Di dalam kamar, aku membawa kakiku mondar-mandir sambil menarik rambutku ke belakang sekuat mungkin berharap sakit kepalaku hilang. Seharusnya lewat tengah malam seperti ini aku sudah bergumul dengan selimut tebal dan kasur nan nyaman agar tidak telat bangun pagi untuk sekolah keesokan harinya, tapi pikiran dan keresahan hatiku tidak kunjung mengizinkanku untuk beristirahat dari hari yang panjang ini.
Dua hari menuju ulangtahun, seharusnya akan menjadi rasa spesial untuk siapapun, rasa penasaran akan seperti apa ulangtahunmu kali ini, apalagi jika itu sweet seventeenmu, itu pasti akan menjadi hari istimewamu karena kau sudah menuju gerbang pendewasaan. Berkumpul dan bersenang-senang bersama orang terkasih di sekitarmu. Itu seharusnya. Tapi yang akan aku alami justru sangat berjungkir balik. Semesta seakan mempermainkan kehidupanku. Bahkan terbesit di pikiranku untuk menyerah saja, aku tidak peduli jika aku akan mati lusa hari, aku tidak bisa membayangkan jika harus meninggalkan keluargaku yang ada di sini untuk selamanya, dan ditakdirkan untuk tinggal di negeri antah-berantah yang aku tidak ketahui sedikitpun eksistensinya.
Tubuhku ambruk, aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Bayangan-bayangan negatif di kepalaku berputar-putar, aku frustasi seketika. Aku berteriak di dalam bekapan tanganku sendiri, meluapkannya sambil menangis. Aku berharap ini hanyalah mimpi yang kebetulan panjang. Aku memukul-mukul kepalaku, berharap kembali ke realita yang benar-benar realita. Bukan dongeng di dalam mimpi. Tapi nyatanya ini adalah realitaku, kepalaku tambah sakit. Begitupun hatiku.
Aku terlonjak kaget saat sebuah tangan yang menghentikan aksiku menyiksa kepalaku sendiri, mataku yang sedikit buram efek air mata mendapati wajah seseorang yang kukira ku kenal.
"Jangan lakukan itu, kumohon."
Aku menyeret kakiku untuk mundur menjauh, aku mengusap air mataku kasar, dan aku mendapati Sean sedang menatapku nanar.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Sean hanya diam. Seketika aku benci dengan kehadirannya, "Aku tidak memerlukanmu," aku beranjak berdiri, dia pun ikut berdiri, "Aku tidak suka kau masuk ke dalam kamarku tanpa izin seperti ini." ucapku tak suka.
"Kau tidak perlu khawatir," ucapnya.
Apa aku tidak salah dengar? Dia menyuruhku untuk tidak perlu khawatir di saat aku akan menghadapi kematianku yang akan datang? "Tidak perlu khawatir? Tidak perlu khawatir apa maksudmu?"
Sean tetap menatapku nanar, dia melangkah menghampiriku, "Aku akan selalu denganmu, Leah ... Aku akan ikut denganmu," Sean meraih wajahku, tapi aku langsung mundur dan terkekeh, "Apa kau tahu posisiku saat ini? Apa kau tahu apa yang kurasakan di saat-saat rumit seperti ini? Kau menyuruhku untuk tidak perlu khawatir dan menawarkan dirimu untuk selalu ada di sampingku? Apa kau pernah mengalami hal seperti cemas? Dan membuat seluruh tubuhmu trauma?Itu yang aku rasakan, trauma yang mendatangiku secepat kilat, DAN ITU SANGAT HEBAT MENYERANGKU!" nafasku sesak. Cemas langsung melandaku dengan jahatnya.
Aku meraih kasurku untuk duduk, aku bahkan tidak bisa menopang tubuhku lagi dengan kaki lemah ini.
"Leah, kau ingat permintaanmu padaku saat baru beberapa hari kita memulai persahabatan?"
Aku tidak menatapnya. Aku masih mengatur nafas dan pikiranku. Aku menggigit bibirku sekuat mungkin dan kemudian menyesal karena darah biru sialan itu keluar dari sana. Fuck.
Sean berlutut di hadapanku, mencekat pergelangan tanganku saat aku ingin menepis jarinya yang lebih cepat menghapus darah biru di bibirku, "Kau memintaku untuk tidak meninggalkanmu dalam keadaan apapun, kau menuntutku untuk selalu menjagamu, kau dengan terus terang memintaku untuk menjadi bodyguardmu, dan kau memajukan jari kelingkingmu di hadapanku, perjanjian persahabatan yang tidak bisa dipatahkan oleh hal apapun, tidakkah janji itu sangatlah kuat?" banyak penekanan di kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BYRSHINE
FantasyLeah mengutuk ramalan yang melekat pada dirinya, seakan ini akan terjadi tergantung dari pada tangannya. Hidupnya sebelum ini sangatlah normal, tidak ada yang mencurigakan ataupun aneh. Namun kenormalan itu sirnah dan muslihat normal itu terungkap m...