29 | berakhir

2.8K 382 219
                                    

Sepertinya memang inilah saatnya untuk benar-benar mengakhiri perjuangan, lalu mengucapkan selamat tinggal.

•••

JUANG terlihat bosan mendengarkan Dosen yang sedang menjelaskan di depan, laki-laki itu memilih memainkan pulpennya. Seketika ia terkekeh saat melihat pulpen, eh kenapa ia tertawa? Bukannya itu pulpen cair yang bekas Seses pinjam? Juang segera menghilangkan senyumnya.

Apa-apaan malah tersenyum?

"Ses," Juang memanggil Seses yang memang paling dekat dari jaraknya. Kebetulan lagi-lagi hari itu mereka duduk bersampingan--seolah semesta sudah menciptakan setiap moment untuk mereka dekat. Haha, apa sih.

Seses yang sedang mendengarkan Dosen dj depan hanya melirik dengan ekor matanya. "K-kenapa?"

Tunggu, kenapa Seses jadi gugup? Benar ternyata, rasa itu belum hilang sepenuhnya, bahkan belum hilang sama sekali.

"Lu ngerti gak sih apa yang diomongin si Dosen?" bisik Juang, tolong pikiran Seses yang semula menampung pelajaran yang diberikan dosen di depan seketika hilang semua saat mendengar suara pelan Juang. Ambyar.

"Ngerti," katanya dengan tak berani melirik Juang. Matanya memang memandang dosen di depan tapi pikirannya sudah melayang.

"Nanti gua lihat catatan lu ya, panas banget telinga gua denger tuh Dosen. Macem setan dibacain ayat kursi."

Tawa Seses hampir saja meledak jika ia tidak ingat siapa yang di depan, dosen yang dikenal cukup killer sekaligus merangkap jabatan sebagai ketuanya Fakultas Ilmu Administrasi.

Seses hanya terkekeh kecil dengan mata masih setia memandang dosen di depan, tanpa Seses sadar ia sudah diperhatikan seseorang yang duduk dipaling pojok depan sebelah kanan. Tesya.

"Ses, Tesya ngelihatin lo terus," bisik Desi di sampingnya sambil menyikut-nyikut tangan Seses.

"Terus kenapa? Gue gak ngerasa rebut Juang, Des."

"Nggak gitu, selain karena duduk kalian yang deketan, kayaknya karena masalah kemarin kata lo itu deh,"

"Yang mana?"

"Lo boncengan ke Majalengka sama Juang." bisik Desi lagi.

Ya, Seses memang langsung bercerita pada Desi tanpa melewatkan sedikitpun saat kemarin perjalanan ke Majalengka. Karena Seses percaya Desi akan jauh lebih bisa menjaga rahasia ketimbang Anis yang mungkin niatnya bercanda tapi membahayakan.

"Gak mungkin, tahu dari mana?"

"Anis?"

Seses bungkam, ia ingat bahwa Anis yang merupakan ‘temannya’ pasti memiliki teman lagi. Apalagi Tesya. Biasanya kan bertiga; Seses, Anis, dan Tesya. Meskipun Seses memang anaknya mudah bergaul.

Bukan menuduh apalagi suudzon, hanya saja ... siapa tahu, kan?

"Jadi gimana?"

"Sebentar lagi, Tesya kayaknya bakalan ceramahin lo lagi."

"Des, gue gak--"

Hanromania Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang