Chapter 1

6 1 0
                                    

[Vio Pov]

"Kak, kamu baru pulang nak ?" Ujar seorang wanita dari dalam rumah.

"Iya, kakak baru pulang mah. Kakak langsung naik ke kamar ya mah, mau mandi. Gerah banget"

"Ya sudah, mama mau masak buat makan malam kita dulu, nanti kalau kamu sudah selesai mandi, langsung turun ya, bantu mama siapin makan malam. "

"Oke mah, Kakak naik dulu ya mah"

Mama Rianti atau lengkapnya Rianti Wimala, seorang pegawai negeri sipil di sebuah kantor dinas sekaligus seorang ibu untuk 3 anaknya. Mama selalu mengusahakan pulang tepat waktu supaya mama bisa mengikuti tumbuh kembang semua anaknya. Sebagai wanita kantoran sekaligus ibu rumah tangga membuat mama harus mengeluarkan tenaga ekstra. Bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan serta bekal untuk makan siang, lalu lanjut bekerja hingga pukul 4 sore, sampai rumah pun mama harus membersihkan rumah serta menyiapkan makan malam. Tak jarang, untuk menghindari lembur di kantor, mama akan membawa kerjaan kantor pulang ke rumah. Kalau sudah begitu, mama akan mengerjakan tugas kantor disaat anak-anaknya sudah tertidur. Begitulah malaikat di keluarga Rinjani.

"Mah, kakak bisa bantu apa ?"

"Kamu siapin mangkok sama piring-piring di meja makan ya, masakan mamah sudah mau beres nih."

Terkadang aku merasa menjadi anak yang tidak berguna, tidak bisa membantu mamah mengambil alih pekerjaan rumah. Mamah melarangku untuk membantu melakukan pekerjaan rumah yang sekiranya menyita waktuku. Mamah memaklumi karena aku harus menggunakan seluruh waktu luangku untuk mempersiapkan Ujian Nasional, segala macam tryout dari sekolah, persiapan SBMPTN apabila aku gagal di SNMPTN, ya begitulah sekilas perjuangan anak kelas 12. Mamah meminta agar aku fokus mempersiapkan itu semua.

"Kak, suruh adek-adek kamu mandi ya."

"Oke mah"

Adik-adikku. 2 anak kecil yang selalu membuat rumah ramai. Si kembar yang berusia 13 tahun, mereka duduk di bangku kelas 7. Rina Aqueena Rinjani dan Dina Aqueena Rinjani. Si kembar yang tiada hari tanpa bertengkar memperebutkan sesuatu, entah itu alat tulis, baju, sepatu, dan masih banyak lagi. Sikap kekanakan mereka membuat mamah harus memberi perhatian lebih banyak ke mereka dibandingkan aku. Itu aku maklumi, sebagai anak pertama sudah seharusnya aku mulai mandiri, tidak terlalu manja kepada kedua orang tua.

"Dek, kalian disuruh mandi sama mamah"

"Bentar kak, si Dina ngumpetin sikat gigi aku." Yang ternyata itu si Rina

Berulah lagi

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Terdengar deru mobil memasuki pekarangan rumah. Seorang pria berbalut jas memasuki rumahku. Yaps, itu papaku, Bhagaskara Putra Rinjani. Mama menghampiri papa sekaligus membantu papa membawa tas kerjanya. Ya begitulah pemandangan keseharian keluargaku di rumah.

"Kak gimana sekolahmu ?" Ujar papa saat kami sekeluarga sudah duduk di meja makan.

"A --"

"Papa, tadi aku sama Dina bisa jawab ulangan loh pah, dapet seratus." Ujar Rina.

"Pah tadi bekal aku jatuh, untungnya ada Rina pah. Dina makan bareng sama Rina, pake bekalnya Rina hihi."

"Wah pintar-pintar anak papa, besok kalau ada ulangan lagi harus dapet seratus ya. Papa bangga sama Rina, kalian harus saling akur ya, apalagi kalian kembar" ujar papa sambil melanjutkan makan malamnya

Hening

Papa melupakan pertanyaannya yang belum aku jawab.

