Karma 6: Misteri dan Rahasia Arsyad 2

1.6K 31 0
                                    

"Sudah jangan kamu hubungi lagi anak saya.." jawab mama Arsyad di seberang sana.

"Bu, ini menyangkut masalah suami ibu juga... ayah Arsyad"

"Kalau begitu katakan saja sekarang..."

Sangat tidak kondusif kalau berbicara dengan orang yang dilanda emosi. Mama Arsyad sangat tidak suka pada ibuku dan aku. Dia menganggap kamilah perusak rumah tangganya. Aku memahami, mungkin kalau di posisi dia aku juga melakukan hal yang sama. Meski hubunganku dengan Om Bara lebih dari sekedar kenalan, aku berharap semua tidak merusak rumah tangganya.

"kok diam? halo?! Halooo.." nadanya mengayun.

"Hmm lebih baik saya bicara dengan Arsyad supaya lebih leluasa..."

Bodohnya aku juga tidak menunggu hape Arsyad aktif. Aku kurang sabar. Akibatnya waktu telepon ke rumah yang angkat si tante jutek itu.

"Telepon hapenya saja"

Tiba-tiba dia menutup telepon. Dasar ibu stres!!
***

Akhirnya berhasil juga menelepon Arsyad sorenya.

"Begitulah Syad... karena gangguan ini semakin sering aku minta pertolongan sekali sama kamu. Siapa lagi yang bisa membantu?" rayuku.

Gangguan yang kumaksud adalah Ayah Arsyad yang terus mendatangi ibuku. Sementara ibuku merasa ... boleh dikatakan agak ketakutan, seperti diteror. Ayah Arsyad mengetahui kalau ibuku sudah menjadi janda sehingga ia ingin melanjutkan kisah cintanya yang sempat tertunda pada masa lalu. (Baca KARMA 5, penulis)

"Apapun yang bisa kulakukan, akan kulakukan buat kamu, Jer"

"Bagaimana kalau besok sore kamu ke rumahku? Sekitar jam 4 sore sekalian ajak ibumu. Tapi jangan masuk rumah dahulu, aku takut ibu kita akan bertengkar dan mengacaukan semua. Mengerti Syad?"

"Wah mirip adegan di termehek-mehek nih... perlu kamera tidak?"

"Yang penting kamu harus ikuti instruksiku ya..."

"Seperti biasa sob. You know me lah..."

"Harapanku tidak muluk-muluk kalau bisa dia tidak mengganggu lagi ibuku. Semoga saja dia bisa sadar dan kembali ke keluarga kalian..."

"Cih.."

"Kenapa Syad..?"

"Ga papa... ini ada serangga masuk mulut"

Aku tahu Arsyad menafikan harapan terakhir. Hatinya tertutup bagi Ayahnya ...
***

Paginya aku briefing singkat dengan adik dan ibu di meja makan.

"Yang penting ibu tenang jangan terpancing emosi..." begitu inti arahanku.

Adikku si Putri dapat peran pembantu untuk berjaga-jaga menghubungi pak RT kalau terjadi keributan tak terkendali dan warga berkerumun. Aku juga sudah memerintahkan dia untuk menyiapkan nomor telepon Ambulans dan Polisi kalau saja ada yang kalap. Kami bermain emosi yang mungkin tidak bisa dikendalikan. Hmm pengen tau kru termehek seribet ini gak ya?

Untung saja kuliahku agak siang dan tidak banyak hari itu. Setelah sarapan dan briefing aku segera meluncur di kampus. Namun segala yang akan terjadi sore nanti membuatku tidak bisa konsentrasi dalam mengikuti yang dikatakan dosen. Aku merasa perlu saran orang yang lebih dewasa dan lebih berpengalaman.

Om BARA... ya tiba-tiba saja nama itu mencerahkanku. Segera saja kubuat janji ketemu hari itu juga. Sebenarnya Om Bara sibuk, namun aku katakan kalau ini sangat urgent dan perlu bertemu. Dia menyetujui bertemu di sebuah hotel di kawasan elit kota. Dia juga akan bertemu klien di sana sore harinya.

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang