5 - Menyebrang

244 52 2
                                    

"Tuan Kiel.."

"Tuan?"

"Tuan Kiel!"

Berulang kali Zena berusaha memanggil pria itu, tapi nihil. Usahanya sia-sia. Kiel masih tertidur pulas.

Padahal sudah bilang akan berjaga semalaman.

Zena menghela napas. Tak tahu haru bagaimana lagi membangunkan Kiel. Akhirnya Zena duduk di sebelah Kiel, meluruskan kaki.

Sekali lagi gadis itu ingin mencoba.

"Tuan Kiel," panggil Zena. Ia mengguncangkan bahu kiri Kiel perlahan. "Sudah pagi, Tuan.."

Masih belum ada reaksi.

Zena memberengut. Akhirnya ia memilih untuk mengurus sarapan pagi terlebih dahulu dan mencoba membangunkan Kiel setelah selesai menyiapkan makanan.

Zena memasak dengan sigap. Bahan-bahan yang mereka beli kemarin untungnya bisa ia olah dengan baik.

Dengan sedikit bantuan sihir, Zena menciptakan percikan api di atas kayu bakar. Tangannya berayun di udara, secara magis semua bahan yang ia siapkan mengapung di udara.

Sama seperti waktu itu. Ketika ia menunjukkannya di hadapan Kiel sampai laki-laki itu terkejut.

Zena memotong-motong roti, memasukkannya dalam kuali kecil berisi susu, telur, dan wortel. Sup sebentar lagi matang, aromanya semerbak di udara.

Lirih Zena mendengar Kiel terbatuk. Ia meletakkan supnya, kembali mendekat pada Kiel. Disodorkannya sebuah wadah air minum yang pria itu bawa.

"Minumlah, Tuan."

Kesadaran Kiel kembali. Sedikit demi sedikit, netranya kembali menerima rangsangan cahaya. Tangannya menggapai botol minum yang disodorkan Zena. Menenggaknya sampai ia terbatuk-batuk lagi.

Zena mengerutkan alis, "Perlahan saja, Tuan Kiel."

Setelah Kiel benar-benar sudah bangun, netra hazel pria itu bertemu dengan netra kehijauan milik Zena.

Tanpa sadar, Kiel telah memandangi gadis itu selama beberapa detik. Menatap mata dan rambut semerah apinya yang berkibar tertiup angin pagi.

"Harusnya kau membangunkan aku lebih awal," protes Kiel. Ia meregangkan leher, menoleh ke kiri-kanan untuk menghilangkan pegal. Mengganti posisinya dari setengah bersandar di batang pohon menjadi duduk bersila dengan tegap. "Kita perlu menyeberang hari ini."

"Pelabuhan," gumam Zena pelan. Mengingat bahwa ibukota kerajaan ini terhubung dengan sungai dan rawa-rawa. Juga laut. Membuat Zena nostalgia dengan masa lalunya di negeri ini.

Kegelapan.

Rasa sakit.

Ibu.

Kenangan Zena kembali berbalik menyerangnya. Menggelengkan kepala, Zena kembali menuju ke depan kuali, menuangkan sup masakannya untuk Kiel.

"Saya sudah berusaha membangunkan Tuan," jelas Zena dengan suara memprotes, "tapi Tuan Kiel tertidur pulas dan tak menghiraukan panggilan saya."

Kiel memegangi dagu. "Benarkah?"

Zena memanyunkan bibir. Tak puas dengan reaksi Kiel. Ia menyerahkan mangkuk kecil di tangannya pada Kiel secepat kilat.

"Ya sudah, Tuan makan saja."

"Kau campurkan apa di dalamnya?"

Zena memutar bola mata. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Kiel Solveig masih meragukan dirinya.

Tanpa diminta, Zena langsung menyuap sesendok sup ke mulut Kiel yang tengah terbuka. Kiel tentu terkejut, gadis itu lagi-lagi melakukan hal yang membuat pening.

The Realm of RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang