"Udah gak usah nangis lagi, enek gue lama-lama liat lo nangis terus." Ucap Jaemin di sela-sela ngemilnya.
Gue sama Jaemin sekarang lagi bolos sekolah, mana mungkin kan pergi ke sekolah dengan kondisi kaya begini?
Gue mendengus, mengelap ingus yang ada di hidung gue dengan tisu.
"Kalo enek, yaudah jangan ngeliatin." jawab gue kesal.
"Gimana gak ngeliatin, orang lo ada dihadapan gue."
"Yaudah sana jangan disini." usir gue tegas.
"Ngusir mbanya." jawabnya yang bikin gue jengah.
Gue mendengar suara pintu depan yang dibuka, terus ditutup kembali. Gue melihat Bi Hani yang berjalan menghampiri gue dan Jaemin yang lagi di ruang keluarga. Gue mengerutkan dahi, kenapa Bi Hani datang-datang dengan tangan yang kosong, cuman ada sebuah amplop yang gue lihat di tangan kanannya.
"Lah bi mana barang-barangnya?" tanya Bunda yang baru saja datang dari kamar mandi.
"Anuu--" gue makin mengerutkan dahi gue kebingungan, ini Bi Hani kenapa coba.
"Anu apa Bi?" sarkas gue.
"Tuan menitipkan surat ini buat non." jawabnya sambil menyimpan amplop di atas meja di hadapan gue.
Gue dengan segera mengambil, membukanya, dan membacanya. Tumben banget Papah ngirim surat beginian ke gue, padahal ngomong langsung bisa, tinggal jalan beberapa langkah doang dari rumah.
Baru satu baris yang gue baca, hati gue merasa sesak kembali, air mata gue mulai turun dengan sendirinya.
'Permohonan maaf dari seorang Ayah yang sudah membuat anaknya menderita'
Bunda dan Jaemin yang heran dengan isi surat tersebut, yang kenapa bikin gue sampe nangis segala, mereka mendekatkan dirinya ke gue.
'Maafin Papah bila tadi sikapnya keterlaluan sama kamu, bilangin juga sama anak laki-laki dan wanita yang sudah menyanyangi kamu sebagai anaknya sendiri, bilangin bahwa Papah minta maaf sebesar-besarnya. Semua itu diluar kendali Papah Nak. Papah gak ada niatan untuk berlaku kasar seperti itu tadi, dan bahkan menyakiti kamu. Jujur Papah rasanya sakit, ketika wanita itu bilang bahwa 'kamu sakit, ia juga bakalan sakit', Papah merasa gagal jadi orang tua kamu. Dulu semenjak kamu lahir, Papah memang kecewa atas kelahiran kamu, karna gak sesuai dengan harapan Papah dan Mamah yang kepengen anak laki-laki. Mamah kamu juga tentunya ia kecewa, ia setelah melahirkan kamu, dia mengalami kanker rahim, yang membuatnya tidak bisa lagi memiliki anak. Dari situ dia tersiksa banget atas apa yang menimpanya, maka dari sana kita lebih memilih meninggalkan kamu, meninggalkan kamu dari kecil, dan dititipkan ke Bi Hani pembantu kita, berniat untuk melepaskan rasa kecewa kami dulu. Papah yang diposisi begini, yang bukannya mendukung Mamah kamu, Papah malah memilih memiliki simpanan lain, dan menikahinya secara diam-diam, sampai dia melahirkan anak laki-laki yang sudah lama Papah harapkan. Demi harta, demi bisnis Papah, demi ego Papah, Papah jadi banyak menyakiti orang disini.'
Gue berhenti membaca sejenak, menghembuskan napas dengan kasar, sumpah gak kuat gue bacanya.
Bunda mengusap punggung gue dengan lembut, berusaha menguatkan.
'Lima tahun yang lalu, Papah merasa kangen sama anak-anak Papah, merasa bersalah juga sama kamu, jadi Papah mengajak Mamah kamu untuk pulang menemuimu dengan alasan ada urusan bisnis yang harus diurus disini, walaupun cuman sehari. Papah mau menemui Hyunjin juga waktu itu, adik tiri kamu, cuman posisinya Papah sekarang lagi sama Mamah kamu. Papah pengen meluk kamu, pengen meminta maaf, cuman Papah merasa gengsi dan gak enak sama kamunya, jadi cukup dipendam. Melihat kamu saja Papah merasa lega dan senang. Setelah Papah dan Mamah mau kembali ke luar negeri, di bandara, kami bertemu dengan Hyunjin dan Mamahnya yang sekarang menjadi Mamah tiri kamu. Bandara adalah tempat dimana semua kebohongan Papah kebongkar semuanya, Papah menyakiti Mamah kamu, kamu, Mamah Hyunjin, dan juga Hyunjin. Mamah kamu mengalami depresi berat, begitupun Mamahnya Hyunjin. Cuman Mamah Hyunjin sekarang sudah mulai menerimanya, dan Papah menjadi merasa bersalah banget sama dia, gak salah Papah mencintai dia, cuman cara Papah yang salah. Dan Mamah kamu sampai sekarang pun dia belum menerima semuanya, dia masih depresi, bahkan setiap malam ia selalu teriak menyebutkan nama kamu, menyalahkan kamu, seolah-olah ini salah kamu, padahal salah Papah. Papah dari dulu memang mau menyembuhkan Mamah kamu ke temen Papah yang memang ahli psikologis, dan dirawat beberapa hari, bahkan minggu, bahkan tahun, sampai dia sembuh, cuman Papah merasa gak tega.'
'Tapi sekarang Papah pergi mau menyembuhkan Mamah kamu sampai sembuh kembali seperti dulu. Tolong jangan benci Papah begitupun Mamah kamu. Papah janji, setelah Mamah sembuh, Papah bakalan kembali kesini. Jadi, kamu jangan meninggalkan rumah kamu ya? begitu juga rumah itu adalah rumah kamu, tempat singgah kamu dari kecil sampe sekarang segede gini. Ini ada beberapa uang dan kartu kredit yang bisa kamu pakai selama Papah dan Mamah pergi, dan jangan lupakan Hyunjin, dia disuruh sama Papah untuk sering menemuimu, dan menemanimu, Papah sayang sama kamu nak."
Gue menghela napas, menunduk, tidak kuat dengan semuanya ini, gue lagi lagi ditinggalkan, walau gue tau ini demi kesembuhan Mamah.
Gue melihat kembali isi amplop tersebut, yang memang disana terdapat uang dan kartu kredit yang Papah kasih ke gue.
"Hiks.."
"Yang sabar sayang, ada Bunda disini." ucap Bunda yang langsung memeluk gue.
Gue mau menyalahkan takdir, kenapa gue hidup kaya gini banget, cuman takdir itu datang dari Tuhan, dan merasa lucnut banget gue kalo nyalahin takdir dari Tuhan.
***
Aku pengen kalian tinggalin jejak deh disini, cukup vote doang kok, kalo bisa sekalian komen, karena vote sama komentar kalian berpengaruh banget buat semangat aku terusin cerita ini:)Maaf banget kalo cerita aku makin kesini alur nya berantakan banget, makin gak jelas atau sebagainya, namanya juga pemula, masih belajar hehe.
Borahaee buat kalian♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone | Na Jaemin
Fanfiction"Gue semalem mimpi Na." "Mimpi apa?" "Mimpi lo ngatain cinta ke gue, abis itu lo nyium gue, dan kita jadian." Writing starting on 23 April, 2020