Bab 35

79.9K 2.2K 251
                                    

Bab 35

Ucapan cinta tidak hanya sekedar ucapan belaka. Yang tercetus dari mulut tanpa diikuti dengan tindakan. Semua orang mudah berucap cinta, namun tidak semua orang mampu bertanggungjawab penuh terhadapnya.

Pertanggungjawaban terhadap cinta yang telah terucap. Mampukah Marvin melakukannya?

                                                            ***

“Kamu ngapain?”

Hazel mendapati Marvin tengah berada di dalam dapur, entah sedang memasak apa.

“Udah bangun?” Marvin membalasnya dengan pertanyaan balik. Dia bergegas memutari meja untuk menghampiri Hazel yang masih berdiri di ambang pintu. Membimbingnya untuk duduk di salah satu kursi.

“Hmm. Masak apa?” Hazel bertanya lagi. Dia melarikan tatapannya ke kompor dan sekitarnya. Tapi sejauh memandang, semuanya terlihat bersih. Tidak ada tanda-tanda Marvin sedang membuat kekacauan.

“Nggak. Cuma manasin makanan. Tadi Kak Meryl bikin Lasagna. And I know that’s one of the best Lasagnas. Mau coba? Aku cek dulu ya?” Marvin terlihat salah tingkah ketika kembali memutari meja dan menghampiri microwave

Hazel tersenyum tipis, tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan sampai Marvin menghidangkan Lasagna dengan meletakkan loyangnya pada sebuah piring. Kemudian mengambil dua piring dan dua sendok.

“Aku nggak yakin bisa makan.” Tapi Hazel membiarkan Marvin menyendokkan sedikit lasagna ke piringnya.

“Aku harap anak kita nggak nyusahin kamu terlalu lama. Jadi kamu bisa makan dengan tenang.”

“Aku udah baikan.”

Marvin tersenyum. “Good.” Kemudian memotong lasagna dalam potongan kecil. “Aku suapin ya?”

“Nggak. Aku bisa sendiri kok.” Hazel mengambil sendok yang dipegang Marvin. “Kamu makan juga.”

“Oke.” Marvin mengangguk. Lalu dengan tangan yang terulur, dielusnya pipi kiri Hazel beberapa saat sebelum mengambil piring dan menyuapkan makanan ke mulutnya.

“Marv.”

“Hmm, ya?”

Hazel menunduk. Ingin mengatakan sesuatu yang selama ini mengganjal di hatinya. Setelah semalam mendengar ungkapan perasaan Marvin, dia merasa harus memperjelas. Jika memang Marvin sungguh-sungguh mencintainya, berarti Marvin seharusnya sudah meninggalkan masa lalunya bersama Riana.

“Aku dengar ucapan kamu semalam,” ucap Hazel pelan.

Marvin berhenti mengunyah. “Yang mana?”

“Waktu aku sedang tidur.”

Marvin tersenyum. “Jadi kamu nggak tidur?”

Hazel mengiyakan. “Iya.”

Mereka lalu terdiam sejenak. Dalam masa diam itu, mereka saling bertatapan dalam tanya sebelum kembali menyusun ucapan yang akan diucapkan masing-masing.

“Is that true? About your feeling?” Hazel mengucapkannya penuh keraguan. Ragu jika yang semalam hanya halusinasinya saja.

“So true, Zel. So true. I love you.”

“Why? Why do you say you love me?”

Marvin meletakkan sendok di tangannya. Jadi, Hazel menanyakan alasannya?

Hazel's Wedding Story (First Sight) SUDAH DIBUKUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang