TIGA

94 56 18
                                    

TIGA
DILARANG KERAS MENGCOPY HASIL KARYA ORANG LAIN!!!!
.
.
.
.
Happy reading my reader ❤️
.
.
.
.

Pagi ini waktunya aku untuk menikmati masa- masa santai. Sebab, sudah tidak ada jadwal kampus masuk pagi. Setelah sholat subuh, aku merebahkan tubuhku untuk kembali ke alam mimpi. Baru benar- benar bangun tepat pukul delapan tadi, saat ayah memanggilku untuk menyantap sarapan. Setelah selesai sarapan, abang pergi ke tokoh miliknya. Dan ayah, sekarang beliau sedang membaca koran di teras rumah.

"Ayah. Ini teh nya." Kataku sambil menaruh secangkir teh hangat di meja kayu samping kursi.

"Terimakasih sayang." Balas ayah sambil menatap ku dengan senyum manis khas miliknya. Sedetik kemudian, ayah menaruh koran yang tadi ia baca dan mulai menyesap teh buatanku. Tak lama, ayah mulai membuka pembicaraan.

"Kata Abang, kamu mau ikut muncak?"

"Iya. Boleh kan yah?" kataku dengan raut meminta jawaban.

"Boleh. Apapun yang buat kamu senang selagi itu hal baik. Maka ayah akan ikut senang." Jawab ayah sambil mengelus puncak kepalaku.

"Terimakasih Yah." Ucapku yang langsung memeluk ayah dari samping.

"Iya. Sav, sabtu ini ayah udah balik tugas. Kamu jaga diri baik- baik ya! Nurut sama abang mu!" Seru ayah padaku.

"Kok cepet banget sih yah?"

"Ya kan emang udah jadwalnya sayang. Kamu kan tahu, sebentar lagi ayah sudah akan pensiun."

"Emang kapan sih yah? Bukannya masih lama?" Tanyaku polos, yang hampir seperti anak TK.

"Satu tahun lagi. Tepat setelah kamu lulus kuliah mungkin. Ayah sengaja ambil pensiun dini. Karena mau ngurus kamu sama abang aja di rumah."

"Emmmm, oke. Aku ngerti kok yah. Ayah juga harus jaga diri disana. Jangan telat makannya dan jangan sampai lupa, vitaminnya di minum." Tuturku pada ayah.

"Iya."

Ayah kembali menyesap teh miliknya. Tampak ia sedang melamunkan sesuatu yang membuatku penasaran. Tapi aku tak berani menanyakan sesuatu itu. Saat akan melihat jam dinding di dalam lewat jendala kaca, tiba- tiba mataku menangkap foto ibu yang sedang tersenyum manis di pelukan ayah.

"Ayah." Panggilku memecah keheningan.

"Ada apa sayang?"

"Aku besok kuliahnya masuk sore. Gimana kalau kita ke makam ibu? Udah lama Sava gak jenguk ibu. Ayah sibuk?"

"Usulan yang bagus. Kebetulan ayah besok gak ada kegiatan. Kamu ajak Abang mu sekalian." Saran ayah yang ku balas dengan anggukan.

Setelah bercakap- cakap dengan ayah aku pamit kembali ke kamar karena pengen rebahan. Di kamar, aku mengguling- gulingkan badanku di atas kasur untuk menghilangkan rasa bosan. Seketika, aku kepikiran untuk menghubungi Niam. Sebab ia sepulang mengantarku pulang tidak ada kabar.

Panggilan pertama....... gagal. Panggilan kedua........ tetap sama. Hingga panggilan ke lima, suara Niam di sebrang sana sudah terdengar ditelingaku.

"Hmm."

"Lo lama banget sih angkat telpon nya." Serngku dengan nada kesal.

"Apaan sih Sav. Lo tuh ganggu gue tidur aja."

"Lo tuh yang apa- apaan. Dari kemarin siang gak ada kabar." Setelah kata- kataku berhenti. Terdengar suara gumaman di sebrang sana. Dan selang beberapa detik tak ada jawaban dari Niam.

"Am. Lo dengerin gue ngomong kan?" Tidak ada jawaban.

"NIAM." Ucapku sedikit teriak. Aku tau, pasti tadi ia tidak mendengarkan apa yang aku bicarakan karena kembali terlelap. Tak lama setelah itu ada suara sesuatu jatuh di serang sana.

SAVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang