Bagian 1

16 0 0
                                    

"Ar, ke rooftop ya."

"Oke. Tunggu ya, gue lagi di koridor nih. Nggak usah macem-macem, nanti gue sampai sana lo udah loncat lagi. Kan nggak lucu, orang orang bakal ngira gue dorong elo, terus gue jadi tersangka, terus dipenjara. Duhh...gue masih pengen punya istri Le, pengen ngrasain punya anak, pengen beli mobil mewah sendiri, masak masih muda gue udah dipenjara-" cerocos Arkan tak berhenti, membuat lawan bicaranya sedikit terhibur namun berpura pura kesal.

"Ishh. Udah deh,cepet kesini!"

"Tapi jangan loncat ya!!"

"Lo kalo ngomong terus gue beneran loncat nih!"

"Yaudah deh sono kalo mau loncat."

Elza mengernyit. Ia menjauhkan ponselnya dari telinga. Memperlihatkan detik yang bertambah. Masih tersambung tapi suara Arkan seperti sangat dekat.

Seorang laki-laki duduk disampingnya. Arkan. Ia pikir, saat berbicara dengannya, Arkan masih diam di tempat dengan mulut yang terus mengoceh, ternyata dia melakukannya sambil berjalan ke sini.

"Loncat gih!" ucap Arkan dengan nada bercanda.

Rambutnya ia sisir kebelakang dengan jemarinya. Arkan menolehkan kepalanya, menatap Elza yang sedang memasang wajah datar. Sebenarnya ia sedang mencoba menutupi perasaan hangat ketika ditatap dengan dua bola mata cokelat milik Arkan.

Sungguh, jika yang dihadapan Arkan adalah gadis lain mungkin gadis itu akan pingsan atau minimal mimisan. Bukan berlebihan tapi memang Arkan pantas untuk dikatakan rupawan.

Tapi, bukan Elza namanya jika memperlihatkan betapa terpesonanya dia dengan wajah berahang tegas dan hidung yang cukup mancung itu. Jangan lupakan bibirnya yang sekarang tersenyum manis kepada Elza. Seperti siswi lain yang juga mengidolakan sosok Arkan, tindakan sekecil ini membuat hati Elza berdentum cepat.

Elza memutar bola mata. Jengah dengan senyum dan ekspresi Arkan. Meskipun hatinya merasakan sebaliknya, wajah Arkan selalu menyenangkan untuk dipandang.

Elza menghela nafas, terlihat sekali sedang ada beban berat yang dia rasakan. Hanya kepada Arkan, Elza mampu menampilkan sikap rapuh. Jika sedang bersama temannya atau di depan umum, dia akan selalu bersikap angkuh dan menyebalkan. Selalu terlihat bahagia ketika membuat orang bertekuk lutut untuknya.

Berbeda dengan Arkan yang memang seperti ini kepada siapapun. Selalu baik, menyenangkan, menularkan senyum untuk orang lain. Tidak ada kesan yang akan membuat orang menjauh darinya.

Hati Elza sedang dalam suasana kacau. Atau memang setiap hari hatinya selalu kacau.

"Kenapa sih Ar, lo selalu bisa senyum?"

"Nggak usah dijawab, nggak butuh jawaban lo. Gue cuma butuh bahu lo," potong Elza cepat. Membuat mulut Arkan yang sudah membuka untuk menjawab pertanyaan Elza, kembali tertutup.

"Nih..24 jam bahu gue selalu siap!!" ucap Arkan sambil menepuk bahu kirinya.

"Lo baik Ar."

Ia mencari posisi nyaman untuk menaruh kepalanya di bahu Arkan. Ini memang kebiasaannya ketika sedang merasa lelah dengan hidupnya. Dia akan mencari Arkan dan akan selalu Arkan. Karna dia yang selalu memiliki obatnya, dia yang selalu ada. Dia yang akan membuang sedihnya. Arkan yang disampingnya.

"Jangan bilang gue baik. Nanti, kalau suatu saat gue kecewain lo gimana?"

Arkan melingkarkan tangannya melawati punggung Elza. Memeluknya dari samping. Memberikan kenyamanan baginya.

Sering kali Elza hanya akan meminta Arkan untuk menemaninya ketika dirinya sedang lelah. Tanpa bercerita. Dan Arkan pun tak pernah memaksa Elza bercerita yang sebenarnya sampai dia sendiri yang sudah siap.

Dibalik sEKAwaNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang