Aku tak mungkin menyalahkan siapapun di sini. Karena bagaimanapun ini adalah takdir Allah. Satu sisi aku bahagia, tapi tak bisa kupungkiri ini semua juga mengandung luka.
-Alya Anisa Azzahra-
_____
Seseorang gadis terlihat tergesa keluar dari rumah sakit menuju parkiran. Ia baru saja mendapat telepon dari bundanya agar cepat pulang. Sehingga ia harus meninggalkan sahabatnya yang sedang dirawat di rumah sakit ini.
Alya Anisa Azzahra. Gadis cantik yang kini duduk di bangku kuliah semester enam. Ia merupakan anak bungsu, sedikit manja tapi tak pernah menyusahkan orang lain.
Gadis yang memiliki lesung pipi ketika tersenyum itu mengendarai motor matic-nya dengan perlahan. Tidak terlalu cepat, asal sampai dengan selamat.
Anisa melepas helmnya saat sudah sampai di depan rumahnya. Keningnya mengerut kala melihat sebuah mobil yang sangat dikenalnya. Entah mengapa mendadak perasaanya tidak enak.
"Assalamu'alaikum," ucapnya saat memasuki rumahnya.
"Wa'alaikumussalam," jawab beberapa orang yang duduk di ruang tamunya.
Anisa semakit mengerutkan dahinya bingung. Ada apa ini, kenapa ruang tamunya bisa dikatakan sedang banyak orang. Dan satu sosok yang dilihatnya benar-benar membuatnya bingung.
Seorang lelaki yang sangat dikenalnya duduk dengan menundukkan kepalanya. Di samping kanan kirinya ada sepasang suami istri. Dan Anisa yakin bahwa itu kedua orang tuanya.
"Sayang, duduk sini." Suara Rani--bunda Anisa membuyarkan lamunannya.
Anisa pun menurut. Ia duduk tepat di samping bundanya. Semua orang yang ada di sini hanya diam. Hingga suara suara Fadli--ayah Anisa memecahkan keheningan.
"Jadi begini Anisa, ini ada keluarga Om Andi ingin melamarkan anaknya untuk kamu."
Deg!
Anisa tersentak. Pernyataan ayahnya cukup membuatnya terkejut. Ia mendongakkan kepalanya yang sempat tertunduk.
"Bun, ini ada apa?" tanya Anisa sedikit bergetar.
Rani yang merasakan perubahan sikap anaknya segera menggenggam tangan Anisa. Sedikit memaksakan senyum, ia memandang lembut anaknya.
"Maaf, Nisa. Perusahaan ayah sedang diambang kebangkrutan. Dan Om Andi berkenan membantu, tapi dengan syarat kamu menikah dengan Nak Rangga."
Anisa tak percaya. Ternyata dijodohkan karena perusahaan yang akan bangkrut tidak hanya terjadi di dalam novel saja. Tapi di dunia nyata juga. Dan ia sendiri yang merasakannya.
"Kenapa nggak minta tolong Kak Dini, Bun? Atau Mas Raka?" elak Anisa.
"Perusahaan ayahmu berbeda dengan mereka, Nak. Kamu mau kan bantu ayah?" sahut Fadli memohon pada Anisa.
Anisa memandang wajah pucat Rani. Beberapa hari terakhir memang keadaan fisik Rani sedikit menurun.
"Benar, Nak. Kami mohon kamu menerima perjodohan ini," sergah seorang wanita paruh baya yang duduk tepat di depan Anisa. Ina, ibu dari Rangga yang kini masih setia menunduk.
"Apa nggak ada cara lain, Tante?" tanya Anisa yang sudah menahan tangis.
"Maaf, Nak. Nggak bisa. Kamu mau, ya nikah sama Rangga."
Anisa merasakan tangannya digenggam sedikit kuat. Ia mendongak, menatap bundanya yang menatapnya sembari tersenyum dan mengangguk samar.
"Baik, Anisa terima."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Cintai Aku
RomanceDijodohkan dengan orang yang dicintai adalah hal yang membahagiakan. Bagaimana tidak? Saat seorang gadis akan menjadi istri dari lelaki yang dicintai. Tapi di satu sisi, ada beban berat yang mengganjal. Tentang siapa calon suaminya. Calon suaminya i...