Kaki Gunung Rinjani

15 3 0
                                    

Pulau Lombok dikenal mempunyai eksotisme alam yang begitu mempesona. Tak hanya destinasi wisata baharinya yang sangat indah, panorama di kawasan ketinggiannya pun amat menawan.

"Apa kau kelelahan Tar?"

"Hmm tidak kok, aku baik-baik saja".

"Kamu yakin? Kalau kau lelah jangan dipaksakan. Kita bisa beristirahat dulu." Saran seseorang yang bernama Arda.

"Aku bilang aku baik-baik saja da!, Jangan khawatirkan aku". Bentak Tari.

Kicauan burung yang berlalu lalang membuat tenang didengar. Tapi tidak dengan kondisi yang mencekam saat salah satu diantara rombongan itu hilang bak di sembunyikan sesosok makhluk tak berwujud. Menyeramkan!

Puluhan pohon yang tertanam rapat, sinar mentari yang hanya muncul diantara rimbunnya dedaunan membuat hanyut pengelihatan.

Tak khayal bagi siapa saja ingin minta pulang sebelum mencapai puncaknya.
Suasana yang rumit, menutup rapat bibir yang hendak bicara.

Jalan demi jalan disusuri, bahkan itu sudah dilewati sebelumnya. Hanya karena ada kecelakaan yang tak wajar membuat mereka menjejaki perlahan.

"Sudah ku bilang! Jangan pernah kalian tinggalkan teman kalian! Begini kan jadinya. Siapa yang mau bertanggung jawab atas semua ini!!" Ucap seorang lelaki berjambang dengan bahasa yang murka dan kekecewaan yang mendalam.

Tak ada yang berani mengatakan apapun. Diam tertunduk dan berhenti dari langkah kaki yang berjalan. Miris!

"Salah ku, aku yang meninggalkan nya saat dia bersikeras pergi ke puncak." Kata Tari sembari menoleh seseorang itu.

Lelaki itu mendekat dan menatap tajam Tari.

"Apa kau bilang? Dia ke puncak?? Mengapa kau tak mengejarnya?? Dasar wanita sialan!" Ucap kasar lelaki itu dan mengangkat tangannya untuk menampar pipi gembul tari.

"Kurang ajar! Tari tidak bersalah!! Jangan coba-coba kau menampar nya! Lelaki macam apa kau ini? Setega itu kah kau pada wanita?!!" Bentak Arda dan menepis tangan lelaki itu.

"Aku sudah mengejar nya! Tapi karena kabut yang menghalangi jalan setapak yang membuat ku kehilangan jejak, hiks hiks.. ". Tangis Tari tersentak.

"Berhenti menyalahkan Tari!! Adikmu yang berambisi ingin menaiki puncak dan meninggalkan kita. Padahal sudah kau arahkan putar balik karena tebalnya kabut". Bela Arda.

"Apa kau bilang? Jadi kau menyalahkan adikku? Dasar lelaki biadab kau!!".

Perkelahian terjadi. Pukulan berkali-kali tiada henti. Anggota yang lain sudah melerai tapi karena ego masing-masing yang membuat mereka masih bertahan dalam perkelahian nya.

"Sudahhhhh!!! Mengapa kalian berkelahi???? Tak ada gunanyaaaa". Teriak Tari dalam tangisnya.

"Ardaa cukup! Jangan lanjutkan. Untuk apa kalian berkelahi kalau Wanda tidak akan kembali!!". Sahut Tari terisak.

Arda melepaskan genggamannya dileher lelaki itu.

"Harusnya kau bertanya pada dirimu sendiri!! Mengapa kau biarkan dia bersikeras untuk melanjutkan perjalanan???!!" Tanya Arda pada lelaki itu.

Hening. Tak ada suara setelah itu. Hembusan nafas gusar berkali-kali keluar dari mulut mereka.
Tatapan kosong yang menghempas ke depan. Padahal mereka belum mengeluarkan diri dari kaki gunung itu.

Lelaki itu hanya menunduk. Tak ada arahan pasti. Kabut yang semakin tebal menghalangi pandangan mereka pada jalan setapak.

"Oh sial!! Kenapa cuacanya seperti ini! Aku benci suasana ini! Oh Tuhan! Dimana adikku? Dimana kau sembunyikan dia??? Tolong pertemukan adikku". Lirih lelaki berjambang itu.

Belum ikhlas dengan kepergian Wanda, lelaki itu terus mengutukku perjalanan ini. Tak ada balasan dari ucapannya yang tidak suka dengan keadaan.

"Jika kita mencarinya, kemungkinan kita tidak akan kembali ke jalur ini! Dan kita semua pasti akan tersesat!" Ucap lelaki yang bertubuh kerempeng.

"Diam kau!" Bentaknya.

"Apa kau puas menyalahkan semua haa???? Dari awal sudah ku duga kau akan seperti ini. Kau egois!!!" Balas Arda yang tak terima bentakan untuk lelaki kerempeng itu.

"Apa kau ingin mati disini?? Kau ingin menantang ku? Jangan coba-coba menambah emosi ku!!!" Jawab lelaki itu dengan tatapan beringasnya.

"Berhenti!!!!!!!!!" Sorak Tari.

Suasana semakin mencekam. Kabut kembali menebal. Entah apa salah mereka sehingga tuhan memberikan cuaca yang sangat menyeramkan ini.

~Sudut mencekam, Tari

HIMAWARI PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang