"Iya, ini baru sampe rumah kok."
"..."
"Okay, see you."
Dikta mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam saku jas kerjanya. Mobilnya sudah terparkir di depan pintu gerbang rumahnya saat ponselnya berdering beberapa menit yang lalu.
Beep! Beep!
Dikta memencet klakson beberapa kali dan seorang satpam keluar dari dalam posnya untuk membukakan pintu gerbang. Dikta berhenti sejenak dan membuka kaca mobilnya untuk berbicara pada satpam yang berdiri memberi hormat padanya.
"Seika belum pulang?"
"Belum, Pak."
"Ya udah, tutup gerbangnya!"
"Baik, Pak."
Tanpa berbicara lagi, Dikta melesak masuk ke area pelataran rumahnya dan memarkirkan mobilnya acak di depan garasi. Dikta keluar dengan meneteng tas kerjanya dan melempar kunci mobilnya pada seorang supir yang sudah menunggunya di depan garasi.
"Besok tolong mobil ini dicuci, dan yang putih taruh belakang. Saya besok mau pake yang itu."
"Siap, Pak."
Setelah memberi perintah pada supirnya, Dikta memasuki rumah besarnya yang terasa kosong. Dua tahun yang lalu ia memutuskan untuk pindah ke rumah besar ini, dan meninggalkan apartemennya yang dirasa sempit untuknya dan keluarga kecilnya. Karena Chiara semakin besar dan semakin membutuhkan banyak ruang untuk bergerak, jadi ia memutuskan untuk pindah ke rumah besar yang sekarang ia tinggali bersama Seika dan Chiara.
Dikta melirik jam dinding dan sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tidak biasanya Seika dan Chiara kembali selarut ini. Seharusnya toko sudah tutup di jam 5 sore tadi dan mereka sudah di rumah sebelum jam 6. Tapi Seika juga tidak mengabarinya.
Dikta memutuskan untuk mandi dan memesan makanan dari restoran favorit Chiara melalui aplikasi ojek online, serta menolak tawaran dari asisten rumah tangganya untuk dibuatkan sesuatu untuk makan malamnya.
Dikta beberapa kali memandang gelisah pada jam dinding karena Seika dan Chiara belum juga kembali. Bahkan sampai ia selesai memakan sepiring bakmie kesukaan Chiara dan kini ia sedang bersantai di depan televisi. Tapi bukannya menonton acara yang sedang tayang ia justru sibuk dengan aplikasi chatting pada ponselnya.
"Papa, Chia pulang."
Dikta seketika meletakkan ponselnya saat yang ditunggu-tunggu sejak tadi akhirnya menampakkan batang hidungnya. Chiara yang kini sudah berusia tujuh tahun berhambur memeluk Dikta yang sedang duduk di sofa. Dikta menarik Chiara ke dalam pelukannya dan mendudukkan gadis kecil itu di pangkuannya. Sementara Seika mengambil tempat duduk di sebelah Dikta.
"Darimana aja kok baru pulang?" Dikta menyentuh hidung Chiara dengan jari telunjuknya.
"Chia sama Papi habis dari rumah Tante Luna."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIKA 2.0 "What Kind Of Future?"
Fiksi PenggemarSEIKA 《 Prev Seika yang hanya bertumpu pada takdir kemana ia akan membawa. Begitupun ia sekarang, hidupnya tak pernah jauh dari badai, tapi ia juga tak pernah menyerah untuk menerjang badai. Sampai di titik dimana ia akan berkata bahwa perjuangannya...