lagi. Jelas ia sangat terpukul, tapi ada Paman yang menguatkannya di saat Ayahnya sendiri entah ke mana. Semua semakin buruk saat Ayahnya datang terlambat ke pemakaman. Ia benci Ayahnya dan foto waktu itu ... Chanyeol hanya semakin membenci Park Haejoon. Begitu pula dengan wanita asing di foto tersebut.

Nama wanita itu adalah Han Sohee. Ia mendengar orang-orang di pemakaman membicarakan hubungan wanita itu dengan Ayahnya, termasuk pekerjaan macam apa yang dikerjakan oleh wanita penggoda itu. Ia mendengkus saat tahu bahwa Han Sohee tak lebih dari seorang pelacur di sebuah klub malam yang pernah dikunjungi Ayahnya di Jeju. Sejak itulah Chanyeol semakin membenci mereka berdua, tapi ia lebih membenci dirinya sendiri yang tak bisa berbuat banyak dan tetap menetap di naungan sang Ayah. Kebencian Chanyeol pun semakin menjadi-jadi saat suatu malam ia melihat Ayahnya membawa pulang seorang anak perempuan ke rumah, ia tahu siapa anak itu. Anak yang sama persis di foto, anak pelacur sialan itu.

"Chanyeol, kenalkan," Haejoon melirik anak kecil yang tertidur pulas di gendongannya sebelum kembali menatap putra tunggalnya. "Ini adalah Park Chaeyoung. Usianya masih 10 tahun dan Ibunya baru saja meninggal dunia karena kecelakaan mobil. Mulai sekarang ia akan tinggal bersama kita. Jadi, perlakukan Chaeyoung sebaik mungkin selayaknya Kakak pada Adiknya."

"Tapi, aku tidak punya adik," balas Chanyeol dengan sorot mata tajam. "Eomma hanya pernah melahirkan satu anak saja dan itu aku. Mengapa aku harus menganggapnya sebagai Adikku?"

" ... karena Chaeyoung masih darah dagingku. Ia anak kandungku juga sepertimu," Haejoon meneguk ludahnya dengan sulit. "Hanya saja dari wanita yang berbeda."

Kira-kira sejak itulah kebenciannya mulai muncul kepada anak berusia 10 tahun yang tidak mengerti apa-apa. Ia tidak peduli dengan Chaeyoung yang masih kecil, baginya kelahiran Chaeyoung di dunia inipun karena sebuah kesalahan. Meskipun Chaeyoung sudah menjadi bagian dari anggota keluarganya, tak pernah sekalipun Chanyeol memperlakukannya seperti Adik sendiri. Chaeyoung menangis, ingin bermain bersamanya, dan segala hal yang hanya  bisa dilakukan anak kecil pun sama sekali tidak membuatnya merasa kasihan. Fakta bahwa ia dan Chaeyoung masih bersaudara walaupun dari Ibu yang berbeda hanya membuatnya semakin muak melihat kehadiran anak itu di rumah.

Hingga bertahun-tahun telah berlalu begitu saja, Chanyeol adalah pria dewasa berusia 30 tahun sekarang. Hal yang sama pun turut dialami Chaeyoung yang kata orang telah beranjak menjadi gadis cantik berusia 25 tahun. Semua memang terlihat berubah, begitupun dengan kebenciannya pada gadis itu. Bukan karena sudah memudar, justru karena semakin bertambah besar dari sebelumnya.

Chanyeol sungguh-sungguh membenci Chaeyoung, mungkin hanya Tuhan yang tahu betapa ia ingin gadis itu enyah dari rumahnya. Di mata Chanyeol, gadis itu tidak lebih dari seorang anak pelacur yang menghancurkan rumah tangga kedua orang tuanya. Dongeng indah Ibunya. Oleh karena itu, Chanyeol akan memastikan bahwa Chaeyoung akan lebih menderita dari Ibunya. Bahkan sebuah dongeng pun tidak akan sanggup mengangkat derita gadis itu.

TBC
.
.
.
.
.
Gue bukan penonton TWOTM sih, cuma sikon ceritanya pas pake nama mereka wkwk. Emang nggak minat sama dramanya aja, yaaah selera orang beda-beda ya. Btw, maaf kalo ini kaku. Gue belom terbiasa bikin cerita pake bahasa non baku lagi.

MÄRCHEN✅ [EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang