6. Mimpi Buruk

278 53 17
                                    

Di tepi jurang


Jungkook menelan ludah begitu Namjoon menunjukkinya pohon yang harus dipanjat. Itu pohon yang sangat besar dan menyeramkan. Ia bahkan tidak yakin bisa memanjat pohon sebesar itu.

"Eumm.. aniya. Sebaiknya pohon yang lain, hyung. Geundae.. apa kau yakin naik ke atas pohon adalah ide yang tepat? Maksudku.. kita kan mau istirahat. Aku tidak bisa membayangkan bisa beristirahat dengan nyaman di atas pohon."

Namjoon terkekeh singkat. "Jungkook, kita kan bukan sedang camping. Saat ini nyaman bukanlah hal yang harus kita pentingkan, eoh. Bukan nyaman, Jungkook-aah.. tapi, kita harus mencari yang aman. Kalau kita tetap di darat, siapa yang tau saat tertidur, mereka menemukan kita dan mengangkut kita ke gerobak."

Mendengar itu, Jungkook bergidik ngeri. Ia tidak mau diangkut ke gerobak mayat apalagi sampai berakhir di meja algojo.

"Baiklah.. tapi kita cari pohon yang lain saja, hyung. Ahh.. bagaimana kalau yang itu?" Jungkook menunjuk pohon lainnya yang setidaknya terlihat lebih "nyaman" untuk menjadi tempat istirahat mereka.

Namjoon setuju, mempertimbangkan batang dan cabang pohon itu cukup kokoh dan memiliki daun yang rimbun. Jika berada di atas sana, mereka tentu tidak bisa terlihat dengan mudah dari bawah sini karena tertutup oleh dedaunan yang rimbun itu.

Namjoon meminta Jungkook untuk memanjat lebih dulu karena ia tau kekuatan otot Jungkook. Setelah mereka yakin sudah naik cukup tinggi, mereka menyamankan diri sebisa mungkin. Warna langit berubah perlahan dari jingga kemerahan menjadi gelap keunguan. Senja sudah berakhir dan berganti malam.

Namjoon mengeluarkan satu bungkus roti dari dalam waist bag-nya. Ia lalu membaginya menjadi dua potong dan memberikannya pada Jungkook. "Aku tau ini tidak cukup, tapi kita harus berhemat."

Jungkook mengelap telapak tangannya ke celana sebelum menerima roti itu. "Gwenchana. Aku bersyukur kita masih bisa makan. Kau punya berapa banyak makanan di tasmu, hyung? Akan cukup untuk berapa hari?"

"Tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk dua hari."

"Kau bawa air mineral juga?" Jungkook menatap takjub pada botol kecil yang dikeluarkan Namjoon.

"Eoh.." Namjoon meneguk sedikit lalu membiarkan Jungkook minum juga.

Dalam hati, Jungkook lega setidaknya ia bersama dengan Namjoon. Kalau saja tidak ada Namjoon, kalau saja dia tersesat sendirian di hutan seperti ini, dia tidak akan tau bagaimana caranya bertahan hidup.

"Menurutmu, apakah ada yang selamat selain kita? Masa sih, hanya kita berdua dan Hoseok yang masih hidup?"

Namjoon mengecek Hoseok lagi melalui teropong binokularnya. Temannya itu masih tidak sadarkan diri. Pasti kepalanya terluka cukup parah. Atau.. Hoseok pura-pura tetap pingsan karena terlalu takut?

"Aku berharap lebih banyak yang selamat. Kupikir seharusnya ada lagi yang selamat karena pesawat yang ada di tepi jurang itu hanya bagian tengahnya saja. Entah terjatuh kemana lagi badan pesawat yang lainnya."


***


Di dalam Hutan


Jimin memakai tas ransel di depan tubuhnya, kemudian membungkuk membelakangi Rose. "Ayo cepat, naik ke punggungku."

"Kakiku tidak bisa digerakkan," Rose merintih kesakitan setelah mencoba menggerakkan kakinya.

Ah, benar juga. Jimin berdiri dan memindahkan posisi tas ranselnya ke punggung. Ia lalu menggendong Rose ala bridal dan berjalan keluar badan pesawat. Rencananya kemudian adalah berlari ke pantai secepat mungkin. Tapi, langkah Jimin terhenti begitu sadar bahwa jika ia berlari ke arah itu maka orang-orang aneh tadi pasti melihatnya.

AliveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang