Ia berjalan dengan gontay di tengah derasnya hujan, di tambah pikirannya yang entah kemana; membuat jalannya terseret paksa. Semua kejadian membuat dirinya harus berpikir keras, entah apa yang harus di lakukannya.
Tangannya memainkan ujung tongkat payung yang Ia pakai. Pikirannya melayang-layang ke kampung halaman dan semua pengalaman. Sehingga telinganya sempat tidak berfungsi untuk beberapa menit, sampai-sampai ia tidak mendengar suara klakson yang entah sejak kapan berbunyi di belakangnya.
Ia sempat melirik, dan semuanya sudah terlambat. Mobil berwarna putih dengan nama Fortuner itu melaju kencang.
Tubuhnya seakan-akan membeku, dan dalam hitungan detik ia terlempar setelah bunyi gedebuk mobil menabraknya.
Ia terkapar ditengah jalan dan merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya, ia sempat melihat hijab yang ia pakai kini berubah warna menjadi merah darah. Tangannya mengusap kepala dimana rasa sakit itu berada, dan pada akhirnya semuanya gelap.
"Za!"
Hitam, sang kegelapan seakan menyelimuti dirinya.
"Za!?"
Tapi lambat laun, hitam itu berubah... Menjadi merah darah. Baju gamisnya bermandikan darah.
"Azza!"
"AAAAAA...."
Seketika aku menjerit dan bangun dari tidurku. Dadaku berpacu dengan kencang, masih menyisakan ketakutan yang terjadi di alam bawah sadarku. Semuanya begitu mengerikan, seperti kenyataan. Dapat ku rasakan baju yang ku kenakan basah oleh keringat dingin, ku pikir semua itu berkat mimpi buruk yang baru saja terhenti, aku bersyukur berkat suara panggilan itu aku bisa keluar dari zona yang mengerikan dalam tidurku.Tidak! Ada yang salah dengan diriku. Mataku menyapu tubuhku dengan teliti; kenapa aku memakai baju pasien? Aku berada di rumah sakit? Apa mimpiku masih berjalan? Tidak! Kenapa aku berada di rumah sakit!? Ada apa dengan diriku?.
"Azza!?"
Seketika wajahku mencari sumber suara yang sudah beberapakali memanggil namaku. Dia... Memakai; penutup kepala atau wajah yang transparan, dengan masker putih dan saputangan yang biasa dokter pakai untuk operasi, dan...
Dia tim medis Covid-19?
"Azza! Kau tidak apa-apa?"
"A-apa yang terjadi de-dengan diriku?..." Tubuhku bergetar hebat, jantungku kembali berpacu kencang, tidak! Kepalaku sakit, sangat sakit. Sampai aku tidak menyadari mataku mengeluarkan cairan hangat yang melintasi pipiku.
Kuremas kepalaku yang entah sejak kapan dililit oleh perban yang tebal, sakit sekali, panas dan pening seakan beradu di dalam kepalaku. Tidak kusadari erangan kesakitan terlontar begitu saja dari mulutku.
"A-AAAAW... AAAKKG." Napasku berburu tidak beraturan. Semakin ku remas kepalaku berharap rasa sakit itu berkurang.
"Jangan kau lakukan itu Za! Tunggu sebentar."
Sakit di kepalaku semakin menjadi-jadi, remasan tanganku ber-epek semakin menyakiti.
Di tengah perjuanganku melawan sakit. Dia yang sejak tadi memperhatikanku; menusukan jarum di tangan kananku yang tengah meremas kepala.
Lambat laun tubuhku melemas. Rasa sakit di kepalaku mulai berkurang, mungkin ini reaksi dari obat yang Dia suntikan. Setelah ketenangan menguasaiku, Dia menidurkanku dengan cara menompang tubuh lemasku dan di letakannya di atas kasur yang sudah aku tempati sejak aku bangun dari tidurku.
Setelah menyelimutiku, perawat itu memandangku. "Tenangkan dulu dirimu Za. Kamu baru saja bangun setelah 1 minggu tertidur." Ucapannya tidak terlalu jelas, karena masker dan alat pelindung itu menghalangi suaranya.
Aku mencoba senyum guna membalas ucapannya, tapi badanku yang lemas membuatku hanya bisa bergeming. Penting untuk di ketahui; siapa perawat itu? Kenapa dia tampak begitu akrab denganku. Sikapnya yang familiar seolah-olah aku dan dia pernah ada hubungan kekeluargaan atau teman? Tidak mungkin! Aku baru saja sampai di pulau ini, mana mungkin langsung punya teman.
Perawat itu mengambil sesuatu dari saku 'baju khusus tim medis covid 19' yang di kenakannya. "Za, semoga saja kamu ingat aku!" Dia membuyarkan pandanganku yang sejak tadi tertuju padanya.
Dia memberikan secarik kertas padaku yang baru saja di ambilnya. Kuraih kertas itu dengan tatapan masih meneliti mata coklat yang berkacamata khusus itu.
Kertas yang di berikan itu adalah poto; seorang lelaki berpakaian kemeja putih bergaris hitam tipis, berwajah China Indo yang tersenyum kepadaku, matanya yang hitam pekat begitu menawan di tengah-tengah kulit wajah berwarna putih. Kembali ku lihat perawat yang tengah memperhatikanku itu, Apa ini wajahnya? Apa seragam khusus yang di pakainya membawa pengaruh, sehingga asli dan poto tampak tidak sama.
"Akan sulit bagimu untuk mengingatnya. Tapi aku akan membantu kamu Azza!" Ucapannya seolah mengetahui apa yang ada di dalam pikiranku.
Aku tidak ingat! Dia, ataupun kenapa aku tidak sadar selama satu minggu, padahal aku baru saja menginjakan kaki di kota ini.
"Azza, kamu kecelakaan! Luka di kepalamu mengambil sebagian ingatan yang telah kamu lalui. Maafkan aku, tapi kamu harus tau ini! Kamu juga termasuk salasatu dari ribuan korban virus Covid-19." Mata hazelnya tampak berkaca-kaca saat mengucapkan itu.
Aku hanya terdiam, berusaha menerima keadaan itu dengan bersabar. Tapi entah kenapa aku merasakan dadaku sakit seperti terhimpit batu, mataku kembali mengeluarkan cairannya.
Kenapa semua ini terjadi padaku?
Apa ini azab diriku karena pergi tanpa pamit?"Tapi kamu jangan putus asa! Aku akan berusaha mendampingimu agar kamu tetap kuat dan bisa melewati semua ini! Percayalah... Azza yang kuat akan bisa sembuh! Dan mengingat aku kembali." Hiburnya dengan tangan berbalut sarungtangan mengepal dan terangkat ke udara.
Tidak terasa aku tersenyum melihatnya, kelakuannya mengingatkanku seseorang tapi entah siapa.
Bisa ku lihat mata di balik kacamata itu sedikit menyipit, menandakan dia ikut tersenyum sepertiku. "Aku Ivaro, teman dekatmu, lebih dekat dari teman. Tapi aku tidak akan memaksamu untuk mengingatnya, biarlah waktu yang membuatmu mengingat semuanya."
***
Aku cinta cerita ini 😘😘 konplik y gak berat.
Meski agak susah juga nyelipin keganjalan²nya 🥴.
Jan lupa votmen y.
Hanya menekan bintang saja kalian sudah membuat author bahagia, apalagi komeen... 😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet To Go
Short StorySetiap menjelang sore; seseorang akan mendatangi kuburan itu dan menaburinya dengan bunga. jika tuhan berkehendak, ingin rasanya dia berbaring di bawah tanah itu bersamanya, jika saja tidak ada kabar angin, yang bilamana orang lain yang menerimanya...