3

44 14 0
                                    

"Dasar sampah!"

"Kau seharusnya pergi dari sini!

"Dia masih berani menampakkan wajahnya disini? Apa dia tidak malu?"

"Lihatlah sampah ini, memalukan nama sekolah kita saja!"

"Kau itu tidak berguna!"

"Harusnya dia mati saja!"







Donggeon menarik nafasnya dalam-dalam. Dadanya merasa sesak mendengar umpatan tidak berperasaan yang keluar dari mulut mereka, walaupun telinganya yang mendengar tapi tetap saja hatinya yang sakit.

Padahal cacian itu juga bukan untuknya. Cacian itu mulai berhamburan menyerang Choi Jisu sejak seminggu yang lalu. Jisu yang dulunya anak kesayangan satu sekolah itu juga bukan siapa-siapanya, hanya sekedar teman satu sekolah tidak lebih.

Tapi entah kenapa Donggeon merasa tersiksa sendiri melihat Jisu dilempari sampah basah, disiram air toilet, bahkan diludahi. Donggeon yang merasa sakit, tapi disisi lain ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Donggeon tidak sebaik Jisu yang mampu menolong siapa saja.

Dan sayangnya penolong semua orang itu kini bahkan tidak bisa menolong dirinya sendiri.



Donggeon pribadi, percaya pada pemuda itu. Sangat percaya. Kalau Jisu yang semua orang kenal tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Tapi salahkan sifat Donggeon yang terlalu pendiam, yang tidak bisa membuatnya mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya.

Bahkan untuk menghampiri Jisu dan berkata kalau ia mempercayainya saja Donggeon tidak bisa. Donggeon hanya berani menatap Jisu yang hobi menyendiri di taman belakang sekolah yang gersang dari kejauhan, tidak bisa menyapanya atau menghampirinya.




Dan perihal jarum suntik yang pihak sekolah temukan, yang dikira narkoba itu. Donggeon tahu betul apa isi suntikan tersebut. Karena adik perempuannya yang berusia 7 tahun juga memakai hal yang sama untuk sepanjang hidupnya.

Jarum suntik itu berisi insulin, untuk penderita diabetes tipe 1 seperti adiknya. Begitupula dengan Jisu, mereka berdua sama-sama terkena penyakit itu sejak kecil. Dan pihak sekolah beserta murid-muridnya begitu bodoh, mereka tidak mengecek dulu apa isi jarum suntik itu. Hanya menuduh tanpa tahu kebenarannya. Donggeon muak, tapi ia tetap tidak bisa melakukan apa-apa.









Donggeon juga sama dengan orang-orang lain yang dibantu Jisu, ia juga berhutang budi pada pemuda itu. Ia masih hidup dan bertahan berpijak di bumi selama ini karena Jisu.

Donggeon masih ingat saat-saat itu. Saat dimana tinggal ia dan adiknya saja, Song Haneul. Orangtua mereka meninggal karena kecelakaan, Donggeon benar-benar ditinggalkan berdua saja dengan Haneul.

Beberapa bulan setelah ditinggal kedua orangtua, Haneul didiagnosis menderita diabetes tipe 1. Yang membutuhkan pengobatan sepanjang hidupnya, saudara-saudara Donggeon tidak mau repot-repot membantu adiknya. Yang mereka pedulikan hanya harta warisan kedua orangtuanya, lalu pergi setelah itu.

Pengobatan injeksi insulin itu membutuhkan biaya 100-200 won perbulannya, belum lagi dengan biaya konsultasi dokter. Sementara tabungan mereka semakin hari semakin menipis, Donggeon juga tidak bisa bekerja karena tidak ada yang menerima pekerja yang belum lulus sekolah. Dan mereka hanya bisa bertahan dengan kondisi itu dalam dua bulan.

falsch verstehen✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang