(1) Sally Hansen Lacquer Shine Nail Polish

3K 328 166
                                    


Sassy bilang, aku ini orangnya beruntung. Dia percaya Mommy adalah Dewi Fortuna yang akan membuatku sejahtera sepanjang hayat. Hingga aku mengembuskan napas terakhir, akan selalu ada delicious food untuk kusantap, atau million dollar mansion untuk berteduh dari hujan. Yeah, yeah, whatever. Aku nggak mau berdebat dengan Sassy, especially ketika dia salah satu sahabatku yang paling real.

Pertama, namaku saja R. Revalina Hadiputra. Itu sudah satu kesialan yang kudapat sejak aku lahir. People seem to think that I own every dollar bills in the world. Wow. (Sometimes I think I do. Tapi bukan itu poinku.) Aku jengah bersosialisasi dalam cliques palsu. Sejak SD aku sudah say hi dengan orang-orang yang berteman denganku karena uangku. Bukan karena aku.

Pertemanan "asli" bisa kuhitung dengan dua jari. Literally. Sassy dan Erudite. Keduanya adalah sahabat terbaikku di SMA. Atau setidaknya, so far, mereka yang paling nggak tertarik dengan kekayaanku.

Kedua, karena kekayaan keluargaku tumpah-tumpah, aku nggak bisa belanja ke mal dengan normal like every other teenage girls in the world. Akan selalu ada bodyguard yang membuntutiku, kadang-kadang menyamar jadi orangtuaku, supaya aku aman dari marabahaya. Kan, aku jadi nggak bisa ngegosip dengan bebas, ya. Gimana kalau aku pengin gosipin bodyguard-ku ke Sassy dan Erudite? Duh!

Maka dari itu, aku mencoba menciptakan alter ego yang kupresentasikan ke Daddy dan Mommy (yes, pakai power point, flip chart, dan blazer Proenza Schouler terbaru limited edition), dengan tujuan "hidup nomal" layaknya cewek remaja lain. Kuajukan proposal agar semua orang memanggilku Diva, bukan Revalina whatsoever. Dan Diva bukan bagian dari Keluarga Hadiputra, sehingga Diva boleh jalan ke mal tanpa dibuntuti bodyguard, atau Diva pulang sekolah naik angkutan umum.

Mommy menolak keras, tentu. Baginya nama Revalina Hadiputra adalah nama sakral seperti The Royal Highness Prince William of Wales. Mommy meninggalkan sesi presentasiku dengan kesimpulan bahwa namaku tetap Revalina. Untungnya Daddy nggak begitu peduli.

"I don't care," katanya. "Just be a good daughter."

Aku mendefinisikan a good daughter sebagai orang manipulatif seperti Daddy sendiri. Jadi aku menggunakan uang Daddy untuk membayar bagian administrasi sekolah agar mengganti namaku menjadi Diva la Beauté di data siswa. Selama setahun terakhir aku berhasil survive di Carpeaux International School dengan nama Diva. Nggak ada yang tahu aku ini Revalina Hadiputra—mungkin ada satu dua yang curiga dan melakukan investigasi, tetapi setiap orang terlanjur menganggapku bernama Diva la Beauté.

Bahkan akun Friendster dan YM-ku menggunakan nama itu.

So it's totally official, Dahlin. Panggil aku Diva. Although setahun terakhir aku sukses meyakinkan semua orang namaku Diva, aku harus rada-rada mindful sama satu ancaman baru:

Hari ini hari pertama Raven masuk ke Carpeaux International School sebagai murid baru.

"Shit." Itu adalah literally kata pertamaku ketika bangun tidur pagi ini.

Di keluarga Hadiputra yang mungil tapi emasnya berlimpah, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Mungkin karena aku anak perempuan, Mommy dan Daddy langsung menggenjot honeymoon mereka (yes, I'm sixteen years old, tapi jangan cemas, aku bukan anak kecil lagi urusan "hal-hal tabu") demi mendapatkan anak laki-laki.

Beruntunglah Raven lahir setahun setelah aku lahir. Kalau anak kedua ini perempuan lagi, Mommy dan Daddy akan terus-menerus honeymoon sampai dapat anak laki-laki. Mengapa? Karena Daddy begitu ingin punya pewaris tahta dan harta yang punya penis di selangkangannya.

Crazy Cute Boy Who Loves EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang