FELIX sedang duduk diam di kursi saat Heejin sibuk protes dengan gaya rambutnya. "Ini nampak tua sekali —"
"Diam, Jehian." Heejin melongo tidak percaya, "aku Heejin."
Felix cuma diam saat mendengar ralat Heejin tentang namanya. "Kau sudah mengeluh selama 10 menit."
"Sejujurnya, Felix. Aku baru berbicara selama 5 menit kurang." Felix melirik Heejin lewat cermin yang ada di hadapannya. "Toh kau tidak akan bertahan 5 menit di laga."
"Kau berbicara dengan dirimu sendiri?"
"Tidak."
Heejin mengindikkan bahunya lalu bangkit dari kursi yang ia duduki. "Aku mau mengambil kaviar, kau mau?"
"Tidak."
Gadis dengan nama panjang Heejin Hawthorne itu merotasikan matanya malas lalu berjalan menuju pintu keluar. "Dasar kulkas."
BERBANDING terbalik dengan keadaan yang berada di Distrik 4, Distrik 9 tengah sibuk mempersiapkan gedung besar sebagai awal mulainya acara.
Seonho memandang kaget kearah Guanlin yang keluar dari rumah sambil memakai baju yang sudah disediakan oleh kepala distrik mereka. "Wah, sahabatku keliatan gagah —" Seonho menggelengkan kepalanya, sadar ia salah fokus.
" —kau seharusnya tetap diam di dalam sana, Fuhrman."
"Aku penasaran apa tema gedung tahun ini."
"Yah, tidak lama lagi kau juga tau, 'kan? Lagi pula kita tidak diizinkan masuk, cuma para sesepuh dan orang pemerintah saja yang punya akses masuk."
Seonho memandang Guanlin iba, dibanding rasa bangga yang ia punya, sejujurnya Seonho lebih sedih saat tau Guanlin maju untuk mewakilkan Distrik mereka dalam laga Mangé.
Guanlin sedang membenarkan kerah bajunya saat Seonho menepuk lengan pria itu pelan. "Kau harus menang, Guan." Guanlin menyeringai. "Setidaknya aku harus bertahan hidup, bodoh."
"HYUNJIN!" yang dipanggil menoleh kearah sumber suara. Pria itu berdecak lalu kembali sibuk dengan katana yang sedang ia gunakan. "Apa?"
"Jujur saja, kau yang mengambil boomerangku, 'kan?"
Hyunjin mati - matian menahan tawanya. "Tidak." Yeji mendekat, lalu memukul kepala saudara kembarnya itu. "Cuma kau yang tau dimana tempat persembunyiannya."
Yang dipukul hanya berdecih kesal. "Iya iya, aku mengaku!"
"Dimana kau simpan anakku?"
"Sudah kubuang —ADUH, MAAF MAAF! TAPI, SUNGGUHAN SUDAH AKU BUANG DI SUNGAI. ADUUHH!" Yeji mencubit keras pinggang Hyunjin saat tau pria itu membuang anak kesayangan Yeji ke sungai. "BODOH SEKALI! KENAPA KAU BUANG?"
Hyunjin mengelus pinggangnya yang terasa perih luar biasa. Pria itu memejamkan matanya karena tenaga Yeji saat mencubit pinggangnya tadi bukan main kerasnya.
"Jawab aku!" Hyunjin mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. "Maaf maaf, itu supaya kau melakukan hal lain yang lebih berguna."
Yeji mengernyitkan dahinya tidak percaya. "Tidak berguna kau bilang? Aku bisa membunuhmu dengan anakku, Hyunjin."
CHAEWON tidak tau harus berbuat apa. Dari 10 orang gadis di Distriknya, Chaewon yang terpilih sebagai perwakilan dalam laga Mangé. Laga yang Chaewon takuti hampir selama beberapa tahun ini.
"Santai saja . . . mati ya tinggal mati, apa susahnya." dan Chaewon makin merasa tidak beruntung saat tau dirinya punya rekan satu Distrik seperti Sanha.
Dari awal masuk ke rumah pengasingan —yang menurut Chaewon pengap luar biasa, Sanha sudah merasa nyaman dengan tempat itu. Pria itu langsung duduk di kursi yang sudah disediakan sambil makan apel.
Bunyi suara apel yang dikunyah memenuhi seisi ruangan. "Menurutmu bagaimana tampang perwakilan Distrik 4? Katanya mereka kaya kaya sekali."
"Aku tidak peduli, Sanha."
Sanha tertawa kecil lalu menegakkan duduknya. Pria itu menggigit kembali apel yang ia pegang. "Kau tau kenapa Distrik 1 yang benar - benar ganas, bisa kalah dengan Distrik 3 yang notabene nya adalah Distrik paling cupu pada laga tahun lalu?"
Chaewon diam, dia tidak tau.
"Mereka punya daya bertahan hidup yang tinggi, itu semua bisa muncul kalau kita tidak stress. Dan dirimu sudah melewatkan tahap pertama."
SEPERTI yang Sanha katakan, Distrik 3 adalah pemenang laga Mangé tahun lalu. Apakah keadaan Distrik 3 se-santai itu? Tidak.
"Kita sungguhan perlu pakaian seperti ini?" Siyeon bertanya kearah penata busana dirinya. Seungmin duduk di kursi sambil memandang sekitar dengan tatapan jengah.
Siyeon benar - benar tidak paham apa alasan dirinya dan Seungmin wajib tampil memukau saat berada di Distrik 9 nanti. Maksudnya,
Nanti juga mereka akan bertarung hingga berdarah, 'kan?
Penata busana yang Siyeon kenal dengan nama Daisy itu bergumam kecil. "Kau harus tampil menawan agar sponsor tertarik. Kau tidak akan jadi apa - apa tanpa sponsor."
Seungmin melirik Daisy. "Itu adalah pengecualian bagi Distrik 4."
Daisy memandang sinis Seungmin namun sedetik kemudian menghela napasnya panjang. "Aku benci mengatakannya tapi, tanpa sponsor pun Distrik 4 masih bisa membiayai seluruh keperluan perwakilan mereka."
"Sebenarnya sekaya apa manusia di Distrik 4?"
"YAH, jangan fokus pada kekayaan mereka. Distrik 4 itu licik."
Jeno hanya terdiam saat mendengar penuturan Ryujin. "Apakah pendapatmu valid?"
Ryujin meletakkan pisau buah di atas meja, mata tajamnya menusuk iris mata Jeno. "Saudara tiriku disana, aku berdoa dia tidak maju tahun ini." Jeno mengindikkan bahunya. "Tapi, siapa sih yang tidak penasaran dengan kekayaan milik Distrik 4?"
"Lebih baik kau fokus mencari tau trik menarik sponsor."
Jeno memajukan tubuhnya. "Jujur saja, kau juga penasaran, 'kan?"
"Aku lebih penasaran kenapa kau —" telunjuk Ryujin menunjuk wajah Jeno, " —ikut Mangé. Kau ini anak kepala distrik."
Jeno memundurkan tubuhnya sambil memasang wajah bingung. "Memang kenapa kalau aku anak kepala distrik?"
Ryujin mengindikkan bahunya. "Aneh saja."
"Aku yang minta, sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
District 9
FanfictionFrom District 9 towards the city. Starting with : 2000 / 2001 k-pop idol's Inspired by : Hunger Games Trilogy