Selalu seperti itu. Aku tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk menceritakan keluh kesahku. Hal biasa yang lambat laun membuatku melupakan hak-hak aku sebagai anak yaitu mendapatkan perhatian melalui ungkapan keluh kesah sang anak pada orang tua. Aku mengorbankan diriku demi si kembar. Membiarkan waktu orang tua yang seharusnya ku gunakan untuk berkeluh kesah, tapi kuberikan pada si kembar. Sebagai anak pertama, ku biarkan si kembar yang menguasai seluruh perhatian orang tuaku. Dan sebagai anak pertama, ku biarkan seluruh keluargaku, terutama adik-adikku bahagia.

"Kakak sudah selesai makan. Kakak ijin ke atas duluan ya."

"Jangan lupa belajar kak, tidur jangan kemaleman ya. Besok sekolah." Ujar mama

Perhatian seperti itu sudah cukup buatku. Tapi tanpa aku ketahui, hatiku berteriak mengatakan bahwa itu tidaklah cukup. Karena aku, si anak pertama, si pembawa beban besar.

Ku tutup pintu kamarku, tak lupa ku kunci. Segera ku berlalu ke balkon kamar, duduk memandangi langit malam.

"Dunia, tadi aku mau bilang ke papa kalo aku ada sedikit masalah di sekolah. Tapi di potong sama si Rina. Huft"

Tak ada jawaban

"Dunia, aku mengalami sebuah masalah, kecil sih. Cuma itu cukup mengganggu persiapan ujianku."

Tak ada jawaban

"Oh iya dunia, kalau aku lolos SNMPTN, apakah papa mama bangga sama aku ?"

Tak ada jawaban

"Aku pengen curhat deh sama mama. Tapi pasti si kembar yang lagi curhat sama mama."

Tak ada jawaban

"Dunia, aku kadang capek jadi anak pertama. Aku capek harus ngalah sama si kembar, aku capek kalau ngelakuin apa-apa selalu sendiri."

Tak ada jawaban

"Aku pengen egois buat ngambil perhatian mama papa, barang semenit aja. Jahat banget ya ?"

Tak ada jawaban

"Dunia, makasih sudah mendengarkan curhatanku. Sampai jumpa besok pagi."

Hening

Ya, aku tau jika berkeluh kesah dengan dunia, akan seperti ini. Namun, berbicara dengan dunia membuatku lega, walau aku tidak mendapatkan sebuah jawaban dari segala keluh kesahku. Setidaknya hatiku sedikit ringan setelah meluapkan semua yang ku rasakan. Walau tidak menutup kemungkinan, apabila ada orang lain yang melihat, aku akan dikatakan seperti orang gila.

Ku tutup pintu balkon dan beranjak menuju meja belajarku.

"Huft, semangat Vio. Sebentar lagi perjuanganmu sebagai murid kelas 12 berakhir." Batinku.

Ku lirik jam yang menempel di dinding kamarku, sudah pukul 8 malam. Segera aku mengambil buku untuk ku pelajari. Mencicil bab per bab selama sehari membuatku tidak kelimpungan ketika di hadapkan dengan berbagai soal. Ku arahkan pandanganku ke sisi kana meja belajarku. Deretan piala dan medali menambah semangatku untuk belajar.

"Aku yakin, aku akan lolos SNMPTN dan membuat mama papa bangga sama aku."

Tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, waktunya aku mengistirahatkan tubuh ku. Tubuh yang lelah selama ini ku paksakan untuk menjalani hidup yang keras.

"Selamat malam mah, pah, kembar, dan dunia. Istirahat yang nyenyak hati, otak, dan tubuhku. Maaf sudah menyiksa kalian dengan kehidupanku. " gumamku yang selalu ku katakan setiap akan tidur.

------------------------------------------------------------------
Helooo kembali lagi bersama penulis abal-abal ini.

Seperti biasa, jangan lupa tekan bintang sebagai bentuk apresiasi kalian ya, hihi.

Tak bosan aku meminta kritik, saran, dan masukan dari kalian.

Aku paham mungkin sebagian dari kalian menganggap ini sangat klise. Aku pun tak menyangkal itu. Aku hanya ingin menuangkan apa yang ada dipikiran aku.

Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca cerita ini.

Salam Hangat,
Ari Trisma D.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia, Masihkah Kau Bersamaku ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang