Kasih Tak Sampai

13 2 0
                                    


Lama aku mengamati mereka. Tak ada yang terjadi. Diam membisu. Tak menoleh sedikitpun. Sungguh apa sebenarnya yang mereka pikirkan? Berdiam diri tanpa saling menyapa seolah tak saling mengenal. Atau sebenarmya mereka memang tak saling mengenal? Entahlah. Yang kutahu si dia selalu datang berkunjung meski tak mengucapkan sepatah katapun. Sementara perempuan muda itu hanya melihat sekilas kemudian memalingkan muka. Begitu setiap hari. Sampai bosan aku mengamati mereka.

Baiklah. Aku akan bercerita. Sebenarnya memang aku punya harapan. Ya, aku berharap terhadap sesuatu yang bukan menjadi hakku. Aku ingin mereka bersama. Apa salahnya? Hei, tak perlu mengernyitkan dahi. Aku sudah bilang kan, memang aku berharap sesuatu yang bukan hakku. Tapi itukan hanya harapan. Aku tak pernah memaksa mereka. Apa yang salah?

Aku tahu pasti si dia menyukai perempuan cantik itu. Lebih dari sekedar suka biasa. Setiap hari datang menyapa hanya untuk tak digubris sama sekali. Betapa kokoh hatinya. Betapa tabah dirinya. Bukan hal yang mudah untuk melakukan sesuatu yang tiada hasil terus menerus, Mungkin belum. Selama 47 hari. Ya, aku menghitungnya. Kenapa? Jangan tersenyum sinis! Aku melihat itu. Si dia benar-benar contoh pecinta sejati. Menjaga cinta berhari-hari lamanya meski tak sanggup mengungkapkannya.

Lalu apakah si cantik itu membencinya? Bisa iya ataupun sebaliknya. Perempuan mana yang tak benci selama 47 hari berturut-turut didatangi, dengan tanpa sepatah katapun. Hanya pandangan berharap tanpa suara. Aku bisa merasakannya. Aku pun benci bila diposisinya. Tapi, hei, lihatlah dia selalu datang menyambut kunjungan itu. Meski dengan wajah muram dan melempar wajahnya kelain arah. Apakah sambutan itu sebatas simpati, kasihan, atau bahkan mungkin sebuah ungkapan ketidaksukaan?

Jika tak suka kenapa tak bilang saja?

Aku benar-benar benci di posisi ini. Tak ada yang bisa kulakukan. Hanya mengamati mereka. Sambil terus menghitung hari. Mungkin 13 hari lagi? Atau 53 hari lagi? Atau bahkan selamanya? Aku benar-benar bosan dan benci situasi ini.

Baiklah, memang salahku mengurusi hal yang jelas-jelas bukan urusanku. Tapi bukankahn itu menyenangkan? Semua orang juga begitu. Sangat menyenangkan menghabiskan waktu hanya untuk mengurusi hidup orang lain. Kita sama. Kita semua sama. Betul? Ngaku saja. Atau memang aku saja yang begitu. Entahlah. Hmmmm.

Pagi ini aku melihat mereka lagi. Kulihat wajah cantik itu tersenyum tipis. Sangat tipis. Nyaris tak terlihat. Sementara si dia sedang tak melihatnya. Sial. Kenapa sungguh tak tepat waktunya? Apa memang sengaja ia menyembunyikan senyum itu? Pasti benar begitu.

Tak berapa lama ada yang datang. Tampak gagah dan menyenangkan dipandang. Berlalu begitu saja melewati si dia yang tampak lelah. Sudah tak diragukan lagi apa tujuan kedatangan si pendatang baru ini. Aku melihatnya dengan jelas. Tersenyum manis menawan sembari menggumamkan kata-kata indah. Perempuan mana yang tak kan terpesona? Sudah kuduga.

Kuakui si tamu tak diundang ini memiliki pesona. Sebenarnya si dia pun memiliki pesonanya sendiri. Namun aku tau pasti, perempuan satu ini memiliki ketertarikan pada sosok yang tak hanya diam membisu. Yang pasti-pasti saja kan... Kupikir begitulah yang dipikirkannya. Aku jadi teringat teman kakakku, yang memiliki pacar seorang lelaki menyenangkan untuk ditatap, namun tak bisa bekerja keras. Mempertahankan pesona tanpa mau berusaha. Akhirnya si teman kakakku itu menikah dengan seorang duda tua pengusaha mebel ternama. Kurasa itu penting.

Lama aku mengamati mereka bertiga. Si dia masih diam membisu ditempatnya sambil memandang lelah pujaan hatinya. Sementara yang dipuja mulai terpesona pada tamu barunya. Dan pada akhirnya kalian tau akhir ceritanya. Si dia ditinggalkan begitu saja, menatap pasrah pujaan hatinya melenggang bersama yang lain. Tamu tak diundang yang tau bagaimana memperlakukan perempuan.

Akupun menyerah.

Tak tega si dia yang tampak pasrah tanpa kata, kuambilkan beberapa makanan dan minuman untuknya. Kutuang beberapa genggam whiskas ke mangkuk yang biasa digunakan si cantik. Kusodorkan padanya. Si dia menggumam pelan, memakannya beberapa dan menggelayut manja di kakiku. Baiklah, aku tau. Dia butuh kenyamanan. Kuputuskan untuk duduk sedikit lama disampingnya sambil mengelus bulu-bulunya yang putih dan halus. 

Bayung Lencir, 12 Mei 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kasih Tak SampaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang