CHAPTER 12 : Back in Dallas, Texas

88 7 0
                                    

Setelah kembali menapakkan kakinya kembali di Dallas, Isle langsung pergi menuju apartemen barunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah kembali menapakkan kakinya kembali di Dallas, Isle langsung pergi menuju apartemen barunya. Masalah di Inggris sudah lumayan beres, setidaknya. Mateo telah kembali ke Istana setelah percakapan kurang lebih 3 jam lewat telepon bersama Isle. She knocked him some common sense. Meyakinkan pangeran mahkota itu bahwa kedua orangtua mereka akan berusaha menerima hubungan dirinya dengan Gladys. Padahal, itu semua hanya alasan saja. Tidak dalam seribu tahun pun mereka akan merestui hubungan itu. Gladys terlalu banyak drama dan tidak cocok menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Terlebih kebiasaannya itu yang selalu memberitahu media tentang hubungannya dengan Mateo, seolah hanya mencari ketenaran saja. Untungnya hal tentang perginya Mateo dari Istana belum sampai ke media maupun publik, bisa bisa hancur semuanya.

"Perginya Pangeran Mahkota Inggris dari Istana akibat hubungan yang tidak direstui dengan kekasihnya, Gladys Gregory."

Skenario dan headline terburuk yang telah hinggap di kepala Isle itu kembali muncul ke permukaan. Bayangkan bagaimana buruknya perbincangan publik, belum lagi media di seluruh dunia yang tentu akan menjadikan berita ini sebagai trending topic.

Tidak...tidak. Semuanya telah baik-baik saja, Isle telah menanganinya dengan lancar. Bahkan ia telah mengutarakan ajakkannya untuk Gladys tinggal di Istana bersama Mateo. Bukan ide yang bagus tentunya, namun apa boleh buat? Semoga saja Mateo tidak benar-benar mengiyakan ajakan palsunya itu dan membawa Gladys tunggal di Istana.

Otaknya yang kerap dipenuhi tentang permasalahan Istana membuat Isle hingga lupa tentang sesosok Caleb Carson. Pria berambut pirang gelap dengan mata biru yang hampir menyerupai abu-abu itu kembali menghuni pikirannya.

Menghempaskan tubuhnya ke sofa di apartemen barunya yang tentu sudah dilengkapi berbagai perabot, Isle mengedarkan matanya ke sekeliling. Pilihan Amalia—ibunya, untuk membatalkan penyewaan apartemen sebelumnya ternyata sangat tepat. Di sini, selain berada di tempat yang lebih strategis, Isle juga dapat merasakan suasana yang entah mengapa lebih nyaman. Tak kalah dari itu, pemandangan kota Dallas yang dapat terlihat jelas dari jendela besar sungguh membuat Isle takjub.

Ponselnya yang berdering membuat Isle menghembuskan nafasnya kesal harus bangkit dari posisi nyamannya untuk mengambil ponsel sialan itu di meja sebrang.

Jessica Dru

Isle menggigit bibirnya, kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan. Sebuah panggilan masuk dari atasannya.

Ragu-ragu, ia menggeser tombol hijau di ponselnya sebelum mendekatkan benda pipih itu dekat telinganya. "Halo?"

"Ah, syukurlah kau mengangkat!" Suara lega Jessica di sebrang sana membuat Isle mengerutkan keningnya.

Sambil berjalan menuju kulkas dan mengambil karton berisi jus apel, Isle menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas di tangannya. "Jessica, oh hai! Ada apa?"

"Asistenku memberitahu bahwa kau tidak masuk beberapa hari ini karena dirawat di rumah sakit. Aku sangat khawatir ketika mendengarnya, Ya Tuhan. Apa kau telah baikkan sekarang? Aku telah menelfonmu dari kemarin dan yang menjawab adalah ayah tirimu yang bernama Quentin." Cercar wanita paruh baya itu langsung dengan nada khawatir yang terukir di setiap katanya.

Atomic LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang