Demian tidak habis pikir apa yang terjadi pada sahabatnya sehingga bisa mendapatkan ide yang menurutnya diluar nalar ini?
Kelab Malam ? Oke, ini merupakan hal biasa untuk mereka, tapi dengan meminum alkohol? bahkan seorang Anggia Derwan Sukarja meminumnya saja belum pernah.
"Gia, Holy Shit!!!. Jangan gila oke ? Aku tidak ingin disusahkan olehmu, aku banyak pekerjaan besok, jangan koyol !!!" Katanya, menunjuk segelas alkohol yang ada di atas meja bar dimana mereka duduk di depan bar kelab malam terkenal di Jakarta. "Kau belum pernah minum beginia, Gia. Kau akan mabuk oke ?"
"Justru itu tujuanku meminum ini," kata Gia tidak peduli.
Demian hanya bisa melihat saja sahabatnya yang meminum minuman beralkohol itu memasuki rongga mulut Gia, bukannya dia tidak bisa minum!! hanya saja Ia masih ingin sadar untuk mengantar pulang Gia dan menghindari hal-hal yang tidak Ia inginkan.
Sudah cukup, ini sudah botol ketiga, "Cukup Gia, apakah kau sudah gila ? apakah begitu menyakitkan ? cukup okay? " katanya sudah tidak tahan lagi.
Gia menangis, seumur hidupnya berteman dengan Gia, baru kali ini Ia menangis, menangis dengan pilu.
"Demian," Ucap Gia, "Apakah aku tidak pantas mendapatkan cintanya ?, aku mencintainya, Dia tau aku mencintai Laki-laki itu Demian. Tapi Dia menutup mata seolah-olah Aku bukanlah bagian dari hidupnya!!, Aku hanya ingin dicintai, Aku menyanyangi ibuku, tidakkah Dia dapat melihatnya? Hahh hidup yang menyedihkan bukan ? batinnya berkata.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Selama perjalanan ke tempat tujuan mereka, beberapa kali Demian menoleh ke belakang, Dia tau permasalahan sahabatnya dengan segala kerumitan hidupnya dan segala percintaan Gia dengan Adnan yang merupakan pemilik perusahaan dimana mereka saat ini bekerja. Mereka sudah lama bersama, mereka merupakan senior dan junior di kampusnya dulu. Sebagai sahabat, bukannya Demian tidak sedih dengan kisah yang dialami Gia, hanya saja Dia harus kuat untuk membuat sahabatnya tetap sadar dan waras dengan segala kegilaan ibu sahabatnya, bukan ?.
Gia yang mabuk dan tertidur di apartemennya, Demian membawa Gia dengan sudah payah pastinya, Dia sudah menduga hal itu, bukan?, Demian menaikkan selimut Gia sebatas dagu dan menatap sahabatnya dengan sedih dan pergi dari apartemen sahabatnya.
Mata Gia terbuka ketika pintu kamarnya dibuka seseorang. Ia bangun dan duduk di atas tempat tidurnya.
"Mas Adnan," bisiknya tanpa suara, bibirnya bergetar menahan isakan. Kedua tanganya naik menutup mulutnya.
Adnan berdiri sekitar lima meter darinya, menatap dengan tajam sekaligus tatapan penuh cinta, dengan tangan terlipat di dada. Tepatnya, Dia pulang dari pesta pertunangan dengan kakaknya Gia, Lena Irawan Sukarja.
"Mas Adnan," Gia tercekat ketika mengucapkan nama pria itu, pria yang sangat Ia rindukan dan Ia cintai, kakinya berjalan mendekat pada prianya, Laki-laki yang Ia rindukan sampai dadanya terasa sesak menahannya karna ancaman sang ibu. Di satu sisi Ia mencintai pria ini dan di satu sisi lain, Ia ingin mendapatkan kasih sayang dari sang Ibu.
Jarak keduanya kini hanya tinggal sejauh rentangan tangan, Gia menjadi ragu karena Mas Adnan yang tidak bergerak dari tadi. Hanya mata lelaki itu yang tidak putus menatapnya, begitu intens, begitu tenang, begitu.... tampan baginya sehingga kakaknya pun jatuh hati padanya, prianya, Laki-laki miliknya!!
Gia tidak berani melangkah lebih dekat. Ia takut bahwa Laki-laki itu akan meninggalkannya, Ia tidak sanggup jika Mas Adnan akan meninggalkannya. Gia memohon dengan matanya yang dipenuhi air mata agar Adnan datang memeluknya. Kali ini harapannya terjadi, Adnan menariknya mendekat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia memeluk wanita itu. Memeluknya dengan erat.
Gia terisak semakin kencang, sampai sesenggukan, tangan tak mau melepaskan pinggang pria tersebut. membenamkan pipinya di dada Adnan, ia mendapatkan aroma harum tubuh lelaki yang sangan dicintainya. Ia rela menunggu berapa lama pun asal Adnan kembali kepadanya, menghujaminya dengan penu cinta seperti masa-masa dulu, sebelum semua kebahagaiannya terenggut oleh sebuah obsesi Ibunya yang ingin Gia menderita.
"Bodoh, Kau tau betapa aku mencintaimu, bukan ?" nada suara Adnan tertahan, tapi pelukannya begitu hangat. Dipegangnya tengkuk Gia, bibirnya turun dan melumat bibir kenyal itu. Rasa manis yang sangat Ia rindukan, "Hhhmmm," Ia mendesah ditengan kulumannya, dengan lihai Ia memaksa mulut Gia terbuka. Dan saat wanita itu mengizinkannya masuk, tak membuang waktu Ia membelit lidah Gia. Ia mengubah posisi, membawa Gia tidur dibawahnya. Tanpa sekalipun melepas ciuman mereka. Baru setelah Gia mulai kehabisan napas, ia menarik diri. Andnan membelai pipi sang kekasih dengan lembut dan menyatukan kening mereka bersama, meresapi kebersamaan mereka yang tidak tau apakah ini berakhir atau tidak. Aku mencintainya, apakah Aku salah ? Cinta tidak bisa disalahkan, bukan ?