3. Tuduhan🍂

327 34 14
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

🍂🍂🍂

Seorang pria bertubuh tegap melangkahkan kakinya cepat. "Di mana anak-anak?" tanyanya dengan raut khawatir.

"Mereka sudah pergi ke apartemen sejak tadi. Kenapa Papa khawatir begini?" balas sang istri yang heran akan kelakuan suaminya seusai pulang dari tempat kerja.

"Siapa yang mengijinkan mereka berdua pergi? Aku tak pernah membiarkan dua putriku tinggal sendirian. Hidup susah, semua dilakukan sendiri, tidak!" tegas pria itu.

Sang istri hanya diam membisu, ia tahu betul watak suaminya. Ia tak bisa meredam emosi pria tegap itu dengan mudah, hanya diri pria itu sendiri yang bisa meredamnya.

"Di mana lokasi apartemen, anak-anakku? Aku akan menjemput mereka berdua." Pria bernama Frans Abraham itu begitu khawatir dengan keadaan kedua putri kecilnya. Karena baginya kedua putri itu masih saja kecil di matanya dan belum bisa melakukan apapun tanpa kedua orang tuanya.

"Biarkan mereka tumbuh dengan mandiri, Pa. Aku akan menjenguk mereka berdua setiap hari ketika aku pergi ke butik. Percayalah," ucap Sang istri lembut. Ia mengelus pundak Frans untuk menenangkan.

"Aku khawatir dengan kedua putri kita. Aku belum siap jikalau mereka hidup berdua hidup tanpa kita." Frans menunduk lesu, tapi tak berselang lama binar di wajahnya kembali.

"Aku yakin mereka bisa," ucap sang istri yang lagi-lagi meyakinkan Frans, untuk merelakan anak gadisnya hidup mandiri.

"Tidak akan! Aku akan menjemput mereka sekarang! Di mana lokasinya?" tegas Frans pada Istrinya, Lyra Abraham.

"Anandamaya Residence," ujar Lyra sendu.

Tanpa menunggu lama, Frans bergegas melangkahkan kakinya menuju garasi.

"Tunggu Papa," gumam Frans saat ia menyalakan mesin mobilnya.

Frans melajukan mobil berjenis Ferrari kencang, batinnya mengatakan bahwa putrinya tidak baik-baik saja.

Selama perjalanan, otaknya hanya dipenuhi bayangan-bayangan kedua putrinya. Beberapa kali fokusnya kabur, dan hampir menabrak pengendara lain.

Beberapa meter dari Anandamaya Residence mobil yang Frans tumpangi oleng. Ia berusaha menghindari pengendara motor di depannya.

BRAK!

Mobil Frans terpelanting ke depan saat menabrak pembatas jalan dengan cukup kencang. Asap mengepul dari arah mesin mobil.

"Putriku," gumam Frans sebelum matanya benar-benar tertutup. Ia tak sadarkan diri. Darah mengucur deras di pelipisnya.

Beberapa pemuda menghampiri mobilnya dan membawa Frans ke rumah sakit. Para pemuda itu adalah kedelapan personel ASGAR.

••🍂••

"Bagaimana dengan pasiennya, dok?" tanya cowok bertubuh jangkung dengan wangi khas melati yang sudah sangat familiar. Yap, Rayhan.

"Pasien kehilangan cukup banyak darah. Sepertinya kita perlu melakukan transfusi darah, agar pasien dapat segera pulih. Apa anda salah satu kerabat pasien?" tanya Sang dokter.

Jelas saja, Rayhan dan teman-temannya yang menolong Frans tadi bukanlah kerabat pria itu. Tapi ia tak mungkin membiarkan pria itu terus terkapar tak berdaya di sana.

"Kami akan membantu," celetuk Reagan. Praktis Ardhito menyenggol lengannya tak suka.

"Fiks, gue nggak ikutan," ujar Ardhito saat sang dokter sudah meninggalkan ke-delapan cowok itu.

RayhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang