001. Terlalu Menyakitkan

3.2K 388 197
                                    


"Jika zat terlarut bersifat non-volatil  tekanan uap dari larutan akan selalu lebih rendah dari tekanan uap pelarut murni yang volatil. Secara ideal, tekanan uap dari pelarut volatil di atas larutan yang mengandung zat terlarut non-volatil berbanding lurus terhadap konsentrasi pelarut dalam larutan." Jelas seorang guru yang sedang menjelaskan di depan membuat para murid tergerak mencatat sesuai yang dijelaskan.

Berbeda dengan murid lainnya. Seorang pemuda yang duduk di meja pojok depan hanya mendengarkan dengan merekam apa-apa yang gurunya jelaskan. Tatapannya kosong entah berpusat ke arah mana. Hanya bisa memdengarkan tanpa bisa melihat bagaimana rupa gurunya yang sedang menjelaskan materi sekarang. Bagaimana wajah teman-temannya yang sedang serius mencatat materi. Pemuda itu ingin tahu.

"Oke. Setelah itu, kerjaan soal di atas ya. Jangan lupa kumpulin minggu depan," kata sang guru membuat beberapa muridnya menghela kasar merasa tidak terima. Apalagi tugasnya yang beranak pinak. Membuat otak mumet dan menghilang dari tempat bersemayamnya. "Oh iya Syahir. Ibu sudah kirim rekaman materi ibu yang tadi ya, sama soalnya juga." Katanya dengan tersenyum hangat membuat pemuda jangkung bernama Syahir Reswara itu mengangguk paham.

Teman-teman sekelasnya menggerutu dengan mencibir terang-terangan ke arah Syahir. Sama sekali tidak suka dengan keberadaan pemuda itu. Guru kimia sekaligus wali kelas merekapun terlihat melangkah keluar meninggalkan kelas dengan menyempatkan menutup pintu kelas rapat.

"Gue juga mau kali ya jadi buta biar di anak emaskan gini."

"Pura-pura buta aja. Biar tiap saat dibantuin pas ada tugas,"

"Emang kenapa gak sekolah di sekolah khusus aja sih? Nyusahin banget elah."

"Biar dikasihanin tuh. Guru-gurukan paling gak tega sama yang begini-gini. Licik banget otaknya,"

"Yang buta begini tuh gak pantes sekolah. Mendingan di lampu merah aja, pasti lumayan penghasilannya."


Syahir mengigit rahangnya kuat. Berusaha tidak menghiraukan cemohan teman sekelasnya. Pemuda itu sudah kebal mendengarkan kalimat-kalimat tidak berperasaan itu. Namun, meski sering ia dengar tetap saja masih terasa menyakitkan.

Syahir beranjak dari tempat duduknya lalu membereskan ponselnya dan memasukannya ke dalam ransel dengan meraba-raba mejanya membuat ketiga pemuda di belakang mejanya mentertawainya. Syahir memasukan tangannya mengambil tongkatnya lalu menghentakannya. Pemuda itu pun melangkah keluar dengan menggerakan tongkatnya membuat benda panjang dengan tali di ujungnya itu mengeluarkan suara seperti ketukan.

"Berisik lo buta!" Ujar salah satu dari tiga anak tadi dengan mencekal tongkat Syahir membuat pemuda itu tersungkur ke lantai dengan kuatnya. Beberapa murid yang berlalu-lalang sontak tergelak merasa lucu dengan kejadian di koridor kelas XII MIA 2 itu.

Tidak ada yang berniat menolong. Hanya menjadi penonton. Syahir mengepalkan tangannya berusaha untuk lebih kuat. Pemuda itu tidak menyangka, ternyata orang-orang bisa semenakutkan ini.


Syahir masih meraba-raba, mencari tongkatnya yang terlempar. Pemuda itu pun perlahan maju sampai ke ujung koridor hampir menubruk pilar di hadapannya. Namun, sebuah tangan menarik lengannya lebih dulu membuat ia terseok pasrah.

"Belum pulang?" Ujar sosok itu walau merunduk dan menjulurakan tangan menyodorkan tongkat pad Syahir. "Ini mau pulang." Balas Syahir dengan tersenyum samar membuat pemuda di sampingnya itu menyenggol lengannya pelan. "Elo kerja kan siang ini?" Tanyanya sembari berjalan beriringan dengan temannya itu walau sesekali memperhatikan tongkat Syahir agar tidak salah arah. "Kan kita shift bareng siang ini."

Ingin Menjadi MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang