satu.dua

17 5 3
                                    

"GILA!!" Bima menghantamkan tangannya ke meja kantin dengan keras. Membikin banyak sekali pasang mata melirik ke arah meja gue dan tiga teman gue lainnya.

Samudra, cowok berwajah oriental di sebelah gue memberi tatapan minta maaf ke sekitar.

"Kenapa sih Bim, ribut amat lo kayak cewek." Gue mendengus, setengah maklum setengah gedeg mendengar suara Bima yang melengking macam suara anak perawan ketumpahan air panas.

"Padahal lo cuma genggam tangan Faya, tapi langsung jadi trending topic satuu Baja. Gue aja yang tiap hari genggam tangan Rana enggak pernah di bicarain. Lo pake pelet apa sih?"

Bima menuding jari telunjuknya tetap di depan hidung gue. Otomatis gue menepisnya kasar.

"Lo kalau mau dibicarain orang-orang, mending lo megang tangan lekong lampu merah. Ntar gue videoin terus gue sebar ke grup angkatan." Benua-saudara kembar Samudra-menyahut pedas.

"Ya kali, geli gua." Bima membalas sambil bergidik ngeri.

"Ya lo ada-ada aja. Duka aja males digosipin lu malah pengen. Otak lo hilang kayaknya."

"Enak aja." Bima menyahut galak sambil mengambil gorengan di atas meja.

"Bodoh." Ares menyahut datar dan dingin khasnya sejak jadi embrio.

Bima memasang muka melas, " Gue salah apa sih sama kalian, kompak banget hari ini ngatain gue."

Gue dan yang lain tertawa, kecuali Bima dan Ares tentunya

"Eh maaf." Suara itu mengalihkan perhatian seisi kantin, sebab minuman yang cewek itu tumpah menimpa almamater Baja yang berwarna hitam yang sedang gue pakai.

Seisi kantin terdiam, seperti menunggu reaksi gue. Sementara gue sibuk tercengang. Itu si Cewek Berkacamata!! Cewek yang diam-diam gue perhatikan dua minggu terakhir. Cewek itu menatap gue dengan mata penuh penyesalan, rambutnya acak-acakan dengan beberapa helai yang lengket di sisi wajah karena keringat, dan kaki-kakinya menghentak kecil tak sabaran.

Gue yang bingung merespon seperti apa hanya mengangguk patah-patah, masih melongo.

"Sekali lagi, maap ya." Suara merdu itu mengalun indah di telinga gua. Asik, Puitis banget gue.

Ketika si Cewek Berkacamata berlalu pergi-diiringi tatapan tajam dan buas fans gue- gue menepuk dahi. Seharusnya gue mengintip name tag pada almamater berwana maroon-nya atau sekalian saja kenalan bukan malah bengong kayak orang bego.

Gila. Gue kaya orang dongo cuma karena tuh cewek.

Seorang cewek menghampiri meja gue-tepatnya ke arah Bima-dan menarik Bima pergi dari kami. Namanya Rana pacar Bima.

"Sam! Gorengan gue lo yang bayarin!" Bima berteriak dari jauh.

Samudra mendengus sebal.

Setelah Bima menghilang dari pandangan gue, gue beralih menatap teman semeja gue yang tersisa. Iseng gue bertanya.

Gue mencondongkan badan gue ke depan, persis kayak anak cewek lagi gosip. "Kalian kenal enggak sama cewek tadi?"

Benua dan Samudra bereaksi berlebihan, matanya melotot mulutnya komat kamit macam dukun yang sering nongol di sinetron yang Ibu gue tonton sedangkan Ares masih diam seperti biasa.

"Lo enggak lagi insomania kan Ka?" Benua menceletuk heran.

Gue mengernyitkan alis, mencoba mencari arti kata insomania di perbendaharaan kata si kepala gue. Dan gue enggak menemukannya.

Samudra refleks mendorong kepala Benua dengan dua jari.

"Malu gue punya adek kembar bodoh kayak lo. Bukan insomani, tapi amnesia bodoh."

Dilarang Baca IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang