#2 Mendekap Duka

7 0 0
                                    

Badan kurus, kulit hitam, tubuh pendek, otak jebol, suara melengking, wajah jerawatan, dan berbagai kekurangan lain terpapar jelas pada diriku. Itulah aku dengan segala kejelakannya. Ku harap sepaket kejelekan ini hanya terpatri di mata para manusia, tidak kepada Sang Maha.

Berbeda, sahabatku. Segala timbal balik dari kejelekanku ada pada dirinya. Gagah, putih, tinggi, pintar, wajah berseri dan segala kelebihan lain memihak kepadanya. Di hari pertama bersekolah ia telah dilingkari gadis indah beserta sebangsanya. Apalah daya, aku hanya menatap dari kejauhan. Mendengar sorak-sorak perkenalan dari mereka kepada Sang Pujangga baru di sekolah.

Gemuruhpun terdengar, sepertinya cacing dalam perut sedang demonstrasi menuntut makan. Kuletakkan buku di sudut meja, bangkit dari kursi, lalu keluar dari ruang kelas, berjalan di koridor, menuruni tangga, hingga sampailah aku di kantin bahagia. Orang-orang melintas, keluar masuk kantin dengan mengubah uang saku menjadi sepaket makanan untuk dilahap di kelasnya. Tak sedikit pula yang mencerna makanannya dengan menetapkan diri di kantin sembari terbahak bersama kawanannya entah apa yang sedang ia bicarakan. mungkin saja gurunya yang sibuk membahas kisahnya dahulu semasa kuliah, atau temannya yang sedang berbuat jahil, atau mungkin saja seorang gadis yang mencuri pandangannya.

Aku mencoba menyelinap di sela-sela keramaian. Sesekali aku tak sengaja, menginjakkan kaki di atas kaki orang lain dan menyenggolkan bahu di bahu orang lain. Bahagia di atas penderitaan orang lain memang begitu menyenangkan. Sampailah aku di hadapan ibu kantin yang tengah sibuk memenuhi permintaan orang banyak.Lalu aku bersorak, hanya meminta sebotol air mineral untuk menghilangkan dahaga dan tak lupa roti dengan taburan seres manis diatasnya. Kemudian, aku kembali ke kelas.

Beberapa minggu telah berlalu sejak hari penyambutan siswa baru. Aku mulai memberanikan diri untuk berbincang dengan kawan baru, sesekali aku melemparkan lawakan untuk memecahkan keheningan di ruang kelas.

Gelap telah melahap terang secara perlahan. Tak heran mengapa bulan tak pernah malu mengunggah dirinya di setiap malam. Sebab, akan selalu ada bintang yang turut menerangi di kegelapan. Walau terkadang ia hanya sekejap berpijar, sebab gumpalan awan menutup keindahan itu. Apalagi dengan menjatuhkan berbagai memori indah beserta jutaan tetesan air yang akrab disebut hujan menempel di kaca jendela seolah berbisik untuk mengenang berbagai masa.

Dering telepon mengoyak lamunanku. Terpampang di BBM-ku (Blackberry Messenger) ada kontak yang entah siapa mengirim pesan dengan kata "Add back, ..." diteruskan dengan namanya. Tentu batin ini bertanya-tanya. Untuk lebih jelas aku membuka foto profil yang ia unggah, menatap sejenak, lalu aku tahu. Ia adalah salah satu perempuan di sekolah yang seangkatan denganku. Karena malas untuk berkomunikasi, aku iya kan saja untuk tidak memperpanjang percakapan.


ig : eyd.muhammad

Mendekap DukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang