Aku menarik napas panjang dan menghelakannya keras. Kesunyian ini diam-diam mengikis sisa keceriaan di rumah ini. Suara jangkrik yang berpesta bahkan lebih keras dibandingkan suara pemilik rumah ini. Aku sebenarnya takut terbiasa dengan keadaan seperti ini. Menghilangkan tawa, berbicara singkat, dan menyembunyikan emosi. Aku bahkan tidak lebih dari 5 menit jika berbicara dengan mereka. Mereka yang aku sebut Mama dan Papa. Aku hanya berbicara seperlu dan pergi tanpa ekspresi.
Ting. Hpku mengeluarkan bunyinya dan kini layar benda persegi panjang itu menyala. Aku mengambil dan membaca runtutan pesan yang dapat dari Sam. Sam meringkas inti pemberitahuan yang ada grup angkatan. Anak ini memang sangat bisa diandalkan. Sam tahu betul aku sangat jarang dan malas membuka grup itu. Tunggu saja beberapa menit aku diamkan pesannya, pasti pria di ujung sana pasti cemas dan mulai meneleponku.
Drttt drttt Tuh kan!
"Ra, Are you okay?" Tanya suara diujung sana. Aku bisa merasakan dia sedang panik dengan suara kerasnya
"Sam, Say hai dulu napa? Aku bahkan belum bilang halo lho Sam," Balasku
"Halo Ra, Jadi apakah tuan putri Zara baik-baik saja di Istananya?" Tanya Sam lagi. Setelah diam sebentar untuk memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan, akhirnya pada pria yang selalu menanyakan kabarku ini, aku memilih jujur.
"Entahlah Sam, Aku merasa istana ini bukan milik sang putri lagi. Mungkin sang putri saat ini seperti berteman dengan kisah hidup Ranpunzel. Di istana sendirian dan hanya sesekali dijumpai oleh Ibunya." Jawabku sekalian meladeni bercandaan Sam tentang tuan putri
"Ra, kamu harus kuat. Kamu tahu kan kamu itu gak sendirian. Mungkin butuh waktu sedikit lebih lama. Kamu jangan menghindar. Kamu yang harus lebih kuat. Mana nih Zara yang selalu optimis yang pertama kali bicara sama panjang lebar saat ngembaliin kertas puisi aku?" Hibur pria yang saat ini pasti sedang tersenyum. Kalimat terakhirnya sangat ditekan agar bisa menimbulkan respon kesalku.
"Sam?" Tanyaku tiba-tiba
"hmm" Jawab Sam
"Sam?" Tanyaku lagi
"ya Ra?" Jawab Sam dengan tenang. Aku hanya terdiam beberapa saat. Sam juga tidak berbicara sepatah katapun. Sejujurnya aku hanya ingin memanggil nama Sam. Memastikan bahwa masih ada orang yang terdiri dipihakku, mendengarkanku, dan tersenyum tulus padaku.
"Oh iya, aku udah baca pesan kamu. Aku lagi siapin keperluan untuk besok. Estimasinya tetap 2 hari kan?" Tanyaku mengalihkan perhatian. Sam masih diam untuk beberapa detik hingga akhirnya dia memutuskan menjawab pertanyaanku
"Iya Ra, Kita berangkat besok pagi naik kereta trus sorean kita sudah sampai dan istirahat sebentar lalu akan ada sosialisasi dari kakak kelas kita yang di UGM. Besok paginya kita tour kampus sekaligus ikut seminar mereka baru deh langsung pulang. Nyampe agak malam pulang kalau kerumah kamu. Aku nanti tetap bawa motor kok dititipin ke rumah tante aku dekat stasiun biar bisa balik kalau kemaleman. Kamu gak udah bingung kesananya gimana. Bareng aku aja, nanti aku antar jemput deh!" Jelas Sam panjang lebar tentang study banding yang akan kami lakukan besok ke UGM Jogyakarta.
"Siap Pak Bos!" Jawabku
"Ra, tapi kamu udah izinkan?" Tanya Sam hati-hati
"Menurut kamu aku senakal itu keluar tanpa izin?" Tanyaku balik tersinggung
"Memastikan Ra, tapi seorang Zara mana mungkin ya keluar tanpa izin. Anaknya sebaik itu!"
"Iya dong, seandainya aku nakal pasti karena pengaruh kamu!"
"Ha? Kok aku sih? Oh, jadi kamu mau aku tamengin ya kalau berbuat nakal? Senakal apa sih yang bisa dilakukan seorang Zara?"
"Wah, gak tau nih kamu. Aku tuh pernah bolos tahu waktu SMP demi nonton konser."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautifull Pain
RomanceProlog Zara Pertemuan denganmu adalah sebuah kebetulan yang aku percaya dengan nama takdir Takdir yang membawaku menemukanmu Serta takdir yang menyadarkanku untuk melepaskanmu Sam Jika dari awal ada kata "Mungkin" diantara kita, akankah takdir bisa...