Chapter 23

1.2K 81 2
                                    

Hari Minggu adalah hari kebebasan bagi para pelajar. Seperti hal-nya dengan Sinta yang merasakan kebebasan pada hari Minggu. Kini Sinta berada di tengah-tengah kerumunan orang yang ada di Mall. Sinta bersama Adrian yang sedari pagi berada dirumahnya.

Mungkin banyak orang yang beranggapan bahwa tidak ada pertemanan antara laki-laki dan perempuan. Itu memang ada, karena perempuan selalu dibawa perasaan atau bahasa gaulnya baper. Namun, itu bukan salahnya perempuan. Perempuan diciptakan dengan hati yang lembut, dengan hati yang mudah rapuh. Jadi, jangan pernah mengatakan bahwa perempuan itu gampang baperan, karena itu memang sudah menjadi kuadratnya seorang perempuan.

Berbeda dengan pertemanan Sinta dan Adrian. Mereka berteman dengan arti yang sebenarnya tanpa melibatkan sebuah perasaan.

Sinta berada disebuah cafe yang ada di Mall ini. Mereka duduk dan menikmati menu yang tersedia di cafe itu.

“Lo kalau ngajak gue ke Mall selalu beli cuma gelang sama jam tangan. Kali-kali ganti napa jangan itu mulu.”

“Yee, nih orang. Udah dikasih, bukannya terima kasih malah nawar.” cibir Adrian.

Sinta memutar bola matanya malas. “Terima kasih, Adrian yang ganteng.” dari nadanya, sangat ketara jika Sinta mengatakannya dengan tidak ikhlas.

By the way, pawang lo gak ngikut sampe sini kan?” tanya Adrian sambil memakan makanannya.

“Siapa?”

“Pacar lo itu, siapa namanya?”

“Rama.”

“Lo gak mau cerita, kenapa lo bisa jadian sama dia?”

Sinta memberhentikan makannya, ia menatap Adrian. Sinta minum terlebih dahulu sebelum bercerita, “Singkat cerita Rama ngepost foto gue waktu gue lagi sama dia dipantai, gara-gara foto itu gue jadi bahan gosip. Ya, gue samperin Rama supaya hapus foto itu, eh malah gue yang dipaksa jadi pacarnya.”

“Jadi, lo sama Rama jadian karena paksaan dari Rama?”

“Ya, gitu.”

“Tapi, kenapa lo pergi ke pantai sama Rama?”

“Itu karena Rian yang minta. Udah deh gak usah nanya lagi, kalau gue ceritain dari awal bakal lama nanti.”

Adrian pun menurut, mereka melanjutkan makan makanan mereka yang tinggal setengah.

o0o

“Gimana hubungan lo dengan Sinta?” tanya Reyhan.

Mereka berkumpul yang sekarang sangat jarang dilakukan karena Rama lebih memilih menghabiskan waktunya dengan Sinta. Sikap yang Rama ambil itu adalah salah. Seharusnya Rama tetap berkumpul dengan sahabatnya sebagaimana meskinya, Sinta pasti akan mengerti itu.

“Seperti yang lo lihat,” jawab Rama.

“Lo gak lupa kan sama taruhan itu?”

Rama meminum minuman yang dia pesan. “Soal taruhan itu, kita hentikan cukup sampai di sini aja.”

Pandu menatap Rama tidak percaya. “Are you seriously? Kenapa lo tiba-tiba berubah pikiran? Apa karena lo ada hati sama Sinta?”

Rama mengedikkan bahunya. “Entahlah, rasanya gue gak mau nerusin ini.”

Raka hanya diam mendengarkan obrolan para sahabatnya. Raka mengedarkan pandangannya di seluruh penjuru cafe. Pandangannya berhenti pada seseorang, Ia menajamkan penglihatanan untuk membuktikan bahwa dia tidak salah melihatnya.

“Sinta,” gumamnya pelan.

Samar-samar Rama mendengarnya dikarenakan Rama yang duduk tepat disamping Raka. Untuk memastikan apa yang didengarnya, Rama melirik Raka dan melihat apa yang dipandangnya. Rama mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras.

“Keras kepala!” ucap Rama.

“Huh?”

Reyhan dan Pandu tidak mengerti maksud ucapan Rama. Mereka melihat arah pandang Rama dan mengerti maksud dari ucapan Rama.

Pandu melihat Adrian membersihkan sisa makanan yang ada dimulut Sinta. Pandu tersenyum jahil. “Uhh, siapa itu? Romantis banget deh. Menurut gue mereka pacaran, mana ada teman yang berperilaku kayak gitu.” ucap Pandu melebih-lebihkan.

Rama menatap Pandu dengan tajam. Rama berdiri dan berjalan ke arah meja dimana Sinta duduk.

Para sahabatnya hanya menonton apa yang dilakukan Rama.

“Menurut kalian, apa yang akan dilakukan Rama?” tanya Pandu tapi ditanggapi oleh kedua sahabatnya itu.

o0o

“Mau pulang atau pergi ke suatu tempat?”

“Jangan pulang dulu, gue bosen tau kalau dirumah terus. Lo sih, diluar negeri lama banget. Gak ada yang ngajak gue pergi ke luar.” ucap Sinta.

“Bilang aja lo gak ada yang bayarin, secara kan kalau sama gue lo gak bayar sepeser pun.” cibir Adrian.

Sinta tertawa, “Lo kenal baik siapa gue,”

Rama mempercepat langkahnya saat mendengar mereka akan pergi ke suatu tempat. Ada perasaan iri saat Sinta bisa tertawa dengan Adrian.

Rama langsung duduk disamping Sinta dan menatapnya tajam.

Adrian saling pandang dengan Sinta. “Gue bilang juga apa? Pawang lo itu ada dimana-mana.”

Sinta melototkan matanya.

“Gue udah berulang kali ngomong ke lo, jangan pernah pergi sama dia. Apalagi cuma berdua.” Rama mencekal tangan Sinta. Rama menunjuk Adrian. “Dan lo gak usah ngajak dia pergi kemana pun itu.”

Rama membawa Sinta keluar dari cafe itu. Rama masih mencekal tangan Sinta erat.

Di parkiran, Sinta melepaskan tangan Rama. “Lo kenapa sih?! Selalu ada dimana pun gue berada. Dan selalu melarang gue dekat dengan Adrian.”

Rama menatap manik mata Sinta. “Gue ngelarang lo deket dengan si Adrian itu juga punya alasan.”

“Apa alasan lo?”

Rama menghembuskan nafasnya. “Dia gak baik buat lo, dia bukan laki-laki baik. Dia brengsek!”

Sinta menatap Rama tidak percaya. Sinta menyilangkan tangannya didepan dada. “Gue lebih tau Adrian. Adrian bukan laki-laki seperti itu!”

“DIA BRENGSEK, SINTA. DIA BAJINGAN.” bentak Rama.

Sinta menatap Rama datar. “Apa alasan lo sampai mengatakan bahwa Adrian bajingan? Apa alasan lo?!”

Rama bungkam, tidak menjawab satu kata pun. Pandangan kosong saat mengingat apa yang dibuat Adrian pada kehidupannya.

Sinta tersenyum miring, “Lo gak bisa jawab kan? Jangan pernah temui gue kalau lo gak bisa buktiin kalau Adrian itu bajingan.”

Sinta berjalan ke jalan raya dan menyetop sebuah taksi.

Bersambung...

Dua minggu gak up, apa kabar kalian?

Minta maaf karena gak bisa up dikarenakan sifat malasku muncul. Mohon dimaklumi karena aku gak punya draf. Aku langsung up ketika selesai menulis.

160520

The UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang