"Seharusnya kamu tuh mikir, kamu anak cewek, gak baik kalo gak pulang semaleman, ini pulang-pulang pagi sama anak cowok, sekalian aja kamu gak pulang. Jangan-jangan pas Papah sama Mamah lagi diluar ga ada di rumah, gini kelakuan kamu? Kaya jablay yang kekurangan belaian?!" ucap Papah dengan nada tinggi, yang membuat gue bergetar di tempat. Tersohok sama ucapannya, bisa-bisanya ia berpikiran begitu sama gue.
Tahan, tahan, jangan nangis, tapi sayang, air mata gue mengalir lagi, terlalu sakit kalo menahan.
"Om ini gak sama sekali sama yang dipikirin sama Om, aku bakalan jelasin." ujar Jaemin memohon.
Plakkkk
"Papah." teriak gue histeris, karena Papah menampar pipi Jaemin dengan keras.
Bisa dilihat pipi Jaemin sekarang yang merah banget karena tamparannya.
Jaemin menatap gue sekilas, tatapan nya seolah olah nunjukkin 'gue gapapa'.
"Kamu siapanya anak saya? bisa-bisanya kamu bawa anak saya sampe gak pulang begini, kamu sudah apain anak saya hah?" Papah menarik kerah baju Jaemin, yang membuat gue panik sepanik-paniknya.
"Papah udah stop it." gue histeris banget sekarang.
Jaemin mencoba ngelepasin tangan Papah dari kerah bajunya. "Om dengerin penjelasan saya dulu baik-baik."
"Bisa-bisanya kamu nyuruh saya dengerin baik-baik." Papah sudah tersulut dengan emosi, ia bahkan lebih mengeratkan tarikan kerah bajunya Jaemin, sampai Jaemin sedikit menjijit.
"Pah udah Pah, Jaemin gak salah apa-apa." Gue mendekat ke arah Papah dan Jaemin, berusaha mau ngelepasin mereka, tapi nihil, gue malah di dorong sama Papah dengan keras, sampe gue tersungkur ke tanah.
"Diam kamu jalang! gak tahu diri banget, dasar anak sialan!"
"Hiks.." jangan, jangan lagi manggil gue anak sialan, gue gak sanggup ngedengarnya. Sakit banget Tuhan.
Gue memeluk kedua lutut gue.
Bi Hani yang kayaknya baru datang dari pasar, ia dengan segera berlari ngehampirin gue.
"Non, non gapapa?" tanyanya khawatir sambil meraba gue sana sini, takut gue luka.
Gue menggeleng lesuh.
Bughhh!!
"Ahh..." Jaemin tersungkur ke tanah, ia mengusap dibagian ujung kanan bibirnya, ada bercak darah disana.
Gue beranjak berdiri, lalu menghampirinya.
"Na lo gapapa? sakit ya pasti hiks." gue pun ikut mengusap darah yang ada di ujung kanan bibirnya.
"Gue lebih sakit liat lo nangis." jawabnya yang membuat gue nangis sejadi-jadinya.
"Nana, Vinkan." gue sama Jaemin melirik ke belakang, disana ada Bunda yang baru saja membuka gerbang, dan menatap kita khawatir.
"Yaampun kalian kenapa?" Bunda ngehampiri gue dan Jaemin.
"Kamu apain anak saya hah?!" tanya Bunda emosi.
"Oh kamu Ibunya? bilangin sama anak kamu, jangan sembarangan membawa putri saya, kamu gak ajarin dia baik-baik? sampe-sampe dia kelakuannya kaya om-om."
Oke, gue akuin, mau Papah mau Mamah, mereka sama saja. Sama-sama omongannya kaya pisau, suka nyakitin orang.
Tapi gue sedari tadi tidak melihat Mamah disini, oh mungkin dia lagi tidur. Kamarnya ada di belakang, otomatis mungkin dia tidak mendengar ada keributan apa di depan.
Plakkkkk
Bunda menampar Papah, ia menggretakan giginya.
"Kemarin cukup putri saya yang disakitin sama kalian, tapi jangan sampai putra saya juga kalian sakitin!"
Papah terkekeh pelan, lalu bercedih meremehkan.
"Putri saya? Vinkan maksudnya? saya dan istri saya yang membuatnya ada di dunia ini, kenapa kamu ngaku-ngaku jadi ibunya?"
"Iya saya akui, saya memang gak ngelahirin dia, tapi saya sudah anggap dia sebagai putri saya, anak saya, anak bungsu saya, jadi tolong kamu jangan menyakitinya. Hati saya sakit, kalau melihat anak-anak saya disakitin." ucap Bunda bergetar sambil meloloskan air matanya.
"Hiks...Bunda.." lirih gue.
Jaemin menatap gue sebentar, lalu dengan segera ia memeluk gue dan nenangin gue dipelukannya.
"Terserah saya mau diapain dia, mau disakitin mau digimanain juga terserah saya! dan kamu gak ada berhak untuk melarang saya!"
"Lalu kenapa istri kamu melahirkannya ke dunia? anak lahir bukan untuk disakitin, untuk disayang dengan penuh kasih sayang, kamu tidak tahu bagaimana putri kamu menderita karena kamu dan istri kamu. Saya bersyukur banget dulu pindah kesini, bisa bertemu dengan putri kamu yang cantik dan baik ini, menyanyanginya sebagai anaknya, mendengar keluh kesahnya, yang selalu ada buat dia, gak kaya kalian, yang meninggalkannya dari kecil, dan hanya cukup untuk mengirimkan uang, anak kalian tidak butuh uang kalian, dia hanya butuh kasih sayang dari kalian, itu saja."
Cukup Bunda, sakit.
"Dan bukannya kalian juga tidak mau dengan kelahirannya disini? maka dari itu
berikan hak asuhnya ke saya, saya akan merawatnya, dan menyanyanginya sebagai anak saya sendiri. Dan kalian juga jangan sampai kalian menyalahkan anak, cuman karena hal sepele, hal sepele karna dia tidak bisa melanjutkan bisnis, anak itu anugrah dari Tuhan."Bunda menghela napas, lalu ia berbalik dan ngehampiri gue dan Jaemin, ia memeluk kita berdua, lalu mencium pucuk kepala kita bergantian dengan penuh kasih sayang, layaknya seorang ibu.
Gue bersyukur banget ketemu sama Bunda.
Papah terdiam, ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia menatap gue dengan tatapan yang susah diartikan.
"Bi tolong beresin baju dan barang-barangnya Vinkan ke rumah saya, sekalian beresin barang-barang bibi juga, biar bibi bekerja di rumah saya saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone | Na Jaemin
Fanfic"Gue semalem mimpi Na." "Mimpi apa?" "Mimpi lo ngatain cinta ke gue, abis itu lo nyium gue, dan kita jadian." Writing starting on 23 April, 2020