Bagian 3.

402 39 9
                                    

"Tenten, kau akan menyakiti tanganmu. Bangunlah, Sayang."

"Mmm..." gumam Tenten dalam tidurnya setelah mendengar suara itu. Suara yang sangat dikenalnya.

"Tenten Nee-chan? Tenten Nee-chaan?!"

Tenten terbangun dengan wajah linglungnya, mengingat suara yang ia dengar sesaat tadi. 'Neji?' gumamnya dalam hati.

(Sfx : Brukk!!)

"Tenten Nee-chan, ini bukunya." Ucap seorang gadis manis berambut panjang dengan lensa mata lavender khas clan Hyuga itu setelah meletakkan setumpuk buku di meja tempat Tenten berada.

"Ah- Hanabi. Arigatou."

"Nee-chan, apa masih belum ketemu juga? Ini sudah hampir 15 tahun dan Nee-chan masih berharap pada Neji Nii-san?" Tanya Hanabi karena sudah cukup prihatin pada wanita di hadapannya ini. "Kau tahu, Nee-chan. Sudah hampir semua buku di perpustakaan ini kau baca," lanjutnya.

Tenten mendongakkan kepalanya menatap Hanabi lalu mengangguk pelan. "Mmm. Selama aku masih mendengar suaranya."

"Baiklah, katakan padaku kalau sudah ada perkembangan."

"Hai, hai. Terima kasih sekali lagi, Hanabi," ucap Tenten dengan senyuman pada Hanabi yang berjalan keluar.

"Jangan tertidur terus saat menjaga toko dan jangan melamun. Bagaimana tokomu bisa laku, Nee-chan," sahut Hanabi tanpa berbalik sebelum keluar dari toko Tenten dengan terkekeh.

"... Na-nanda to."

...

Tenten menutup buku yang sudah ia baca sejak sepulangnya dari Toko sore tadi. Matanya sudah begitu perih sampai beberapa kali mengeluarkan air.

"Oke. Semoga berhasil. Ternyata aku memang bukan ahlinya mengendalikan chakra. Kau membuatku kembali berusaha atas kegagalanku dulu saat ingin menjadi murid Tsunade-sama, Neji." Gerutunya lalu tersenyum kecil.

Tenten beranjak dari duduknya untuk kemudian mematikan lampu utama pada ruangan dan duduk bersila di atas tempat tidur. Gadis bergaya rambut cepol dua itu lalu memejamkan matanya, memusatkan chakra pada titik yang disebutkan dalam buku-buku tadi.

"N-neji?" Ucap Tenten ragu ketika merasakan sesuatu merengkuh dan memeluknya dari belakang.

Tenten terdiam beberapa saat, karena tak juga ada jawaban dari sosok yang memeluknya. Berarti meditasi kali ini belum cukup sempurna dan semua akan berakhir ketika ia membuka mata. Yang artinya Tenten juga belum dapat melihat dan mendengar Neji sepenuhnya. Tak terasa airmata mengalir turun melalui pipinya karena enggan mengakhiri moment berharga ini.

"Aku merindukanmu," ucap Tenten lirih. Perlahan tanganya meraih sosok itu dan membalas pelukannya. Benar saja, ini adalah pelukan yang sangat familiar untuk Tenten.

Tenten memejamkan matanya dengan erat ketika sosok itu mulai menghilang perlahan dari genggamannya. Ia membuka mata perlahan dan mendapati dirinya masih dalam posisi meditasi yang benar dengan kedua tangan membentuk segel. "Aku ... nyaris berhasil."

Let This Love Find The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang