mundur

2.6K 360 33
                                    


     “Ah, Jeno!”

Pemuda yang sibuk memilah kotak sereal dari rak itu menoleh. Ia tersenyum ketika menyadari siapa yang menyapanya.

“Jaemin!” Ia sesegera menaruh kotak sereal itu pada rak lalu menghampiri Jaemin. Jeno memeluk tubuh Jaemin erat.

“Apa kabarmu?” Jaemin tersenyum lebar. Tubuhnya tampak lebih berisi daripada sebelumnya. Mungkin efek dari menikah?

“Aku baik,” balas Jeno. “Kau sendirian? Di mana suamimu?”

Jaemin mengedarkan pandangannya lalu menunjuk Mark yang sedang memasukkan anggur ke dalam troli dengan dagunya.

“Itu dia.” Jaemin lalu kembali menatap Jeno. “Aku merindukanmu. Apa kau akan datang reuni nanti?”

Jeno mengusap dagunya. “Mungkin tidak, aku sedikit sibuk.”

Jaemin mengerutkan dahinya. “Kau selalu sibuk—”

“Sudah sele—oh, Jeno? Kau Lee Jeno kan?” Mark yang telah selesai memilih buah-buahan mendekati mereka. Pria bertubuh besar itu menatap Jeno dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.

Jaemin menyenggol Mark, sedikit merasa tak nyaman dengan tatapan sang suami. Mark tidak mungkin cemburu kan? Tidak, Mark bahkan tidak tahu sejarah antara Jeno dan Jaemin.

“Hei, maafkan aku apabila aku salah, tetapi kau Lee Jeno, kan?” Mark mengerutkan dahinya.

“E-eh? Iya,” Jeno gelagapan. Ada apa ini? Mengapa suami Jaemin mengenalnya? “Ada apa ...?”

Mark tertawa lepas, “Ya Tuhan, Lee Jeno! Kau tidak mengingatku? Aku pembimbing prosedur proyek ilmiahmu dulu. Ingat?”

Jeno menatap Mark dalam. Ia mencoba, berusaha sangat keras mengingat. Proyek ilmiahnya? Bukankah itu saat ia masih duduk di sekolah menengah pertama?

“Aku masih ingat,” Mark sumringah, ia menatap Jaemin kini, “dia temanmu, Na? Hei, Lee Jeno, kau benar melupakanku? Bagaimana kabarmu? Kau sudah berkencan dengan Huang Renjun, iya kan?”

Kini giliran Jaemin yang menatap Mark heran. Ia dan Jeno bertatapan lalu berucap secara bersamaan.

“Apa?!”

Pria jangkung itu sedikit terkejut dengan reaksi suaminya dan adik kelasnya. Mark memiringkan kepalanya heran.

“Jangan bilang kau lupa juga? Huang Renjun. Bocah yang kecil itu. Bukankah dia menyukaimu?”

Jaemin mengerjapkan maniknya, memproses informasi yang baru saja ia dapatkan. Lelaki manis itu tidak bisa merasakan pikiran jernih muncul, tidak sama sekali.

***


    Malam datang, menyelimuti kepala Jeno yang penuh. Sang pemuda yang kini sedang terpekur di atas peraduannya itu berkali-kali menghela nafasnya, lelah akan segala acara mengingat ini.

Pada akhirnya Jeno menyerah, ia butuh bantuan. Bantuan dari dirinya di masa lalu.

Pemuda itu bangkit dengan cepat, nyaris membuat gaduh di dalam ruangannya. Ia lalu berjalan dengan cepat menuju loteng, tempat di mana seluruh masa lalu berkumpul.

Nyaris satu jam lamanya ia berkutat dengan kardus-kardus tua serta debu, tetapi Jeno tak menyerah untuk mencari. Ia menemukan satu kotak kardus besar berisi buku pelajarannya saat remaja serta buku tahunan sekolah.

Saat ia membuka buku tahunan yang tak pernah lagi ia buka sejak kelulusan itu, sepucuk kertas rapuh dan usang jatuh dari balik halamannya.

Jeno memungutnya dengan dada berdebar, dan menemukan sebuah kartu ucapan selamat hari kelulusan bertuliskan ‘Huang Renjun’, menandakan identitas sang pengirim rahasia.

Dada Jeno terasa nyeri. Apabila ini benar, apabila ucapan Mark benar ...

telah berapa lama ia menyakiti pemuda manis itu?

Mengapa ingatan masa remajanya begitu buruk hingga ia tak bisa mengingat wajah manis itu, meski mereka pernah satu kelompok?

Mengapa? Mengapa ia harus merasakan perasaan bersalah ini, yang tak mungkin setara dengan rasa cemburu dan patah hati yang Renjun rasakan selama bertahun-tahun di masa SMA?

Dan sejak malam itu, ia tak bisa melupakan Renjun barang sedetikpun.

***

Dikit lagi selesai.

Oh iya, inget kan Renjun dulu satu SMP sama Jeno? Nah Jeno gak inget sama sekali, bukannya kenapa tapi ya emang pelupa aja.

Dan ini alurnya mundur dari chapter sebelumnya.

Terima kasih masih baca ini sampai part 9, luv you guys muach.

Kisah Cinta KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang