6

25 5 9
                                    

Lagi. Asta kembali tersungkur, rambutnya dipenuhi dedaunan. Membiarkan kulit putih lembut itu tertusuk ranting-ranting kecil semak. Yaampun, menyebalkan sekali. Terhempas oleh liukan angin sendiri membuat amarah menggumuli hatinya. Asta bangkit dengan gaun yang menyeret beberapa ranting daun yang patah.

Jika kali ini gagal lagi, Asta akan memaksa Arron untuk pulang. Lebih baik berkubang dalam ranjang seharian daripada menarik ulur emosi seperti ini. Memejamkan mata, gadis itu menarik nafas dalam. Sebaris mantra ia rapalkan. Angin bergulung tidak terlalu besar tapi cukup untuk mematahkan ranting-ranting muda. Belajar dari kesalahan sebelumnya kali ini fokusnya bertambah. Arron bilang dia hanya perlu mengendalikan arah angin tersebut dan itu tak semudah yang ia ucapkan. Pikiran Asta mengintrupsi angin itu untuk tetap diam ditempat tapi yang terjadi sebaliknya. Daun-daun kering berserak, melayang kemudian menerpa wajah Asta dan itu sangat menyebalkan, fokusnya mudah sekali goyah. Terhempas kemudian tersungkur kembali. 

"Aww." Punggung Asta terasa kebas. Kali ini ia menghantam pohon. Sedangkan disana Arron sama sekali tak peduli. Dia sibuk dengan kegiatannya sendiri tak mengawasi Asta seperti sebelumnya.

Arron melirik sekilas lalu kembali tertunduk. Seakan tuli akan rintihan Asta. Hatinya sekeras batu pantas saja sulit tergerak.

Pria itu menoleh kala rumput disekitarnya bergoyang lembut. Mendapati Asta yang tengah duduk Arron mencuramkan kedua alisnya.

"Aku tidak menyuruhmu berhenti."

"Aku lelah Arron, angin itu sangat keras kepala." Jawaban Asta tak cukup membuat pria itu berhenti menyanggah.

"Cobalah lebih keras!"

Bukannya berdiri gadis itu lebih memilih bertanya. "Itu buku apa, Arr?"

"Bukan apa-apa." Arron menjawab cepat. Ucapan Arron membuat bibir gadis itu berkerut lembut. Baiklah, Asta memilih memperhatikan Arron yang kini tengah membaca buku tersebut sejurus kemudian memejamkan mata, dan oh...sepertinya dia juga tengah merapalkan mantra. Tanpa suara tetapi gerakan bibir Arron cukup membuat Asta mengerti.

Membuka mata, Arron kembali membaca buku. Sepertinya ada yang tengah kesulitan di sini. Asta menahan diri untuk tidak terkikik. Pria itu bisa dengan mudah memerintah orang untuk selalu berhasil, tetapi dirinya ... lihatlah dia bahkan sama seperti Asta mempunyai kendala dalam mantra. Jika sekali lagi gagal Asta dengan senang hati menertawakannya.

Sial, Arron merutuk dalam hati. Gagal lagi, gadis itu sulit disentuh. Tawa rikuh Asta membuat wajah Arron memerah. Yeah, akhirnya Arron merasakan apa yang Asta rasakan. Kekesalan itu tampak jelas dalam raut dingin Arron. Seperti mendapatkan enam mata dadu, lelah Asta terbalaskan. Ini seperti hiburan lebih menyenangkan dari sekedar lelucon.

"Cobalah lebih keras, Arr!" Asta kembali menirukam ucapan pria itu sebelumnya.

Tawa Asta mengelegak untuk beberapa saat memenuhi pendengaran keduanya. Namun seketika tawanya terhenti. Bukan karena Arron marah bahkan ia sama sekali tak terganggu. Hanya saja tiba-tiba punggungnya terasa terbakar, panas dan perih. Asta yakin dia hanya terbentur tapi kenapa rasanya sesakit ini bahkan lebih dari yang pertama kali. Panasnya semakin menjalar. Bukan hanya itu paru-parunya tiba-tiba sesak. Asta meraup udara sekitar sebisa mungkin. Namun yang ia rasakan sebaliknya paru-parunya semakin terhimpit. Tangannya ia gerakan berusaha menarik jubah Arron. Sialan, pria itu tetap memejamkan mata. Persetanan dengan mantra yang ia pelajari. Asta tidak menyangka jika ajalnya datang secepat ini. Buku-buku jarinya semakin memutih bahkan bibirnya perlahan membiru. Sepertinya ini akhir dari hidupnya. Dan sebelum jiwanya benar-benar melayang-

"Asta?"

Fyuhhh

Semuanya kembali normal. Paru-paru Asta  berfungsi lagi dia bahkan bisa merasakan tarikan nafasnya yang nyata. Perih dan panas dalam punggungnya pun perlahan menguar tak bersisa. Saat ia raba tak ada luka apa-apa. Lalu apa yang terjadi?

Princess Of ShyponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang