#3 Mendekap Duka

4 0 0
                                    

Fajar mulai meyingsing dari ufuk. Silaunya menikam tajam di tatapan. Kicauan burung berselamat pagi. Embun pun merebahkan diri di dedaunan. Dan kita, belum dipertemukan.

Hari-hari berjalan seperti biasanya. Di sekolah, duduk manis memfokuskan diri kepada sang pahlawan tanpa tanda jasa. Pena berputar-putar di jemariku. Kuku mengetuk-ngetuk meja. Sesekali menggaruk kepala sebab bingung dengan materi pembelajaran. Menoleh ke kiri, ke kanan, ke belakang, bercerita bersama kawan perihal sepak bola yang telah berlaga semalam. Sesekali pula kami berbincang masalah kartun jepang "Boruto" yang akhirnya tayang, bukan hentai tentunya.

Pernah sekali di kelas, saat aku menyangka guruku diam sejenak tuk mengistirahatkan diri dari seraknya suara penjelasan. Aku meminta kawanku untuk mencari kutu di sela-sela ribuan rambutku sembari bertukar canda. Yah sekadar untuk mengalihkan diri sejenak dari konfigurasi elektron yang mengoyak pikiran.

Ternyata guruku pada saat itu berhasil menangkap ulah kami. Ia tanpa ragu membentak sebab pikirnya kami tak memerhatikan penjelasannya. "Kalian! Bukannya memerhatikan saya memaparkan, malah sibuk mencari kutu disitu. Kalau mau mencari kutu silakan di luar, di sini tempat belajar!". Yah, bagaimana. Mau tak mau getir harus kupeluk agar tingkahku terlihat kecewa dan agar bisa tertidur tenang di malamnya. Kami basah kuyup oleh rasa malu. Walau sebenarnya kami tetap memerhatikan, kami tak berani tuk melawan balik. Sepatah kata pun tak terucap dari mulut. Dan pada akhirnya, rutinitas pembelajaran kembali diteruskan. Terima kasih Tuhan, Engkau selalu baik disetiap ladang khawatir. Kami tak menerima hukuman apapun, hanya rasa malu yang berkelana dalam batin.

Lalu fokusku ambruk pada suatu detik. Seseorang meneriaki namaku dari luar kelas. Dengar-dengar suaranya selayak perempuan. Tapi entah siapa, aku tak mengenali suaranya. Sejauh apapun aku mengejar jawaban, pada akhirnya aku berhenti di setiap tanda tanya. Yah, karena tak mendapat petunjuk lain, aku abaikan saja. aku memasrahkan penasaran kepada takdir yang akan memberikan jawabannya di suatu peristiwa.

Lalu detik habis ditelan tanya. Lembaran yang seharusnya terisi oleh ayat-ayat pembelajaran masih kosong bak kursi tikus di gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

Alarm sekolah akhirnya menggetarkan badannya. Memberitahukan kepada seluruh pelaku pengajar dan pelajar bahwa jam pembelajaran hari ini telah usai. Sebelum kami beranjak dari kursi sambil mengemban tas. Pemimpin kelas bersorak kepada seluruh bawahannya untuk memohon doa kepada Sang Maha dengan dalih agar pengetahuan yang kami terima pada hari ini tak luput gugur dari ranting-ranting pemahaman. Kelak kami akan menjadi sosok yang mendapat gelar penting. Dan menopang gelar itu bukan dengan niat merasa hebat, tetapi dengan niat tanggung jawab.


ig : eyd.muhammad

Mendekap DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang