Setelah makan malam bersama, Khalifah berniat menyampaikan argumennya pada sang ibu. Ia sudah tidak mau lagi tinggal di pesantren. Tapi ia bingung harus memulai dari mana. Ibunya itu sangat teliti dan penuh rasa curiga. Satu lagi, sang ibu sulit untuk dibantah.
"Ma.."
Zila menghentikan aktivitasnya dari membereskan meja makan. Feeling seorang ibu begitu kuat, Zila yakin jika ada pembahasan serius yang akan dipaparkan Khalifah.
"Kakak, tolong bantu Mom bereskan ini. Adek juga bantu ya!" titah Zila pada kedua putrinya.
"Ada apa?" tanya Zila lembut setelah menarik kursi lalu duduk di sebelah sang anak. "Kebetulan Mama agak sibuk, please to the point!"
"Abang pengen sekolah di luar,"
"What do you mean?"
Khalifah menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskannya. "Ma, kami 'kan udah sembilan tahun di pesantren, jadi abang pengen SMA di luar aja," ujar Khalifah.
"Kenapa begitu?" tanya Zila dengan alis bertaut. Kedua putrinya kini sudah kembali ke meja makan lalu duduk di kursi kosong. "Adik-adik kamu aman-aman aja,"
"Mereka juga sebenarnya pengen keluar, Ma,"
"Udah bosen di pesantren?" Zila menebak.
Bukan bosen lagi, udah stress banget!
Zila bertanya pada kedua putrinya dan mereka membalas dengan anggukan pelan setelah mendapat pelototan dari kakak lelakinya itu.
"Oke, alasannya? give me the reason!" ucap Zila penuh penekanan. "Tolong alasannya harus logis,"
Khalifah berusaha untuk setenang mungkin, kemudian barulah ia menjawab.
"Jadi gini, Ma. Dari MI sampai MTS kami cuma berada di lingkungan pesantren, gak pernah bergaul dengan orang-orang luar. Perjalanan kami masih panjang, kalau cuma berada di pesantren saja, akan susah untuk beradaptasi dan mencari pekerjaan nantinya. Oke, kami bisa kerja di pesantren dengan menjadi pengajar, tapi, apa Mama nggak merasa kasihan dengan hidup kami yang terlalu monoton?"
"Oke, akan Mama pertimbangkan, sepertinya bisa Mama kabulkan.."
Mama nggak menolak sama sekali. Nah, kalau sudah begini, tinggal mencuri perhatian Mama. 50% sudah ada di tangan!
Khalifah tersenyum simpul. Sementara Khadija dan Khalisa saling menatap bergantian.
"Tapi.. ada tapinya!"
"Tapi apa, Ma?"
"Kalian mau sekolah di mana? kalau sekolahnya gak cocok sama kalian, Mama gak akan setuju. One more thing! kalau salah satu dari kalian gak bisa sekolah di luar, berarti kalian bertiga Mama kembalikan ke pesantren." tutup Zila sembari menuju ruang kerja. Ada laporan keuangan yang harus ia cek berhubung ini akhir bulan.
Tinggallah mereka bertiga di meja makan.
"Please, bikin plan yang apic biar Mama izinin kita tetap di rumah. Abang udah pusing sama hafalan hadits, nahwu, shorof, dan berbagai kitab lainnya," ujar Khalifah kepada adik-adiknya. Sang adik yang takut kepada abangnya hanya bisa menurut.
Jam sembilan malam barulah Zila keluar dari ruang kerjanya. Anak-anaknya yang tadinya sedang fokus menonton televisi langsung menoleh padanya.
"Gimana? udah difikirkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar tapi Beda ✔
Novela JuvenilTentang bagaimana seharusnya kamu melewati masa remajamu, tentang bagaimana bersikap pada orang tuamu. Temukan di sini! Setiap orang tua pasti memiliki cara yang berbeda dalam mendidik anaknya. • Jangan iri pada temanmu yang orang tuanya terlihat l...