"Apa?! Kamu pasti sudah gila, Nyonya Kushina," ucap pria berambut pirang itu dengan sengit—menampakkan wajah tak bersahabat yang kentara. Ia terkejut bukan main setelah mendengar kalimat dari seorang wanita berambut merah menyala, yang tak lain adalah ibunya sendiri.
"Bukankah sudah jelas Bunda katakan padamu, Naruto? Dan orang yang kamu sebut gila itu adalah Bundamu! Berhentilah memanggilku Nyonya Kushina atau aku benar-benar akan menghapus namamu dari daftar Keluarga Uzumaki. Cara bicaramu benar-benar membuatku mengingat dua kali apakah aku pernah menyekolahkanmu atau tidak," timpal Kushina tak kalah sengit. Ia benar-benar jengkel dengan putra satu-satunya itu.
"Ini pengalaman pertamanya, Naruto. Kamu juga tahu betul kapan terakhir kali Hinata ke sini, 'kan? Ayah pastikan sekali lagi, ini bukan perjodohan," kata seorang pria paruh baya, dengan perawakan yang sangat mirip Naruto. Ia adalah sang ayah: Uzumaki Minato.
Hening tak ada respon. Minato melanjutkan, "Tolonglah Ayahmu. Hinata sangat senang mendapatkan beasiswa untuk sekolah musik di sini. Bahkan Neji tidak bisa menahannya."
Naruto memejamkan mata, mencoba menata ulang prasaan yang akhir-akhir ini sedang berantakan akibat ulah kedua orang tuanya. Bagaimana tidak? Sudah sebulan semenjak kedatangan Kushina dan Minato. Sekarang, mereka malah memberitahu Naruto perihal gadis yang akan tinggal bersamanya.
Naruto benar-benar kalah telak jika orang tuanya yang sudah mendeklarasikan keputusan sepihak itu. Ia memang tidak pernah lagi berkunjung ke kampung halaman: Mansion Uzumaki di Jepang. Hal itu membuat Kushina dan Minato terpaksa mendatangi apartemen Naruto yang berada di Knightsbridge—tepatnya di London, Inggris.
Setelah menyelesaikan Pendidikan S2 Arsitektur di Universitas Harvard – Amerika Serikat selama dua tahun, Naruto pergi ke London—tempat di mana ketiga sahabatnya berada: Nara Shikamaru, Uchiha Sasuke dan Sabaku Gaara. Naruto memulai bisnis dalam bidang Arsitektur. Ia juga menerima pekerjaan freelance menggunakan sistem bagi hasil dengan Shikamaru dan Sai—teman sekolahnya sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
"Naruto!" panggil Kushina dengan nada memekik. Ia tak habis pikir pada anaknya. Naruto yang sedang diajak bicara, malah diam seribu bahasa memejamkan mata—layaknya seorang biksu yang sedang meditasi sambil duduk di sofa.
Naruto menghela napas. Ia membuka mata. Percuma saja bicara A sampai Z untuk merubah keputusan orang tuanya. Semua hanya berakhir sia-sia.
"Baiklah, aku menyerah." Naruto akhirnya bersuara.
"Good. Kami mengerti, kamu lebih suka dengan gambar-gambar arsitekmu itu dibanding mengurus perusahaan bisnis Ayah. Tapi kalau perusahaan arsitekmu sudah bisa kamu monitor jarak jauh, kamu bisa bekerja sambil mengurus perusahaan Ayah. Bagaimanapun juga, kamu pewaris sah dari Uzumaki Corporation. Sementara itu belum dapat kamu penuhi, cukuplah jangan melepas tanggung jawabmu untuk menjaga Hinata. Kamu mengerti, Nak?" tegas Minato menatap serius iris safir yang sama dengan miliknya.
Naruto mengangguk. "Mengerti, Ayah."
"Bunda mengerti kenapa kamu tidak pernah mau pulang, Naruto. Tapi, tidakkah ini terlalu lama? Kamu anak kami satu-satunya, kami sangat berharap kamu pulang, Nak," ungkap Kushina sambil tersenyum lirih.
Tatapan Naruto berubah sendu mendengar penuturan sang bunda. Ia tak menyangka Kushina akan berkata begitu. Selama ini, baik ayah ataupun ibunya, selalu saja tersenyum—mendukung apapun yang Naruto lakukan.
"Maafkan aku, Bunda, Ayah. Maaf."
Yah, Naruto hanya dapat meminta maaf. Ia tak dapat menjanjikan atau menawarkan beberapa pilihan lain pada orang tuanya.
"Maafkan keegoisanku. Maaf sudah meninggalkan kalian dan memilih berada di sini," ujar Naruto lagi. Ia menunduk memandang Kushina, lalu memeluknya begitu melihat ada air mata yang mengalir membasahi pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggumu (NaruHina) - Remake
Romance"Membutuhkan waktu lebih lama dan berulang kali jatuh bangun, untuk akhirnya aku bisa ada di sini. Berlari ke arahmu, mengobati hatimu yang telah membeku. Aku tahu tak akan mudah melakukannya. Namun cinta ini terlalu besar. Ketulusan ini mendorongku...