SATU Tentang Kita

12 0 0
                                    


Zara, Mei 2020

Mataku terpaku memandang foto seseorang yang sedang tersenyum itu. Mengapa dia sangat bahagia di foto itu? Tahukah aku saat ini sedang menahan semua air mata yang bahkan sudah bosan menyapa pipiku? Sangat takut, aku terlalu takut melihat kebawah dimana sebuah peti yang berisi orang yang paling aku rindukan. Sungguh, aku tidak memilih jalan ini hanya untuk melihatnya seperti ini. Aku memaksakan sebuah senyuman tipis yang sekuat tenaga aku kerahkan.

Hey, Kamu yang selalu aku rindukan

Aku menepati janjiku untuk tersenyum dipertemuan kita selanjutnya

Demi apapun ini adalah usaha terbaikku

Jadi, seperti ini ya takdir akhirnya membawa kita

Ingatanku membawa aku menjumpai kembali memori yang sudah lama aku pura-pura lupakan. Kembali pada tahun 2015, tahun akhir SMAku yang penuh dengan cerita aku dan dia.

"Ra, Kamu percaya takdir?"

"Hm"

"Seandainya kita abis ini mencar. Aku mungkin pergi atau kamu yang pergi. Kamu percaya gak kalau kita bakal jumpa lagi?"

"Kan kita bisa janjian ketemu. Ini udah zaman modern, ada hp lho!"

"hahaha, Iya juga berarti kalau seandainya tadi jadi kenyataan, kamu harus senyum ya waktu lihat aku!"

"ha? Kenapa?"

"hmm mungkin karna aku bakal lebih ganteng, lebih mempesona daripada sekarang. Kamu mungkin sampe nangis karna terharu liat aku yang udah keren. hahaha"

"Ih apaan sih, sok banget. Lagian ya, kalau kita pisah trus ketemu lagi ya pasti aku senyumlah. Masa iya aku nangis."

"Janji ya?"

"Aneh banget pake janji-janji segala. Iya janji!"

­****

Zara, 2015

"Ra, Lihat kacamata aku gak? Masa iya sih ilang. Aku cariin semalaman gak nemu-nemu. Dimana ya?" Laki-laki bersuara bariton ini masuk ke kelas dengan langkahnya yang panjang dan langsung memeriksa laci mejanya.

"Mungkin di laci kali!" Ucapku masih fokus dengan novel yang sedang aku baca.

"Gak ada, Ra bantu cari napa? Panik nih. Kacamata itu yang mahal. Mana Itu masih baru lagi." Ucapnya sambil memeriksa semua lagi disekitar mejanya.

"Sam, coba ingat-ingat terakhir kali kamu naro dimana? Rasanya hampir tiap hari deh kamu lupa kacamata kamu dimana" Balasku dengan mata yang masih asik dengan novel ditanganku

"Ra, Ayo bantu cari!" Bujuknya sambil menggoyang-goyangkan lengan kananku

"Nanti aku pinjamin novel baru aku deh," Lanjutnya

"Plus sama novel yang karya kamu ya?" Tanyaku girang

"Ih Ra, jangan keras-keras. Nanti kalau ada yang dengar gimana. Please dong Ra jangan itu,"

"hmm, kalau gitu kasih tahu aja nama samaran kamu jadi penulis"

"Ra, Jangan dong. Aku beliin novel baru deh. Bebas kamu mau pilih yang mana"

"Oke, Aku mau novel karya Samuel Antoni"

"Ra" Kali ini raut wajah dia berubah menjadi serius

"Ya, udah deh aku bantu cari. Beliin novel baru tetap jadi ya!" Jawabku manyun sambil menutup novel dan berdiri di depan Sam

Beautifull PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang