Part 1

598 59 1
                                    

Setelah memperkenalkan dirinya pada anak di panti asuhan, Gempa memutuskan untuk duduk di kursi yang sudah tersedia di halaman panti asuhan, ia melamun, mengingat memori saat ayahnya membunuh ibunya, saat ayahnya mengejar dirinya untuk di bunuh, dan saat sang ayah mati terkena tembakan oleh polisi.

Gempa lalu melihat telapak tangan kanannya yang dibalut perban, luka akibat tusukan pisau ayahnya masih terasa sakit, tapi rasa sakit itu tidak seberapa dengan hatinya yang sudah hancur karena tak kuat menahan rasa sakit.

Gempa kembali melamun, tanpa disadarinya, ada seorang gadis mendekat ke arahnya, gadis itu duduk di sebelah Gempa, lalu turut melihat telapak tangan Gempa yang dibalut perban itu.

"Telapak tanganmu terluka? Apakah itu sakit?" tanya gadis itu, membuyarkan segala lamunan Gempa.

Gempa menolehkan kepalanya dan melihat gadis tadi tengah menatapnya khawatir.

Gempa tersenyum lalu menggeleng, "Tidak terlalu sakit, kok," tutur Gempa seraya menyentuh telapak tangan kanannya yang dibalut perban itu menggunakan jari tangan lainnya.

"Hmm … baiklah, ngomong-ngomong, namaku Khirani! Ayo berteman!" seru gadis itu seraya mengulurkan tangannya pada Gempa.

Gempa menatap tangan gadis itu sejenak lalu menyambutnya, membuat gadis di depannya tersenyum ceria.

"Ya, ayo berteman." Dan percakapan kecil itulah awal dari kehidupan Gempa di panti asuhan itu.

***

4 tahun kemudian ….

Kini, Gempa dan Khirani sudah berusia 15 tahun, biarpun usia mereka sama, tapi perbandingan tubuh mereka terlihat jauh berbeda, tinggi Gempa hanya mencapai 149 cm, sementara tinggi Khirani mencapai 171 cm, perbedaan yang sangat mencolok, huh?

Gempa terkadang merasa iri dengan Khirani, bagaimana bisa, gadis yang dulunya lebih pendek dari Gempa, sekarang justru melampauinya? Sungguh, Gempa benar-benar iri!

Saat ini, Gempa dan Khirani sedang mencuci piring setelah makan siang, wajah Gempa terlihat cemberut, ia kesal, kenapa ia tidak tinggi?

"Jangan cemberut gitu, nanti wajahmu jadi tambah imut dan para senior di panti asuhan ini akan kepincut denganmu," celetuk Khirani dengan diselangi kekehan kecil.

"Habisnya, aku iri denganmu, kau makan apasih sampai jadi tinggi seperti itu?" tanya Gempa.

"Aku makan tiang listrik, ya makan nasilah! Masa' gitu aja kamu gak tau?" canda Khirani, yang mendapat tatapan sebal dari Gempa.

"Hah … terserah saja, deh," keluh Gempa lalu melanjutkan kegiatan mencuci piring yang sempat terhenti.

Setelah selesai mencuci piring dan menaruhnya di rak, mereka memutuskan untuk beristirahat di halaman panti asuhan, Gempa duduk di atas rerumputan hijau, diikuti oleh Khirani yang duduk di sebelahnya.

"Oh, iya, Gempa, aku ingin memberitahumu sesuatu," ucap Khirani, suaranya terdengar serius.

"Apa itu?" tanya Gempa

"Besok, aku akan pergi dari panti asuhan ini," Gempa tersentak kaget taktala mendengarnya, ia langsung menoleh ke arah gadis itu.

"T-tapi, kenapa?" tanya Gempa gugup.

"Ada satu keluarga yang ingin menjadikanku anak angkat mereka, jadi, aku harus pergi dari panti asuhan ini," jelas gadis itu seraya menatap langit, mengabaikan tatapan sedih dari Gempa.

"Benarkah? Selamat kalau begitu, semoga kau senang dengan keluarga barumu nanti," ujar Gempa, lantas menampilkan senyum yang dipaksakan.

"Tenang saja, kita masih bisa saling berhubungan, kok! Lalu … jika kau mendapat mimpi masa depan lagi, beritahu aku, aku akan membantumu untuk mencegahnya." tutur Khirani, nadanya terdengar yakin.

The Future [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang