"Aku hanya berharap aku bahagia hari ini. Dan ternyata, semuanya nampak biasa saja, sama seperti kemarin, tidak ada yang istimewa. Nyata nya, realita tidak seindah ekspetasi."
1. One
Hari ini, hari sederhana. Seperti biasanya aku melakukan rutinitas ku dipagi hari untuk siap siap berangkat kesekolah. Dan hari ini, aku bangun agak sedikit kesiangan. Nyatanya, malam tadi aku hanya bisa merindukanmu, menangisimu, bahkan berharap untuk kau kembali.
Tapi, aku sadar. Semua itu tak akan terjadi bukan? Melihat kau yang sudah tidak ingin diganggu lagi, aku bisa apa? Mungkin ini sudah saatnya aku menjadi pengagum rahasia mu lagi. Mungkin lebih baik seperti ini, lebih baik aku memendam perasaan ini daripada aku harus mengungkapkan nya seperti dulu lagi bukan? Mungkin aku akan merasakan rasa sakit lagi. Atau mungkin..rasa sakit yang lebih dalam dan lebih menusuk lagi. Aku tidak ingin itu terjadi lagi, cukup sudah ku rasa. Aku lelah. Biarlah tuhan merencanakan ini semua.
Pagi ini, dan hari ini. Aku akan melupakan semuanya, disaat aku bertemu kamu. Aku akan menganggapmu angin lalu. Bodoh, jelas jelas aku masih sangat mencintaimu. Tapi, mau bagaimana lagi? Sekarang posisiku dan status ku bukan siapa siapamu lagi. Aku hanyalah seorang mantan atau teman biasa mu? Ah..aku tidak ingin berharap lebih lagi kali ini. Semoga saja pagi ini, hari ini. Adalah hari yang membahagiakan bagiku. Iya, semoga.
***
Aku sudah siap dengan seragam sekolahku, merias diri sedikit dengan polesan bedak dan sedikit lipbalm. Iya, aku bukan gadis yang suka berdandan seperti gadis yang di luar sana. Aku hanya ingin tampil natural. Aku memperhatikan diriku di depan cermin, tanpa make up pun aku sudah cantik. Menurutku.
Kurasa sudah cukup aku memperhatikan diriku di cermin, ini saatnya aku turun kebawah untuk menyapa keluarga kecilku. Aku menuju meja makan, disana aku melihat Ayah, bunda, dan abangku. Saat sudah sampai di bawah aku langsung duduk. Untung saja tidak ada yang menyadari keadaan mataku sekarang, mataku sekarang sembab dan bengkak.
"Pagi yah..bun," sapaku.
"Abang ga di sapa ya Al?," tanya abangnya, Laskar.
"Males. Abang nyeselin,"
"Biarin ble,"
Aku tidak membalas perkataan abangku, aku hanya mangut mangut saja. Saat makan berlangsung, hanya terdengar dentingan sendok saja. Tak ada yang membuka suara, sampai seluruh makanan di piringku habis tak tersisa. Setelah nya, aku menghabiskan minumku dan berpamitan kepada orang tuaku. Menyalimi tangan orang tuaku dan abangku, setelah itu aku meninggalkan mereka sambil mengucap salam.
Ah..sudah biasa bagiku untuk berangkat menaiki angkutan umum, aku hanya ingin belajar mandiri. Dan intinya, aku tidak ingin selalu mengharapkan kedua orangtuaku. Aku tidak ingin menjadi anak anak manja seperti teman temanku. Menurutku, mereka semua hanya bisa foya foya saja. Tidak bersyukur atas apa yang telah allah berikan kepada mereka. Kadang, aku juga melihat mereka menghambur hamburkan uang dijalanan. Huft, sungguh sangat tidak patuh di contoh batinku.
Sekarang aku sudah sampai di depan gerbang, aku berniat. Aku harus siap melihatnya, aku harus berusaha untuk melupakannya. Semoga, ia tidak menyadari keadaan ku seperti dulu. Saat kami berdua belum saling mengenal.
Aku berjalan disepanjang koridor dengan tatapan datar, tak menghiraukan omongan siswi siswi lain yang menganggapku aneh.
Di kelas, aku langsung duduk ditempatku dan menelungkupkan kepalaku diantara kedua tanganku. Aku menangis, setetes demi setetes air mata turun. Bisakah aku menahan diriku? Aku tidak tau apa aku bisa menahan gejolak rindu didalam hatiku, semoga usahaku saat ini tidak terasa sia sia. Aku hanya perlu banyak berdoa kepada tuhan, agar semua yang tidak aku inginkan tidak terjadi saat ini. Aku sudah terlalu sakit, aku rapuh, aku lelah dengan semua ini. Aku hanya ingin melupakannya. Namun, semakin aku berusaha tuk melupakannya. Semakin membuat diriku lebih mencintainya. Ah..aku menangis lagi, sia sia rasanya menangisi orang sepertinya. Aku bodoh, iya bodoh. Aku memperjuangkan dia yang tidak mengharapkan keberadaan ku. Aku bisa apa? Sudahlah, kurasa sudah cukup. Aku mengangkat muka ku dan segera menghapus jejak air mataku, aku langsung memasang senyuman palsu yang biasa aku tunjukkan.
Ternyata. Yang aku harapkan hari ini. Tidak terjadi. Nyatanya, realita tidak seindah ekspetasi.Alisha Khaira Wilda.
"Mungkin aku harus terbiasa dengan semua ini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Eventually
Teen Fiction"Aku mengenalmu hanya dengan satu nama. Nama yang membuatku merasakan sayang secara tiba-tiba. Entah kamu sebut aku perempuan sinting, aneh, gila atau apapun itu, aku tidak peduli. Aku suka, tidak kurang tidak lebih."