KARMA 5: Misteri dan Rahasia Arsyad 1

2.1K 39 0
                                    

"Jer, aku mau curhat nih..."

"Hmm..." jawabku.

"Apa malam minggu ini kamu mau main ke rumahku?" tanya Arsyad melalui telepon.

Tentu saja aku tidak menolak undangan sahabatku. Selain aku juga tidak ada acara khusus dengan Om Bara. Yah, buat Om Bara malming dan minggu adalah milik keluarga kalau tidak ada acara ke luar kota. Hubungan Om Bara dan Mbak Angel memang naik turun. Ah, mungkin kedatangan Arsyad bisa memperjelas info tentang mbak Angel dan arisan brondong waktu itu.

Tiba di rumah Arsyad aku bertemu dengan ibunya.

"Ooo ini anak bu Neti yang kamu ceritakan itu ya..."

Aku hanya mengangguk dan tersenyum saja. Bahkan ibu Arsyad masih mengingat nama ibuku. Ekspresi ibu Arsyad agak aneh, seperti kurang senang. Entah apa salahku.

Segera Arsyad mengamit aku dan menyeret ke kamarnya.

"Kusut begitu? Kenapa syad?"

Arsyad menghempaskan diri di tempat tidur dan menghembuskan nafas panjang. Seakan dengan hembusan itu dia berharap segala gundah dan masalah yang ada akan lenyap walau hanya sebentar.

"Masalah dengan bf kamu lagi?"

Arsyad menggeleng.

"Aku sudah tidak ada hubungan dengan manusia tak berguna itu lagi" ujar Arsyad jijik dan memandang mataku tajam.

Matanya mengatakan supaya aku tidak membicarakan bf yang sangat dibencinya. Kalimat terakhir adalah titik bagi pembahasan itu. Arsyad memiliki masalah lain yang sama berat atau lebih berat dari sekedar masalah dengan bfnya.

"Ini tentang manusia tak berguna yang lain, ayahku..."

Di pertemuan sebelumnya, sewaktu Arsyad menginap beberapa hari di kostku, dia sempat menceritakan kalau keluarganya menanggung banyak hutang karena ayahnya. Dia harus membiayai kuliah sendiri juga karena ayahnya. Ibunya sebenarnya sudah berpisah lama dengan ayah, namun tidak dicerai. Ibu Arsyad meyakini kalau suatu saat ayahnya akan sadar dan kembali ke jalan yang benar. Keyakinan itu membuat dia dan keluarga menderita. Selain harus membantu melunasi hutang maka ibu harus memberi sebagian pendapatannya bagi ayah Arsyad.

Semenjak meninggalkan rumah, Ayah Arsyad sesekali datang untuk meminta uang dan menyerahkan tagihan. Selalu begitu tanpa pelukan untuk anak apalagi istrinya. Setelah ayah meninggalkan rumah pasti ibu selalu menangis sesenggukan.

Arsyad pernah meminta untuk memutus hubungan keluarga dengan Ayah saja daripada Ibu selalu disusahkan. Namun ibu justru memarahi Arsyad dan menyuruh Arsyad hormat pada ayah. "Ayah jahat begitu mana perlu dihormati!" balas Arsyad. Tetapi justru tamparan yang didapat. Semenjak itu Arsyad tidak mau memikirkan dan membicarakan Ayah yang tidak disukainya. Namun kini lain...

"Kemarin dia menemuiku di depan kampus... kukira dia ingin kembali..."

Arsyad terdiam lagi sejenak. Meski benci tapi jelas terpancar kerinduan yang mendalam pada sosok seorang Ayah.

"Wajahnya sudah tampak tua dan pakaiannya pun kumal.. aku duga dia kerja sebagai pemulung..."

Aku sama sekali tidak bisa menangkap arah pembicaraan Arsyad kali ini.

"'Kalau kerja yang betul!' begitu sambil menamparku.." Arsyad memegang pipi kanannya seakan baru saja dapat tamparan.

Mungkin sakitnya masih terasa, lalu dia menambahkan.

"'jangan jadi pelacur!!' begitu bentaknya..."

"Pelacur apa? Jangan sembarangan kalau ngomong"

"Ke Bogor kemarin apa?" bentak Ayah Arsyad dengan tatapan kemenangan. Skak mat!

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang