Prolog

951 69 2
                                    

Matanya mengerjap dan perlahan terbuka, menampilkan manik emas yang terlihat kebingungan, "Hah …? Di mana aku …?" Lirihnya saat mendapati dirinya tertidur di ranjang dalam kamar bernuansa biru-putih, terasa familiar.

'I-ini … bukankah ini kamarnya Kak Glacier?' batinnya seraya melihat keadaan sekelilingnya.

"Tunggu! Jangan-jangan …!" Teringat sesuatu, ia bergegas pergi ke arah cermin yang ada di kamar Glacier. Seperti dugaannya, tidak ada bayangan di cermin itu saat ia berdiri depannya.

"A-aku … jadi arwahnya Kak Glacier?! Apakah ini untuk besok?! Tidak-tidak … aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Ibu dan Ayah! Lebih baik aku cepat keluar dari kamar Kak Glacier!" Setelah mengucapkan itu, Gempa–yang dalam wujud arwah Glacier–berlari menuju pintu kamar.

"Akh–! Huh?! A-apa yang kau lakukan?!" sayup-sayup terdengar suara keributan di bawah, mengingat kamar Glacier ada di lantai atas.

'I-itu kan suara Ibu!" Gempa lantas mempercepatkan langkahnya. Saat sampai, ia di suguhkan dengan pemandangan yang mengerikan. Ayahnya … menusuk perut Ibunya dengan pisau!

"Hentikan ini Ayah! Kenapa Ayah menusuk Ibu dengan pisau?!" teriak Gempa, berharap dapat menghentikan perbuatan ayahnya, sesekali ia mencoba menahan tangan ayahnya yang … langsung menembus tubuhnya. Oh, sepertinya ia lupa kalau wujudnya sekarang adalah arwah kakaknya yang sudah meninggal.

"Tentu saja untuk menghabisimu. Setelah ini, giliran anak pembawa sial itu!" Mata Gempa melebar saat mendengar perkataan ayahnya itu, ia tahu persis siapa gerangan anak yang disebut pembawa sial oleh ayahnya.

"A-apa …?! JANGAN BUNUH DIA! JANGAN BUNUH GEMPA!" jeritan dan tangisan yang sudah lama ibunya tahan akhirnya keluar. Gempa yang menyaksikan itu hanya menutup matanya pasrah, tak tega melihat keadaan sang ibu yang membelanya.

"APA HAK MU HAH?! KAU HANYA ISTRI TIDAK BERGUNA YANG MELAHIRKAN ANAK PEMBAWA SIAL! Kalau saja anak itu tidak lahir … GLACIER PASTI MASIH BERSAMA KITA DI SINI!" bentaknya seraya kembali menusukkan pisau yang sudah berlumuran darah itu ke arah tubuh istrinya.

Mata Gempa terbelalak lebar, ia lalu menundukan kepalanya, isakan kecil pun lolos dari bibirnya. 'A-ayah benar … akulah penyebab kak Glacier meninggal ….'

"AKH! DIA BUKAN ANAK PEMBAWA SIAL! DIA ITU ANAK SPESIAL!" bela sang ibu sambil menahan rasa sakit di tubuhnya saat ayah Gempa menusuk perutnya lagi dengan pisau.

Isakan kecil berubah menjadi tangisan lirih, Gempa benar-benar tidak tahu, apa yang harus dilakukannya sekarang?

"ANAK SPESIAL APANYA!? Kau tahu kalau Glacier meninggal karena ucapannya hah?! Kau tahu tidak?!" kembali pisau itu menusuk perut ibu Gempa yang sudah menangis meraung-raung kesakitan.

"I-itu aku t-tahu … t-tapi–"

"Ibu, ayah …?"

DEG!

Belum sempat menghabiskan kalimatnya, perkataannya sudah dipotong oleh kehadiran sosok anak kecil berusia 11 tahun bernetra emas yang sedang berjalan ke arah mereka dengan ragu.

"KAU–!"

"GEMPA! CEPAT LARI! JANGAN KEMARI!"

Wajah Gempa yang saat itu menyadari sosok 'dirinya' yang satu lagi sudah berubah menjadi pucat pasi, keringat dingin pun bercucuran melewati pelipisnya. 'Apa besok adalah hari terakhirku?'

Tapi pemikiran itu langsung runtuh ketika ibunya menahan kaki ayahnya yang hendak berjalan ke arah 'Gempa'.

"CEPAT LARI DARI SINI! IBU AKAN MENAHANYA! CEPAT!"

The Future [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang