Prologue.

81 23 27
                                    

Cerita ini murni karangan dari author yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata atau bersifat fiksi belaka.

Mohon bila ada kekerasan dalam etika tokoh, karakter, atau isi cerita itu hanyalah sebatas fiksi yang mohon tidak ditiru dalam kehidupan nyata.

[Dan kami rasa kalian tahu bagaimana cara menghargai author]

©achsfia

































Kala itu hujan deras, disambut petir yang menyambar begitu dahsyat. Ini masih senja, tapi langit seakan mengatakan bahwa ini adalah malam hari.

Gadis berumur 12 tahun berdiri seraya mencengkram pagar balkon kamarnya. Tak peduli seberapa kencang kilat menyambar dan hujan yang membasahi tubuhnya. Mata indah yang berbeda -hitam dan biru itu tetap saja termangu melihat kearah halaman rumahnya, seolah sedang terjadi sirkus menyenangkan disana.

Seseorang dengan jaket hitam berlambang mawar merah darah dengan lilitan ular, juga kacamata hitam yang bertengger diwajahnya, sedang berbicara -yang sepertinya serius, dengan seorang laki - laki dan wanita paruh baya yang menggunakan payung.

Mama dan papanya.

Namun,

Tidak! Oh, sekarang itu jelas bukan sebuah sirkus menyenangkan.

Itu jelas sebuah sirkus paling mengerikan yang pernah ia lihat.

Craasshh!!!

Mama dan papanya seolah telah dihipnotis oleh laki - laki dengan jaket hitam itu. Ia menusuk dada papa dan mamanya menggunakan sebuah pisau yang ia sembunyikan di balik jaket hitamnya. Menghasilkan cairan darah merah segar dimana - mana.

Tubuh mama dan papanya jatuh bersamaan dilantai, dengan darah yang mengalir segar dari dada mereka.

Laki - laki itu mendongak, lalu menunjukan seringai mengerikan dari bibirnya. Menatap kearah balkon kamar sang gadis.

Ia pun menjatuhkan pisau penuh darah itu tepat berada didepan mayat mama dan papanya. Lalu pergi, berlalu dari sana.

Air matanya berjatuhan, namun disamarkan oleh derasnya air hujan yang megguyur seluruh tubuhnya. Petir dan kilat yang menyambar seolah bukan menjadi ketakutannya sekarang. Tapi sebuah pertunjukan bodoh nan gila yang sekarang ia lihat dengan mata hitam - biru nya sendiri.

Ia dengan gesit berlari kebawah dengan tergesa, kemudian membuka pintu utama dengan keras, bahkan menimbulkan bunyi yang cukup kencang.

Lalu tentu saja ia menghampiri tempat terjadinya sirkus mengerikan yang terjadi tepat didepan rumahnya. Dimana ada tubuh tanpa nyawa sang mama dan papanya.

Tubuhnya bergetar hebat, lalu berlutut dihadapan tubuh kaku nan pucat itu.

Darah dari dada mama dan papanya itu merembes mengalir kelantai putih rumahnya, merubah lantai itu menjadi lautan darah.

Air hujan yang kala itu semakin deras membantu mengalirkan darah - darah mengerikan itu bahkan sampai ke tempat ia berlutut. Ikut mewarnai lutut polosnya yang kini juga berlumuran darah.

Air matanya semakin berjatuhan kala merasakan darah - darah itu sampai pada kaki - kakinya. Ia terduduk lemas, tak memperdulikan keadaan lantai yang kini berubah menjadi lautan darah.

Ia mengambil pisau yang tergeletak di dekat nya. Lalu menggenggamnya erat. Meluapkan kemarahannya disana.

Ingin rasanya ia mematahkan pisau itu sekarang juga.

Tidak, ia tidak dendam pada pisau tak berdosa itu. Jika bukan karena laki - laki berjaket hitam mawar merah darah dengan lilitan ular itu, pisau itu bahkan tidak akan menancap tanpa dosa kearah dada mama dan papanya.

Ia dendam pada laki - laki itu.

Jika saja ia tahu siapa itu, maka ia tidak segan - segan akan membunuhnya. Membalaskan semua dendamnya sekarang ini.

"Leta?"

Gadis yang dipanggil dengan nama 'Leta' itu mendongak, lalu terhenyak sampai - sampai pisau ditangannya terjatuh.

"K-kamu.... Kamu apakan mama dan papamu, Leta?!" seru seseorang itu, yang sedang berdiri tak jauh dari hadapannya, dengan membawa payung.

Leta terkejut setengah mati. Ia tidak ingin dituduh telah membunuh mama dan papanya.

"I-ini bukan aku!" seru Leta.

"Lalu apa?! Jika bukan kamu, siapa lagi?!" bentak orang itu.

Dia Sheryl, tetangga depan rumahnya dan juga teman sekelasnya.

"Bukan aku!!!" Leta kembali berseru marah, ia juga panik. Ia ingin saja menjelaskan bahwa tadi ada pria gila dengan jaket hitam berlambang - yang dengan ganasnya membunuh orangtuanya yang tidak berdosa. Tapi tidak mungkin! Apakah akan ada yang percaya dengan Leta? Itu akan disebut sebuah lolucon anak yang baru saja lulus Sekolah Dasar.

Selanjutnya, apa yang dilakukan Sheryl saat itu membuat Leta semakin panik.

Sheryl berlari menuju rumahnya lalu memanggil ayah dan bundanya.

"Ayah! Bunda! Cepat kesini! Leta bunuh mama sama papanya!" seru Sheryl dari sebrang sana.

Mata Leta membulat sempurna. Isak tangis nya semakin keras. Mengalahkan bunyi hujan dan petir pada senja hari itu.

Tak lama, terdengar suara gertakan - gertakan langkah kaki. Leta lagi - lagi mendongak dan mendapati tetangga - tetangganya yang menatapnya dengan sinis.

"Kamu kenapa bunuh mereka Leta?!"

"Apa salah mereka padamu?"

"Apa kau tidak sayang pada mereka?!"

"Sadar Leta! Jika kamu stress atau marah pada mereka, jangan sampai berbuat seperti ini!"

"Mereka orang tuamu Leta!"

"Dasar anak durhaka!"

Jantung Leta berdegup sangat cepat, membuat napas nya memburu.

Leta lalu berdiri dan meluapkan semua emosi yang ia tahan sejak tadi.

"Aku mohon, pergi dari sini!" serunya penuh penekanan.

Cemooh tetangga - tetangga sok taunya itu membuatnya ingin saja melemparkan segala barang yang ada disekitarnya pada mereka.

"AKU MOHON PERGI DARI SINI! SE.KA.RANG!"

Ia berteriak mengerikan, membuat para manusia - manusia sok tau itu segera beranjak meninggalkan pekarangan rumah Leta.

"Lihat saja, siapapun yang membunuh orangtuaku, aku tidak akan pernah memberinya sekecil apapun belas kasih! Aku aka mencarinya!"





































©achsfia

•DIASVAR•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang